Hari ini hari ketiga belas bulan kedua kami sekeluarga memutuskan #DiRumahAja. Saat itu, putri sulung kami terkena gejala flu berat. Dia baru saja bekerja membantu asisten staf khusus komunikasi bersama para komikus. Kami berdua memutuskan pulang ke Bandung pada 12 Maret. Dan berlanjut sampai hari ini.Â
"Wah, ngga kebayang dech perempuan yang biasa keliling menyapa nusantara bisa gembira di rumah aja!" Seru sobat kecilku beberapa minggu yang lalu. Dia ngga tahu kalau sobatnya ini merindukan bekerja dari rumah, bercengkerama dan tumbuh bersama anak-anak juara titipan Ilahi.Â
Alhamdulillah, berminggu-minggu bekerja dari rumah ternyata menghasilkan lompatan-lompatan luar biasa.
Pertama, makin dekat dengan kedua putri tercinta.
"De, apa yang Ade lakukan untuk memahami pelajaran di SMA? Dulu waktu ibu belajar di SMA rasanya sulit tanpa bertanya pada guru-guru. Hasil belajar ibu pun pas-pasan. Alhamdulillah bisa masuk PTN dekat rumah juga," aku menanyakan hal ini karena heran dengan kemandirian putri kecil kami.Â
Kedua kakaknya mengaku tak pernah membantu Allisa menyelesaikan pekerjaan rumah. Apalagi aku dengan kesibukanku memastikan tersedianya dukungan psikososial bagi para penyintas anak pasca bencana berlanjut memperkuat rintisan Semarak Indonesia Maju di timur Indonesia.
"Hmmm apa ya? Adek sih biasa membuat catatan kecil warna-warni sebelum pulang ke rumah. Alhamdulillah setiap kali ulangan Adek sampai ingat catatan tersebut per halaman. Biasanya catatan Adek dilengkapi lagi saat belajar bersama teman-teman," jawab Allisa sambil mengenang masa-masa indahnya bermain dan belajar bersama teman sekelasnya.
Dialog seperti ini terasa lebih bermakna pada masa pandemik COVID-19 ini karena aku bisa bertanya sambil memeluk tubuh putriku yang sudah tumbuh tinggi ini.Â
Kedua, kolaborasi melengkapi profil Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan.
Sudah 20 tahun lembaga kemanusiaan ini kujaga dan kurawat bersama keluarga, sahabat, dan handai tolan. Sudah banyak yang datang dan pergi. Beberapa di antaranya bertahan dan yang lainnya pergi meninggalkan jejak yang mengharu biru perasaanku.Â
Selama bekerja dari rumah, aku memanfaatkan waktu untuk melengkapi persyaratan sebagai calon Organisasi Penggerak di sela-sela membina lebih dari 10.000 guru dan tenaga kependidikan melalui wa, zoom, webex, youtube, dst. Berulang kali aku mengeluhkan keterbatasan waktu pengisian dan terpaksa diulang karena tak tersimpan.Â
Puncaknya sehari menjelang batas akhir, putri sulungku mulai membuka panduan penyusunan RAB. Tentu saja tak sempat diperiksa bersama karena baru selesai jelang menit terakhir. Dan kami pun terpaksa merelakan tak ada satu pun proposal yang masuk pada 16 April 2020.Â
"Teh, sebenarnya ibu ingin marah karena teteh menunda pengerjaan RAB. Tapi Allah menghibur ibu dengan kehadiran Bu Lastri yang menginisiasi konsolidasi Fasnas SRA di Jabar bersama Satgas SRA yang dibentuk Dinas Pendidikan Jabar. Lalu pada saat koordinasi, ibu menerima telpon tawaran kerja sama. Teteh tahu apa yang ibu syukuri?" Tanyaku sambil memeluk pundaknya.
"Kita punya profil perkumpulan terverifikasi!" Seruku tertahan.Â
"Ayo, Bu. Kita ubah proposalnya agar dapat diajukan ke CSR!" Fitry menanggapi dengan antusias.Â
Ketiga, belajar tawakkal saat asa kandas.
Allah mengulurkan tangan membantu dengan caranya yang indah. Pemberitahuan perpanjangan waktu sampai 30 April kami terima melalui email. Sebelumnya kabar gembira tersebut kami dengar dari kakak angkat jadi-jadian yang bekerja di Kemendikbud.Â
"Jangan kecil hati ya. Insya Allah diperpanjang sampai April. Tapi belum pasti. Tunggu saja. Jangan disebarluaskan, "ujarnya. Ia dan teman-teman baiknya membaca status di facebook yang kupublikasikan semalam. Ungkapan syukur atas terverivikasinya profil Perkumpulan di laman sekolah.penggerak kemdikbud.go.id.
Keempat, tak ada kata kapok untuk berbuat baik. Kata-kata ini dulu kudengar dari bapaknya anak-anak. Kalimat mutiara yang menghiburku saat merasa perih dan lelah menerima berbagai fitnah dan salah paham.
Ternyata, saat mulai meneguhkan hati untuk melengkapi proposal, kami menerima penolakan persyaratan administrasi. Saat yang sama tanda edit proposal pun tak kunjung terbuka. Â Ya Allah, ada apalagi ini? Apa yang sedang Engkau rencanakan kepada kami?
Dan ternyata Allah menuntun kami untuk makin lekat, makin dekat, dan berserah diri kepadanya. Bayangkan saja betapa tak sabarnya aku menunggu jawaban admin terkait penolakan tersebut. Rupanya rencanaku untuk membawa Perkumpulan kembali pada khittahnya bersama delapan anggota lainnya benar-benar harus dilaksanakan.Â
Beberapa tahun terakhir ini aku sempat bimbang, namun akhirnya dengan segala kemudahan yang Allah berikan melalui teman-teman di kementerian dan notariat, akhirnya Perkumpulan resmi kembali ke pengurus lama. Insya Allah jelang ulang tahun ke-21, Perkumpulan KeluargaÂ
Peduli Pendidikan siap untuk menetapkan iuran anggota dan melaksanakan Rapat Anggota pertama kali. Rencananya aku akan mulai berbagi beban operasional dasar Perkumpulan bersama seluruh anggota terutama untuk membayar kewajiban kepada Kantor Akuntan Publik 2017-2019 dan menetapkan iuran anggota berikutnya agar Perkumpulan benar-benar dikelola secara profesional.
Bismillah tawakkaltu alallah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H