"Saya melihat ini kok kayak anak kecil yang sedang ngambek".
Ungkap Ketua Lembaga Anak Indonesia (LPAI) yang akrab disapa Kak Seto seperti diberitakan Kompas.com.
Ia juga menegaskan bahwa  KPAI sudah benar seraya mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 telah tertulis bahwa rokok merupakan zat adiktif yang berbahaya.Â
Saya sepakat dengan Kak Seto yang mempertanyakan soal kesungguhan dari PB Djarum dalam menghasilkan bibit unggul bulutangkis. Kita harus memperkuat KPAI agar menjalankan pengawasan terkait penegakan perlindungan anak Indonesia dalam semua aspek kehidupan.
Ngambeknya PB Djarum bisa menjadi momentum bagi para pegiat hak untuk memastikan industri-industri rokok mau patuh terhadap konvensi pengendalian tembakau.
"USA melarang iklan Rokok, minuman Alkohol juga nggak boleh untuk sponsor olahraganya, nah disini siapa yang mau keluar duit".
"Jangan lupa dibalik semua ini dituduh ada perang dagamg antara produsen rokok dg industri farmasi nah lo.
Sekarang yg mencuat jarum. Simak dg teliti' industri2 rokok di Indonesia' siapa yg punya?
Jangan seperti ungkapan orang "die nyang kaya, kite yang mati" ......
Indonesia sudah menjadi asbak dunia".
Komentar-komentar di atas seyogyanya menjadi perhatian kita bersama. Tentu sambil menyimak berbagai isu terkait donor driven agenda yang mengemuka seiring dengan pernyataan PB Djarum untuk menghentikan audisi2020. Â
Pada saat yang sama Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, menegaskan bahwa KPAI Â tidak berniat meminta penghentian audisi bulu tangkis untuk anak-anak yang diinisiasi PB Djarum. Â
KPAI justru mendukung audisi dan pengembangan bakat serta minat anak  termasuk di bidang bulu tangkis.  Namun, penyelenggaraan audisi tidak boleh menggunakan nama merek, logo, dan gambar produk tembakau yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 seperti yang diberitakan.