Ada sesuatu yang berbeda pada Hari Perempuan Internasional 2020. Ucapan terima kasih dari Menteri Bintang Puspayoga menghiasi hampir semua media sosial yang saya ikuti. Tak mengherankan sih, saya perempuan dan bekerja dengan para pegiat hak atas pendidikan dan perlindungan anak. Keduanya tak pernah bisa dilepaskan dari perempuan. Alih-alih menjadi beban ganda, saya mengajak para perempuan untuk berani dan percaya diri menyertakan para lelaki untuk belajar setara.Berbicara tentang kesetaraan dan tidak bias gender pasti terkait dengan konstruksi budaya. Peningkatan kekerasan terhadap perempuan misalnya, meski sampai lebih dari 700 persen tidak membuat para wakil rakyat kita untuk meloloskan RUU Penghapusan Kejahatan Seksual. Sementara itu RUU Ketahanan Keluarga yang mengindikasikan kuat pada budaya patriarki melenggang aman, bahkan diusung oleh perempuan ahli kesetaraan gender.
Patriaki memang ada, sangat solid dan mengakar dalam budaya kita. Pola tingkah laku budaya yang menindas perempuan secara sistematis, ini sudah berlangsung beribu-ribu tahun. Dalam kehidupan sehari-hari perempuan masih banyak yang mengalami diskriminasi. Bukan hanya di Indonesia. Semua tatanan masyarakat di zaman perbudakan, feodalisme Eropa maupun Asia, dan berbagai bentuk kapitalisme mendoktrin dan menyosialisasikan hal ini, hingga kaum lelaki dan perempuan menerima situasi ini sebagai normal bahkan alamiah.
Sebagai pola budaya yang terlembaga yang sekian lama kita tidak bisa meremehkan dengan mengira patriarki  "hanya" produk dari tatanan masyarakat tertentu. Tatanan masyarakat kita masih merawat, memelihara, mengubah bentuk dan memanfaatkan patriaki. Kita juga harus mengakui bahwa dalam kehidupan umat manusia,  kaum perempuan merasakan penderitaan yang lebih spesifik dan tidak selalu berbentuk ekonomis, tapi ke tubuhnya dan keberadaan dirinya. Mulai di dalam keluarga dimana lelaki menduduki posisi historis sebagai kepala keluarga, perempuan adalah 'warga kelas dua. Siapa warga kelas satu? Ya, lelaki.
Patriaki adalah musuh kemanusiaan. Â Perjuangan membangun peradaban yang betul-betul manusiawi hanya mungkin tercapai jika rakyat bisa berusaha sendiri dan turut menentukan serta menikmati pembangunan tersebut dan bukan ditentukan oleh segolongan kecil yang menguasai produksi melalui anarkisme pasar.
Tantangan berat bagi perempuan, karena harus bangkit melawan sesuatu yang selama ini dirasakan sebagai sesuatu yang lumrah.
Selamat Hari Perempuan Internasional
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H