Mohon tunggu...
Fatmah Afrianty Gobel
Fatmah Afrianty Gobel Mohon Tunggu... profesional -

Seorang pendidik, peneliti, pengajar dan sekaligus ibu dari tiga anak. Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Staf Pengajar FKM Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. Diluar kampus, tercatat sebagai Pengurus Nahdatul Ulama, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sul-Sel dan pendiri Center for Policy Analysis (CEPSIS) Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Kebijakan Pembiayaan Kesehatan

16 Oktober 2011   00:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:54 11668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama tiga hari pada akhir bulan September 2011 lalu, para peneliti kebijakan kesehatan dan pengambil kebijakan kesehatan seluruh Indonesia berkumpul di Makassar. Pertemuan rutin tahunan kali ini membahas berbagai penelitian kebijakan kesehatan terkini di Indonesia dengan fokus utama pada pelaksanaan kebijakan pembiayaan kesehatan yakni Jampersal dan BOK.

Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) diluncurkan pada tahun 2010 untuk puskesmas dan jaringannya. Selama berjalan dua tahun, BOK diragukan efektifitasnya dan keberlanjutannya karena menggunakanistilah “bantuan”. Bisa jadi pada masa datang, dana BOK sebagai dana Tugas Pembantuan (TP) untuk kesehatan dialihkan ke Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Tugas Pembantuan (TP) biasanya bersifat dana pelimpahan wewenang pusat ke propinsi untuk didistribusikan pada level pemerintahan lebih rendah. Kalau demikian, mengapa dana BOK tidak langsung menjadi DAK? Apakah ada motif lain dibalik peluncuran skema dana BOK agar lebih popular seperti halnya dana BOS untuk sektor pendidikan?

Selain itu, ada empat kegiatan penunjang lain yang tidak kalah pentingnya dilakukan selama tiga hari yakni mendiskusikan perkembangan keberpihakan dan ideologi kebijakan kesehatan di Indonesia; melakukan diskusi antara peneliti dan penetap keputusan (policy makers) tentang pertimbangan dalam memutuskan suatu kebijakan dan bagaimana memutuskan kebijakan tersebut; mendiskusikan metode penelitian di bidang kebijakan kesehatan, teknik penyampaian penelitian kebijakan, dan aspek etika publikasi hasil penelitian kebijakan kesehatan; sertamengembangkan jaringan kebijakan kesehatan di Indonesia.

Pembiayaan Kesehatan

Pengertian biaya kesehatan adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan berbagai upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat (Azrul A, 1996). Dari defenisi di atas, ada dua pihak yang terlibat yakni penyelenggara pelayanan kesehatan (provider) dan pemakai jasa pelayanan kesehatan. Bagi penyelenggara, terkait besarnya dana untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang berupa dana investasi serta dana operasional, sedangkan bagi pemakai jasa layanan berhubungan dengan besarnya dana yang dikeluarkan untuk dapat memanfaatkan suatu upaya kesehatan.

Pembiayaankesehatan suatu negara mempertimbangkan adanya sektor swasta selain pemerintah sebagai penyelenggaraan layanan kesehatan. Total biaya dari sisi pemerintah dihitung dari besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemerintah (expence) untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan, bukan berdasarkan besarnya dana yang dikeluarkan oleh pemakai jasa (income pemerintah). Jadi total biaya kesehatan adalah penjumlahan biaya dari sektor pemerintah dengan besarnya dana yang dikeluarkan pemakai jasa pelayanan untuk sektor swasta.

Secara umum biaya kesehatan dibedakan atas biayapelayanan kedokteran dan biaya pelayanan kesehatan masyarakat. Biaya pelayanan kedokteran adalah biaya untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan kedokteran dengan tujuan utama lebih ke arah pengobatan dan pemulihan (aspek kuratif-rehabilitatif) dengan sumber dana dari sektor pemerintah maupun swasta. Sementara biaya pelayanan kesehatan masyarakat adalah biaya untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat dengan tujuan utama lebih ke arah peningkatan kesehatan dan pencegahan (aspek preventif-promotif) dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah. Sumber pembiayaan dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (propinsi dan kabupaten/kota) berasal dari pajak (umum dan penjualan), deficit financial (pinjaman luar negeri) serta asuransi sosial. Sedang pembiayaan dari sector swasta bersumber dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga serta communan self help.

Setidaknya ada empat skema pengembangan jaminan kesehatan yakni : pertama, jaminan kesehatan penerima bantuaniuran (PBI) dalam SJSN; kedua, pengembangan Jaminan Kesehatan (JK) non PBI sebagai bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN); ketiga, pengembanganjaminan kesehatan berbasis sukarela seperti asuransi kesehatan komersial atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) sukarela; keempat, pengembangan jaminan kesehatan sektor informal seperti jaminan kesehatan mikro/microfinancing (dana sehat) dan dana sosial masyarakat.

Dari berbagai pengalaman diberbagai negara, ada tiga model sistem pembiayaan kesehatan bagi rakyatnya yang diberlakukan secara nasional yakni model asuransi kesehatan sosial (Social Health Insurance), model asuransi kesehatan komersial (Commercial/Private Health Insurance), dan model NHS (National Health Services). Model Social Health Insurance berkembang di beberapa Negara Eropa sejak Jerman dibawah Bismarck pada tahun 1882 kemudian ke Negara-negara Asia lainnya yakni Philipina, Korea, Taiwan. Kelebihan sistem ini memungkinkan cakupan 100 persen penduduk dan relatif rendahnya peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

Sedangkan model Commercial/Private Health Insurance berkembang di AS. Sistem ini gagal mencapai cakupan 100% penduduk sehingga Bank Dunia merekomendasikan pengembangan model Regulated Health Insurance. Amerika Serikat adalah negara dengan pengeluaran untuk kesehatannya paling tinggi (13,7% GNP) pada tahun 1997 sementara Jepang hanya 7% GNP tetapi derajat kesehatan lebih tinggi Jepang. Indikator umur harapan hidup didapatkan untuk laki-laki 73,8 tahun dan wanita 79,7 tahun di Amerika Serikat sedang di Jepang umur harapan hidup laki-laki 77,6 tahun dan wanita 84,3 tahun. Terakhir model National Health Services dirintis pemerintah Inggris sejak usai perang dunia kedua. Model ini juga membuka peluang cakupan 100% penduduk, namun pembiayaan kesehatan yang dijamin melalui anggaran pemerintah akan menjadi beban yang berat.

Kondisi Indonesia

Jaminan kesehatan sebagai amanah UU SJSN sebagai solusi untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan yang semakin meningkat. Pengembangan jaminan untuk meniadakan hambatan pembiayaan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan terutama kelompok miskin dan rentan. Solusi masalah pembiayaan kesehatan mengarah pada peningkatan pendanaan kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. Peningkatan biaya pemeliharaan kesehatan menyulitkan akses sebagian besar masyarakat dalam memenuhi layanan kesehatan. Banyak faktor penyebab meningkatkannya pembiayaan kesehatan seperti penggunaan teknologi kesehatan yang semakin canggih, inflasi, pola penyakit kronik dan degeneratif, dan sebagainya sementara kemampuan penyediaan dana pemerintah maupun masyarakat sangat terbatas.

Arah pencapaian kepesertaan semesta (Universal Coverage) Jaminan Kesehatan pada akhir 2014  telah ditetapkan menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN). Pada RPJMN yang ditetapkan tahun 2010 itu pemerintah telah membuat kebijakan pembiayaan kesehatan terkait target Universal Coverage2014 ketika 100 persen penduduk terjamin. Salah satu elemen target Universal Coverage, yaitu Jampersal (jaminan kesehatan persalinan). Meski penerapan UU No 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) masih belum maksimal diimplementasikan, target tersebut perlu didukung sebagai political will pemerintah dalam menjamin pemenuhan kesehatan masyarakat. Realitas yang ada, baru sekitar 50 persen penduduk yang terjamin asuransi kesehatan atau skema jaminan kesehatan lainnya dan sebagian besar (sekitar 75 persen) dijamin melalui anggaran pemerintah bagi warga miskin.

Anggaran kesehatan Indonesia relatif sangat kecil yakni hanya 1.7 persen dari total belanja pemerintah, baik melalui APBN maupun APBD (Propinsi dan Kabupaten Kota). Padahal UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan mengatur besarananggaran kesehatan pusat adalah 5 persen dari APBN di luar gaji, sedangkan APBD Propinsi dan Kab/Kota 10 persen di luar gaji, dengan peruntukannya 2/3 untuk pelayanan publik. Meski terlihat kecil, justru ditemukan masih ada sisa anggaran yang tidak terserap di kementrian kesehatan. Kenyataan tersebut mengundang pertanyaan: apakah anggaran kesehatan sudah cukup atau masih kurang?

Masalah efektif dan efisien dari pembiayaan kesehatan adalah hal yang paling penting. Suatu kebijakan pembiayaan kesehatan yang efektif dan efesien, apabila jumlahnya mencukupi untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dengan penyebaran dana sesuai kebutuhan serta pemanfaatan yang diatur secara seksama sehingga tidak terjadi peningkatan biaya yang berlebihan. Dengan demikian, aspek ekonomi dan sosial dari kebijakan pembiayaan kesehatan dapat berdaya guna dan berhasil guna bagi seluruh masyarakat yang membutuhkannya. Tulisan ini bisa juga dilihat pada blog pribadi: http://yantigobel.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun