Berdiri di hadapanku dua perempuan Papua menunggu kereta jurusan Bogor. Dari belakang terlihat seperti kakak adik. "Saya mau ke UP, Bu, "sahut yang muda sambil tersenyum manis menjawab pertanyaanku. Matanya menyipit sejenak. Anak-anak rambut di pelipisnya melingkar menambah kecantikan parasnya.Â
"Perkenalkan, Bu, ini mamak saya. Ia datang dari Timika untuk mengantar saya mencari perguruan tinggi di Jakarta,"imbuhnya melihat mata saya beralih kepada perempuan di sebelahnya.
"Wah, benar-benar seperti kakak adik. Selamat datang di Jakarta, Mamak. Semoga Allah senantiasa melindungi  Mamak sekeluarga dan saudara-saudara Papua kita di mana pun berada, "aku berkata sambil bersalaman. Kami pun memulai perjumpaan dengan obrolan ringan.
Ini pertama kalinya aku naik kereta api dari stasiun Cikini. Kursi-kursi panjang masih berderet kosong. Aku memilih duduk di kursi sebelah kanan. Kedua perempuan Papua itu ternyata duduk agak jauh di seberang kiri saya.
Di Toraja Utara & Tana Toraja saya ketemu teman-teman Papua, di Palopo juga. Apapun yg mereka pikirkan saya cuma bilang "Saya ada untuk kamu".
Sore ini saya  mau ketemu dengan sebagian dari mereka di Makasar
Sudah ada permintaan untuk tidak mau photo bersama diviralkan, saya pun ikuti saja dengan ngga maksa photo  bersama mereka.
Saya hanya berusaha mendatangi, menyapa & kalau bisa memeluk, ketika mereka akhirnya nyaman & merespon dengan senyum itu sudah cukup untuk saya.
Saya ga bicara soal bendera, saya ga bicara apapun kecuali berusaha mendengar dg seksama untuk kemarahan, kegelisahan bahkan kebingungan mereka. .... biarlah kita beri waktu merrka berproses sendiri
Yang pasti, usai dialog walau sebentar, mereka yang bahkan balik memeluk erat kita, mengucap terima kasih.
Mereka ada dalam banyak tekanan. Kita hrs bersabar, jaga lisan kita, sambut saja mereka dg hangat. Karena cuma itu yg mereka perlukan dr kita, bersilaturrahmi aja sebisa mungkin, krn dg perjumpaan kita bisa berikan energi persahabatan kemanusiaan kita.
Lakukan secepatnya dg siapapun sahabat kita dr Papua.
Foto 1. Bersama Mbak Nia, Christine Hakim dan.para pegiat deradikalisasi dari KAPT
Pesan Mbak Nia di wag MPI dan FGD deradikalisasi seolah menyuarakan jeritan hati saya. Ia mengajak perempuan-perempuan aleg dan para pegiat kemanusiaan anggota wag MPI segera melakukan sesuatu. Untuk saudara-saudara kita. Papua adalah kita.
Sebanyak 1.693 anak-anak Papua mengikuti program pendidikan layanan khusus yang disebut ADEM atau Afirmasi Pendidikan Menengah sejak 2013 hingga 2017. Bu Nia Kurniati dan saya pernah diundang Direktorat Pembinaan PKLK untuk memfasilitasi peserta Kawah Kepemimpinan Pelajar khusus untuk 60 peserta didik  ADEM Papua,
"Saya masih ingat betul tekad anak-anak ADEM Papua untuk membangun wilayahnya setelah lulus sarjana. Kita sampai tak kuasa menahan tangis, haru, bangga, dan bahagia  menyimak papan mimpi anak-anak Papua dalam pelatihan tersebut, "ujar bu Nia.Â
Tentu saja saat ini 60 anak tersebut kini sudah lulus. Pada 2017 tercatat 350 anak Papua mengikuti ADEM di sekolah-sekolah unggulan yang berada di Bali, Yogyakarta, DKI, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Sebanyak 777 peserta didik asli Papua dinyatakan lulus menjadi peserta Afirmasi Pendidikan Tinggi atau ADIK pada Juli 2019. Mereka terdiri dari 488 peserta regular dari Kabupaten/Kota yang tamat di Papua dan 289 peserta didik ADEM Â di Jawa dan Bali.Â
ADEM dan ADIK adalah program pendidikan layanan khusus yang disediakan oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka afirmasi pendidikan. Saat ini pendidikan layanan khusus kembali terintegrasi di setiap direktorat. Aku turut menyusun standar pendidikan layanan khusus dan menerima sertifikat penghargaan sebagai pakar dari  Badan Standar Nasional Pendidikan atau BSNP. Penuh harap semoga praktik-praktik yang sudah baik terus berlanjut demi kepentingan terbaik anak bangsa.
Perjumpaan dengan gadis Papua calon mahasiswa UP terasa sangat mengesankan di tengah hiruk pikuk suasana di Papua. Gadis Papua itu tak henti berceloteh tentang Jakarta dan mengapa Presiden Jokowi memindahkan ibukota Negara ke Kalimantan Timur kepada Mamaknya. Mungkin ia tak tahu kejadian di tanah kelahirannya.
Anak-anak, remaja, dan kawula muda Papua banyak yang belajar di perantauan. Kita hanya  perlu mempersering perjumpaan, memeluk,  dan merangkul mereka dan membisikkan "saya ada untuk kamu", seperti saran Mbak Nia ANBTI.
Damai Papua Damai Negeriku!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H