Mohon tunggu...
Fatmah Afrianty Gobel
Fatmah Afrianty Gobel Mohon Tunggu... profesional -

Seorang pendidik, peneliti, pengajar dan sekaligus ibu dari tiga anak. Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Staf Pengajar FKM Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. Diluar kampus, tercatat sebagai Pengurus Nahdatul Ulama, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sul-Sel dan pendiri Center for Policy Analysis (CEPSIS) Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Epidemi HIV/AIDS di Sulawesi Selatan

5 Desember 2011   12:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:48 2568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penyakit HIV/AIDS tergolong new emerging diseases dan telah menyerang hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Indonesia telah digolongkan sebagai negara dengan tingkat epidemi yang terkonsentrasi (concentrated level epidemic). Tingkat epidemi menunjukkan tingkat perilaku beresiko cukup aktif menularkan di dalam suatu sub populasi tertentu. Misalnya konsentrasi HIV pada kelompok penjaja seks, pada laki-laki 'hidung belang'. dan pada para penyalahguna NAPZA, ada prevalensi lebih dari 5% pada sub populasi tersebut.

Dalam epidemi HIV secara statistik masa AIDS terjadi antara 5 - 15 tahun setelah tertular HIV. Gejala-gejala penyakit terkait AIDS seperti diare, sariawan, jaum, TB, dan sebagainya pada mereka yang tertular HIV di bawah lima tahun. Cara penularan HIV/AIDS yang menonjol adalah melalui hubungan seks (heteroseksual), melalui hubungan homoseksual dan penyalahgunaan NAPZA melalui jarum suntik (IDU = Intravena Drug Use).

Data Depkes, rate kasus AIDS Nasional sampai dengan Maret 2011 adalah 10,62 per 100.000 penduduk (berdasarkan data BPS 2009, jumlah penduduk Indonesia 230.632.700 jiwa). Rate kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan dari provinsi Papua (16,6 kali rate nasional), Bali (4,7 kali rate nasional), DKI Jakarta (4,3 kali rate nasional), Kep. Riau (2,4 kali rate nasional), Kalimantan Barat (2,3 kali rate nasional), Dl Yogyakarta (1,5 kali rate nasional), Maluku (1,4 kali rate nasional), dan Bangka Belitung (1,1 kali rate nasional). Proporsi infeksi oportunistik yang terbanyak adalah TBC (11.915 kasus), diare kronis (7.254 kasus), kandidiasis oro-faringenal (7.098 kasus), dermatitis generalisata (1.767 kasus), dan limfadenopati generalist persisten (795 kasus).

Secara kumulatif, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sejak 1978 sampai Maret 2011 sebanyak 24.482 kasus tersebar di 300 kab/kota di 32 provinsi. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,3%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,5%). Dari jumlah itu, 4.602 kasus atau 18,8 % diantaranya meninggal dunia. Sementara kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta (3.995), Jawa Timur (3.775), Jawa Barat (3.728), Papua (3.712), Bali (1.747), Kalimantan Barat (1.125), Jawa Tengah (1.030), Sulawesi Selatan (591), Sumatera Utara (507), dan DIY (505). Cara penularan kasus AIDS terbanyak melalui heteroseksual (53,1%), disusul IDU (37,9%), LSL (3,0%), perinatal (2,6%), transfusi darah (0,2%) dan tidak diketahui (3,2%) (depkes.go.id).

Kasus Sulawesi Selatan

Di Kawasan Timur Indonesia, Sulawesi Selatan adalah provinsi terbesar kedua setelah Papua dalam hal tingkat pandemi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Semua wilayah kabupaten/kota didalam wilayah propinsi Sulawesi Selatan telah ditemukan kasus HIV/AIDS. Tiga diantaranya yang tertinggi adalah Makassar, Parepare, dan Bulukumba. Bahkan, Kota Makassar disebut masuk peringkat tiga kota penderita HIV/AIDS tertinggi di Indonesia, setelah Jayapura dan Jakarta. Rata-rata penderita berada pada usia produktif berstatus anak sekolah, mahasiswa dan pekerja dengan perkiraan mencapai 7.500-8.000 kasus. Kota Makassar menjadi salah satu kota di Indonesia dengan peningkatan cepat jumlah yang terinfeksi HIV dan AIDS pada tahun 2010, yaitu 3.058 orang dengan sebaran 2.390 HIV dan 668 AIDS.

Prof Dr. Alimin Maidin, pakar kesehatan masyarakat dari UNHAS dan mantan konsultan KPA Sulsel menyebutkan masyarakat Sulawesi Selatan memang sangat berpotensi terinfeksi HIV/AIDS, utamanya masyarakat yang sering melakukan transaksi seksual. Dalam satu malam, terjadi lebih dari sepuluh ribu transaksi seks dari perhitungan dari total perempuan pekerja seks di Sulsel yang mencapai 3000 orang, ketika mereka melayani tiga sampai empat orang dalam satu malam. Ketika kasus HIV/AIDS pertama kali ditemukan tahun 1997 lalu, saat itu baru terdapat empat orang yang positif terjangkit virus HIV/IDS. Hanya dalam 10 tahun, angkanya menembus lebih dari 2000 orang. Pertambahan kasus HIV/AIDS di Sulsel seperti efek gunung es. Artinya, jika ditemukan 10 orang maka ada kelipatan 10 atau 100 orang lagi yang belum terdeteksi (Vivanews, 30/1/2009).

Penyebaran kasus HIV/AIDS mulai menyasar penduduk diluar Kota Makassar. Kota Parepare merupakan daerah yang memiliki penduduk terbesar yang warganya terjangkit HIV/AIDS mencapai 121 orang yang dideteksi terjangkit HIV/AIDS. Kabupaten Bulukumba yang terkenal dengan perda syariat Islamnya sebanyak 88 orang hingga Mei 2011, disusul Gowa dengan jumlah penderita mencapai 81 orang. Luwu Utara merupakan daerah dengan jumlah penderita terkecil sebanyak dua orang (Fajar, 26/6/2011).

Kasus Kabupaten Bulukumba dengan Perda Syariat Islam rupanya tidak mampu membendung penyebaran HIV/AIDS. Data terlapor tahun 2011 menunjukkan trend peningkatan dengan jumlah penderita mencapai 88 orang dengan potensi penularan hingga 1.408 orang. Mayoritas penderita HIV/AIDS adalah anak usia remaja yakni antara 20 hingga 30 tahun. Jumlah penderita HIV/AIDS di Bulukumba berbanding lurus dengan tindakan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya (satuportal.net).

Namun, suatu kondisi kontradiktif terjadi ketika Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menerima penghargaan atas komitmennya dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS. Sulsel menerima penghargaan tersebut berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan penanggulangan selama Juli hingga Desember 2010 dengan 10 indikator. Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Sulsel kemudian ditetapkan berada pada peringkat kedua terbaik secara nasional, sementara Pemprov Sulsel juga dinilai sangat peduli terhadap upaya pemberdayaan yang dilakukan pemerintah kabupaten dan kota untuk mendukung program penanggulangan penyakit mematikan ini. Biro Bina Napza dan HIV/AIDS Pemprov serta KPA Sulsel dinilai aktif memberikan bimbingan, arahan dan petunjuk inovatif tentang langkah dan upaya penanggulangan HIV/AIDS (Antaranews).

Kebijakan Penanggulangan

Kebijakan penanggulangan penyakit menular seksual termasuk HIV AIDS melalui penyuluhan langsung kepada kelompok sasaran dengan sero survei terhadap kelompok resiko tinggi dan rendah. Hingga Desember 2003, kegiatan Sero Survei menghasilkan pemeriksaan sampel ditemukan STS positif sebanyak 51 sampel dan HIV positif 18 sampel sehingga jumlah kasus HIV positif. Sementara hingga Desember 2004, ditemukan positif HIV sebanyak 84 sampel dari hasil pemeriksaan sampel sero survey di seluruh kab./kota se Sulawesi Selatan.

Kemudian hingga Desember 2005, jumlah kumulatif pengidap HIV dan penderita AIDS sebanyak 398 kasus HIV+ dan 148 kasus AIDS. Sementara hingga bulan Desember 2006 tercatat 279 penderita AIDS dan 915 pengidap HIV. Berdasarkan hasil sero survei ditemukan pengidap HIV 151 orang (7,57%) dan Sifilis 85 orang (4,26%) dari total sampel (1.995 orang) yang terdiri dari ABK, Napi, PSK, Pramupijat, Pramuria, Sopir dan pengunjung. Jumlah terbanyak ditemukan pada jenis kelamin laki-laki dengan kelompok umur 20-29 tahun dan 30-39 tahun. Jumlah penderita HIV meningkat sebanyak 1.065, sementara penderita AIDS menurun menjadi 68 orang pada tahun 2007.

