Mohon tunggu...
Yanti Sriyulianti
Yanti Sriyulianti Mohon Tunggu... Relawan - Berbagilah Maka Kamu Abadi

Ibu dari 3 anak yang sudah beranjak dewasa, aktif menggiatkan kampanye dan advokasi Hak Atas Pendidikan dan Perlindungan Anak bersama Sigap Kerlip Indonesia, Gerakan Indonesia Pintar, Fasilitator Nasional Sekolah Ramah Anak, Kultur Metamorfosa, Sandi KerLiP Institute, Rumah KerLiP, dan Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan di Indonesia sejak 1999. Senang berjejaring di KPB, Planas PRB, Seknas SPAB, Sejajar, dan Semarak Indonesia Maju. Senang mengobrol dan menulis bersama perempuan tangguh di OPEreT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Jokowi, Selamatkan Perempuan dan Anak Kita

4 September 2019   21:23 Diperbarui: 4 September 2019   23:16 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indeks kesenjangan gender kita nomor 10 di ASEAN dan peringkat 84 secara global pada  2018, yakni sebesar 0,691 dari 1.00, jauh di bawah Filipina 0,750 yang menempati peringkat 10 global.

Infografis ini dari https://katadata.co.id pada 6/7/2018 pkl 17.07 WIB

Di tengah situasi ini, Kementerian Pemberdayaan dan Perempuan Anak (KPPPA) justru memangkas anggaran sampai 49%. 

Pada saat yang bersamaan Kementeeian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama belum juga menerbitkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria yang menegaskan bahwa Sekolah atau Madrasah Ramah Anak adalah rumah besar pemenuhan hak san perlindungan anak di satuan pendidikan dari berbagai hal yang mengancam kelangsungan hidup dan timbuh kembangnya.

Mau dibawa kemana perempuan dan anak kita pada saat pembangunan SDM akan menjadi prioritas bangsa Indonesia 5 tahun ke depan ketika sosialisasi dan advokasi dari KPPPA melemah bahkan akan makin sirna karena tak ada kementerian yang secara eksplisit menjalankannya.

Konstruksi budaya kita yang masih patriarkis menjadi alasan utama melebarnya kesenjangan gender. Namun jika alasan yang sama digunakan untuk mengubah KPPPA menjadi Kementerian Ketahanan Keluarga sebagaimana diberitakan binis.com, maka ini sesat pikir.

Mengapa demikian?

Maraknya pemberitaan terkait tindak pidana di keluarga, kekerasan, dan perilaku salah terhadap anak di keluarga seharusnya menjadi alasan kuat bagi Pemerintah dan DPR untuk mengalokasikan anggaran yang memadai agar sistem perlindungan perempuan dan anak benar-benar mengakar. Penelitian menunjukkan perlu dua abad untuk menghapus kesenjangan gender.

Alih-alih meningkatkan anggaran KPPPA 2019, Pemerintah dan DPR justru memangkasnya hampir setengah dari anggaran 2018. Bahkan muncul usulan perubahan KPPPA menjadi Kementerian Ketahanan Keluarga dari menteri dan anggota DPR. Ini mengandaskan perjuangan panjang para perempuan dan pegiat hak anak melalui KPPPA .

Pak Jokowi tolong selamatkan Perempuan dan Anak Bangsa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun