Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aksi Baik: Apit Perintis TBM Cipeundeuy Cegah Covid-19

22 April 2020   03:55 Diperbarui: 22 April 2020   11:31 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kita pelan-pelan aja ya, Yan, "jawab Retno.

Beberapa kali kami mampir ke pom bensin. Tak ada yang menjual premium.

Kami menyusuri jalan berhotmix mulus. Retno berhasil menaklukkan beberapa kelokan tajam dan agak menanjak. Saya pun tertidur. Teman saya ini terbiasa menyetir dengan kecepatan sangat rendah. Perjalanan mulai hujan dan berkabut.

Saya terbangun saat mobil mundur dan slip di area yamg gelap. Hati berdebar kencang, apalagi saat melihat sebelah kiri jalan ternyata cukup curam. Waktu pukul 2 dini hari.

Entah bagaimana tiba-tiba ada orangtua renta yang menghampiri dan menemani kami. "Sakedap deui oge aya nu dongkap ngabantos, "kata si aki yang mengaku selalu keliling shalat malam di tajug yang sepi.

Tiba-tiba kami berdua dikejutkan oleh cahaya terang dari ketinggian. Ada truk lewat. Dua orang perempuan cantik berkerudung turun menghampiri kami. Mereka bercerita tentang sopir  yang bersikeras pulang. Rupanya ada yang perlu bantuan. Begitu kata mereka. Keduanya mengaku heran karena tak ada yang berani melewati jalan berkelok menanjak lewat tengah malam. Biasanya jalan licin dan berkabut tebal setelah hujan.  Sopir truk belum berhasil menarik keluar mobil Retno.

Tak lama kemudian datang mobil elf.

"Eh Ibu, naha wayah kieu aya di jalan?" Begitu kata sopir elf sambil menyodorkan tangan menyalami kami. Mang Endi namanya. Ia  mengaku mengenalku saat menjasi penyintas banjir dan membantu tim Sigap KerLiP saat banjir di Baleendah tahun lalu. Mang Endi memacu mobil Retno dengan kecepatan tinggi.

Alhamdulillah mobil bisa keluar dan langsung melaju ke atas.  Saya dan Retno menghampiri dengan nafas terengah-engah.

"Mangga Bu, lalaunan we,  bensinna tos bade seep, masih seueur tanjakan, "kata Mang Endi. Ia turun dan menghampiri mobil elfnya. Kami tak sempat bersalaman lagi.

Tak jauh dari tempat kami berhenti ada pertamini. Saya   mengeluarkan uang selembar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun