Dinamika internal Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan sangat menantang. Sebagai salah satu pendiri yang memiliki hak veto, saya baru sekali menggunakannya. Resikonya kehilangan penggerak di Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai kado ulang tahun ke-20 yang paling menyedihkan.Â
Saya memutuskan untuk membina "anak sulung" pergerakan keluarga peduli pendidikan dan mengerahkan semua sumber daya yang saya miliki untuk tumbuh bersama demi kepentingan terbaik anak mulai di desa tertentu. Logo, istilah KerLiP, bahkan penyisihan 1/3 saya serahkan sepenuhnya kepada  Yayasan Sigap Kerlip Indonesia.Â
Ada beberapa penggerak SRA yang bergabung di Perkumpulan yang saya pimpin yang selalu mempertanyakan pengembangan inovasi pendidikan ramah anak yang saya mulai. Kak Linda satu-satunya dari Fasnas SRA yang mau tumbuh bersama memperluas dampak  dari akronim yang saya gunakan untuk mengemas program.  Saya baru sadar setelah bergerak bersamanya jika saya gagal meyakinkan penggerak lainnya untuk tumbuh bersama membangun Perkumpulan jadi organisasi masyarakat sipil yang profesional.Â
Saya mengenal istilah berani gagal pada saat merintis SD Hikmah Teladan di perbatasan kota Bandung dan Cimahi. Saat memutuskan melegalkan Sigap Kerlip Indonesia sendirian dan mengangkat kak Linda sebagai ketua, saya kembali bersiap gagal 20-30 tahun berikutnya. Saya terpikat dengan kebaikan hatinya membina dan menumbuhkan kerelawanan secara partisipatif.
Seiring dengan berjalannya waktu, saya makin yakin tak salah pilih. Loyalitas, semangat, kebaikan, dan kesetiaan Nurlinda yang begitu besar membuat saya memutuskan untuk hijrah ke Sulsel mendukung penuh pelembagaan Yayasan ini.
Kami berdua memutuskan untuk memperkuat komitmen Konsorsium Semarak Indonesia Maju (Sima) membangun SDM di daerah tertinggal  bencana setelah mempertimbangkan banyak hal. Kami akan mulai dari desa-desa rawan stunting, pernikahan usia anak, kekerasan terhadap peeempuan dan anak. Saya teringat penyataan Bung Hatta tentang desa, "Indonesia tidak akan besar karena obor di Jakarta, tapi Indonesia akan bercahaya karena lilin-lilin di desa". Semoga langkah-langkah kecil ini memancatkan Kilau Nusantara di desa-desa tersebut.
Kondisi Sulsel
Menurut Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Sulsel Ashari F Radjamilo, dari total 2.255 desa di Sulsel, baru 6 desa yang masuk dalam kategori mandiri. Sisanya, sebanyak 1.447 desa tergolong tertinggal, bahkan 90 desa masuk kategori sangat tertinggal (https://sulsel.idntimes.com, 11/12/2019)
Sigap Kerlip Indonesia menggerakkan Rumah KerLiP untuk bekerja di Desa Majannang Maros dan Parigi Gowa dengan melaksanakan beberapa kegiatan utama yang menambah Semarak Indonesia Maju terintegrasi dengan pencegahan pernikahan usia anak dan pengurangan risiko bencana di keluarga, pendidikan, dan dasawisma.
Kami berkoordinasi dengan multipihak di Forum Puspa Maros dan Sekolah Sungai Jeneberang di Gowa. Rumah KerLiP fokus menjangkau keluarga pasangan usia subur yang menikah pada usia anak dan menjadi peserta PKH. Kami akan memulai program dengan melaksanakan ORK3STRA di Dasawisma bersama anak-anak rohis SMA, SMK, dan MA serta Guru Agama Islam yang modiis.