Melegakan karena ikhtiar dengan transparan tanpa amplop yang harus disisipkan di tempat rahasia.. tanpa akal-akalan menambah kursi.. semoga jadi amal kebaikan untuk yang memperjuangkannya. aamiin (teh Ella Udi)
"Saat ini saya seperti jatuh tertimpa tangga pula, Bu" kata bu Ita sambil menatapku. Lirih namun sanggup membuat ibu-ibu lainnya terdiam. " Perjuangan saya melawan KDRT di pengadilan baru dimulai tapi anak saya juga memerlukan dukungan untuk bisa bersekolah,"imbuhnya lagi.
Kemudian Bu Ita menceritakan pengalaman hidupnya. Menarik ketika ia menceritakan bahwa masalah-masalah yang dihadapinya justru membuatnya tertarik untuk berbagi. Rumah kecil yang dimilikinya sudah lama dijadikan tempat anak-anak dan ibu-ibu di sekeliling tempat tinggalnya belajar bersama. Tidak sedikit orang yang menyarankannya untuk membuat yayasan. Bu Ita hanya ingin bekerja dan bermanfaat bagi banyak orang.
"Mamah Syahna ini berhasil menghantarkan putri sulungnya masuk ke SMAN 1 dengan perjuangan yang luar biasa. Ayo Bu ceritakan kepada ibu-ibu yang luar biasa ini!" Â kataku didepan puluhan ibu-ibu dan beberapa bapak yang berkerumun di depan pintu masuk DPKB.
"Saya mengenal ibu Yanti dan KerLiP saat putri kami diundang ke Cafe Ilmu GeMBIRA di Dago Car Free Day untuk membuka Posko Sahabat Anak.  Saat  menemui bu Yanti di Kanayakan karena mencari informasi mengenai scoring untuk penghargaan-penghargaan yang diterima putri saya. Kami berencana memilih jalur prestasi. Rupanya bu Yanti sedang mengurus kelulusan putrinya di SDN Coblong 4.  Saya memutuskan pergi dulu dan kembali siang hari. Alhamdulillah, ternyata KerLiP membuka pengaduan untuk klarifikasi nilai Ujian Sekolah dan Ujian Nasional. Saya pun akhirnya mengisi 2 lembar formulir pengaduan yang disediakan KerLiP dan memberikan portofolio Syahna sebagai bukti. Kemitraan khas KerLiP dengan Dinas Pendidikan Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat membantu proses klarifikasi. Saya diminta bu Yanti untuk menjadi mediator aktif antara petugas UN dari SMPN 7 Bandung tempat putri kami belajar dengan Dinas Pendidikan Provinsi. ALhamdulillah ratusan anak dari berbagai SMP dan MTs akhirnya mendapatkan keadilan. Hasil koreksi nilai UN Bahasa Indonesia mereka sangat membantu dalam menentukan sekolah pilihan pertama. Saya juga diajak bu Yanti untuk membantu mendokumentasikan proses pengaduan di DPKB."Mamah Syahna menjelaskan sambil menunjukkan beberapa formulir pengaduan dari orangtua peserta didik di SMPN 7.
Kerumunan pun berubah menjadi penerimaan curhat.  Ibu Tika  Ibu Rahmi,  Ibu  Lia, dan Bapak-Bapak bersahutan menyampaikan kronologis perjuangan mereka dalam PPDB2014 ini. Mamah Syahna pun berinisiatif menyediakan buku agendanya untuk daftar absen lengkap dengan email dan nomor kontak masing-masing.
Pak Dedy, kakek dari Ajeng berinisiatif mengumpulkan sumbangan Rp 1.000 untuk biaya operasional selama proses pengaduan ini berjalan. Berkali-kali terdengar kata-kata saling menyemangati dari para orangtua ini.
Berhasil
Saya sedang berbicara dengan Mamah Syahna saat bu Tika datang  menghampiri dan memeluk hangat. Pertemuan perdana  kami di DPKB dan obrolan intensif di whatsapp mendekatkan kami satu sama lain.  Peraturan Walikota Bandung tentang PPDB 2014 menentukan kuota 10% bagi peserta didik dari luar kota Bandung. Bu Tika yang tinggal di Pasir Leutik Cimenyan terkena dampaknya. Namun, Bu Tika tetap gigih memperjuangkan agar anaknya bisa diterima di sekolah negeri dekat rumah.
Perjuangan yang tidak sia-sia. Â Bu Tika menangis tersedu, saat Pak Dedi, koordinator Tim Pengaduan menyampaikan fatwa Pak Walikota bahwa kursi yang tersedia di sekolah yang belum memenuhi kuota hanya untuk peserta didik dari kota Bandung.Bu Tika sangat beruntung karena teman-teman seperjuangannya menyuarakan dengan lantang kekhususan bagi Bu Tika. Alhamdulillah, Bu Tika berhasil mendapatkan 'afirmasi" atas dukungan teman-teman seperjuangannya.