Dinas kesehatan provinsi Sulsel menyebutkan data penderita HIV/AIDS per Agustus 2006 di Sulawesi Selatan telah mencapai 997 kasus. Selama tahun 2005-2006, tujuh ibu hamil di Makasar, Sulawesi Selatan, terinfeksi HIV/AIDS. Pada tahun sebelumnya (2005) jumlah penderita 392 orang yakni 147 AIDS dan 245 HIV. Total pengidap sudah termasuk kasus HIV/AIDS pada ibu rumah tangga, ibu hamil, dan anak-anak. Jumlah penderita berdasarkan golongan usia yakni kurang 1 tahun sebanyak 1 orang, 1-4 tahun sebanyak 2 orang, 5-13 tahun sebanyak 3 orang, 14-19 tahun sebanyak 61 orang, 20-29 tahun sejumlah 503 orang, 30-39 orang sejumlah 173 orang, 40-49 tahun sejumlah 37 orang, 50-59 tahun sejumlah 7 orang, dan sisanya 210 orang usianya tidak diketahui. Jika digolongkan berdasarkan faktor resiko yakni homo/biseksual 65 orang, heteroseksual 190 orang, IDU's 521 orang, transmisi perinatal 7 orang, darah donor terinfeksi 210 orang,dan satu orang tidak diketahui.

Pada tahun 2009, terjadi perbedaan data terlapor antara data Bidang P2PL Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan dengan data profil kesehatan kabupaten/kota. Dalam laporan tahunan Bidang P2PL Dinkes Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009 tercatat kasus HIV (410 kasus) dan AIDS (118 kasus), sementara data profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2009 tertulis penderita HIV/AIDS sebanyak 554 kasus. Antara tahun 2006-2009, menunjukkan grafik naik turun pada kasus HIV/AIDS.

Data tahun 2010, terjadi peningkatan kasus HIV/AIDS menjadi 3.918 penderita di Sulawesi Selatan. Dari 3.684 kasus yang muncul di daerah Sulsel selama 2010, 2.762 penderita di antaranya dinyatakan positif HIV dan 922 lainnya menderita AIDS. Penyebab utama tingginya kasus HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas. Data Biro Napza dan HIV/AIDS Sulsel, hubungan seksual dengan persentase mencapai 60 persen lebih. Sementara data tahun 2009, penyebaran HIV/AIDS disebabkan oleh jarum suntik dan narkorba sebesar 58,6 persen dengan 2.400 penderitas. Ada kemungkinan pada tahun 2009 banyak pengguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan berbahaya) yang mengikuti rehabilitasi sehingga mereka wajib menjalani tes HIV, sedangkan tahun 2010 kemungkinan pengguna narkoba tidak banyak yang masuk ke rehabilitasi. Sebaliknya, pada tahun 2010 penduduk yang tertular melalui hubungan seksual mulai mendatangi puskesmas, rumah sakit atau klinik VCT dengan berbagai alasan, termasuk karena sakit dan hasil dari kegiatan penyuluhan dan penjangkauan. Antara tahun 2009 hingga September 2010 terjadi peningkatan sebesar 39,21 persen dari 3.105 orang menjadi 3.684.

Jumlah kumulatif dari tahun 2004 hingga 2010 sebanyak 3.781 kasus. Dari segi jenis kelamin, jumlah tersebut terdeteksi pada laki-laki sebesar 65,82 persen dan 34,18 persen pada perempuan. Data tersebut menunjukkan mata rantai penyebaran HIVdi Sulsel sangat potensial penyebarannya karena banyak laki-laki yang mengidap HIV. Laki-laki berpotensi menularkan HIV kepada istri, pasangan seks lain, atau pekerja seks komersial (PSK) langsung dan PSK tidak langsung.

Peningkatan angka dan kasus HIV/AIDS di Sulsel karena kebijakan publik berupa perda-perda AIDS di Sulsel tidak menawarkan cara-cara konkret untuk menanggulangi HIV/AIDS. Setidaknya ada dua kabupaten telah memiliki perda AIDS yakni Kab Bulukumba dan Kab Luwu Timur, selain Perda AIDS Provinsi Sulsel. Padahal motif pembuatan Perda AIDS sebagai payung hukum dalam penanggulangan penyakit HIV/AIDS di daerah. Karena ketiadaan cara-cara yang konkret pemkab/pemkot dan pemprov Sulsel, maka penyebaran HIV akan terus terjadi. Tidak tertutup kemungkinan, akan terjadi "Ledakan Kasus AIDS" di Sulsel pada masa datang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun