Mohon tunggu...
Fatmah Afrianty Gobel
Fatmah Afrianty Gobel Mohon Tunggu... profesional -

Seorang pendidik, peneliti, pengajar dan sekaligus ibu dari tiga anak. Mahasiswa Program Pascasarjana Program Studi S3 Ilmu Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya, Staf Pengajar FKM Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar. Diluar kampus, tercatat sebagai Pengurus Nahdatul Ulama, Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Sul-Sel dan pendiri Center for Policy Analysis (CEPSIS) Makassar.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perihal Transparansi Dana BOS: Pandangan Orangtua Murid

2 Januari 2011   00:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:03 1128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_126464" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com/AFP)"][/caption] Anak saya sudah tiga tahun bersekolah pada sebuah sekolah dasar di kawasan Sudiang, Makassar sejak tahun 2009. Selama tiga tahun menjadi orangtua murid pada sekolah tersebut, saya belum pernah melihat adanya pengumuman di papan sekolah tentang rencana dan peruntukan pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Pada dua papan pengumuman yang tertempel di dinding kantor dan gedung sekolah, tak satupun menampilkan informasi perihal dana BOS, apalagi Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS) sebagai dokumen strategis sekolah. Karena tidak melibatkan partisipasi orang tua murid, maka proses penyusunan APBS terutama pengelolaan dana bersumber dari BOS tergolong tidak transparan, tidak partisipatif dan tidak akuntabel. Padahal sesuai panduan pengelolaan dana BOS dari Kementerian Pendidikan Nasional, setiap sekolah berkewajiban mengumumkan Anggaran Pendapatan Belanja Sekolah (APBS). APBS (Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) harus dapat mencerminkan seluruh kebutuhan sekolah. Besarnya anggaran yang ada harus mampu di kelola dengan baik dan transparan sehingga masyarakat ikut mengetahui penggunaan anggaran tersebut. Pihak pengelola dana BOS pada tingkat sekolah cenderung tertutup sehingga rawan penyimpangan. Dalam Juknis (Petunjuk Teknis) APBS, telah diatur aplikasi yang berkaitan dengan seluruh pendayagunaan sumber dana yang diterima sekolah, baik yang berasal dari APBN berupa BOS maupun dari APBD, termasuk jika ada sumber dana dari partisipasi masyarakat atau perusahaan. Ada beberapa kewajiban pihak sekolah kaitannya dengan pengelolaan dana BOS, seperti wajib untuk menginformasikan pada seluruh masyarakat rincian pemasukan dan pengeluaran dana yang tertuang dalam APBS sekolah dan wajib mengoptimalkan penggunaan dana yang bersumber dari APBN/APBD dalam membiayai kebutuhan sekolah. Partisipasi orangtua murid terejawantah pada partisipasi Komite Sekolah dalam perencanaan, penganggaran dan pengelolaan dana sekolah. Namun dalam prakteknya, Komite Sekolah hanya dilibatkan pada saat penandatangan laporan keuangan sekolah sebagai syarat pencairan dana setiap tiga bulan. Dalam rangka peningkatan tata kelola (governance) sekolah, maka seharusnya Komite Sekolah seharusnya diberi kewenangan dalam penetapan kebijakan strategis sekolah. Permendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah perlu mengakomodasi prinsip transparansi, akuntabilitas dan partisipasi warga sekolah dalam meningkatkan substansi pengelolaan Komite Sekolah. Sebagaimana diketahui, dana BOS dialokasikan bagi SD dan SMP sederajat melalui anggaran negara sejak tahun 2005. Namun pihak sekolah urung memberikan informasi tentang pengelolaan dana BOS, padahal menjadi kewajiban sekolah untuk mengumumkan laporan-laporan kegiatan yang dilaksanakan oleh masing-masing sekolah, terutama laporan penggunaan dana BOS. Maka tak salah bila, publik memandang terjadi banyak penyimpangan pengelolaan dana BOS secara teknis di lapangan akibat tidak transparannya pihak pengelola dana BOS pada tingkat sekolah. Sebenarnya, dokumen terkait pengelolaan Dana BOS merupakan dokumen publik yang wajib disediakan dan diumumkan oleh setiap pengelola Dana BOS, baik tingkat sekolah maupun pada tingkat dinas pendidikan. Merujuk UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pasal 17, maka dokumen pengelolaan dana BOS merupakan dokumen kategori tidak termasuk dalam informasi yang dikecualikan. Pasal 7 ayat (1) Undang Undang ini menyatakan bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada dibawah kewenangannya kepada pemohon informasi publik. Sedangkan pada pasal 1 angka 3 disebutkan bahwa Badan Publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan atau APBD atau organisasi non-pemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari APBN dan/atau APBD, sumbangan masyarakat dan/atau luar negeri. Undang Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, pada Pasal 3 juga mengamanatkan Asas Keterbukaan. Pada penjelasan Pasal 3 dalam UU No. 28/1999, Asas Keterbukaan atau Transparansi adalah asas yang membuka diri terhadap hak hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggara an negara dengan tetap memper hatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Sedangkan peraturan dibawah UU seperti PP juga mengatur tentang asas transpranasi. Dalam Peraturan Pemerintah No.48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan telah diatur prinsip pengelolaan pendidikan pada Bab VI yang pada dasarnya meliputi (a) prinsip keadilan; (b) prinsip efisiensi; (c) prinsip transparansi dan (d) prinsip akuntabilitas publik. Peningkatan Supervisi Mulai tahun 2011, terjadi perubahan mekanisme pengelolaan dana BOS dari berbasis sekolah kepada berbasis pemerintah daerah. Sebelumnya, mekanisme dana BOS ditransfer langsung ke rekening sekolah dari pemerintah pusat, maka kini dana BOS dari pusat ditransfer melalui pemerintah daerah. Ada tiga prinsip dalam pengelolaan dana BOS yang dicanangkan Mendiknas yakni ketepatan waktu penerimaan, ketepatan jumlah yang diterima sekolah, dan ketepatan penggunaan dana. Untuk menegakkan ketiga prinsip tersebut, peran pemerintah daerah khususnya instansi teknis Dinas Pendidikan sangat besar dan menentukan. Kinerja pengelola dana BOS pada tingkat sekolah kini didalam ruang pengawasan, monitoring dan evaluasi pemerintah daerah. Pemerintah daerah berperan mendorong penerapan prinsip transparansi, partisipasi dan akuntabilitas di tingkat sekolah, bukan hanya sebatas keterkaitan dengan program dari lembaga donor. Pemerintah daerah dituntut konsisten melakukan supervisi pada tingkat sekolah. Rendahnya komitmen untuk menerapkan transparansi dana BOS diduga terkait dengan banyaknya pengeluaran yang tidak jelas (blindly spending) di tingkat sekolah, informasi realisasi anggaran dan pengadaan yang tidak berdasarkan kebutuhan. Faktor tersebut menjadi penyebab keengganan pihak sekolah mengumumkan penggunaan dana BOS yang telah dialokasikan pada sekolahnya masing-masing meski pada panduan Kemendiknas telah diwajibkan untuk mengumumkannya setiap tiga bulan. Dalam konteks peningkatan supervisi pemerintah daerah, maka fokus supervisi dapat tertuju pada pengeluaran-pengeluaran yang tidak jelas tersebut. Guna cheque and balance, pihak sekolah yang disupervisi pun perlu dibukakan mekanisme pengaduan kepada pemerintah pusat (Kemendiknas) apabila aparat pemerintah daerah melakukan penyimpangan dalam menjalankan kewenangannya. Karena pemberian kewenangan supervisi lebih besar kepada pemerintah daerah berpeluang terjadi politisasi dunia pendidikan. Apalagi pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, sehingga sekolah dapat terperangkat ke dalam praktek dukung-mendukung dalam pemilukada. Selain perangkap politik praktis, dana BOS yang masuk melalui mekanisme APBD dapat mengundang perangkap lainnya yakni pihak sekolah menanggung biaya politik dan birokrasi akibat keterlibatan birokrasi dan politisi lokal dalam penyaluran dana BOS. Pengelola dana BOS pada tingkat sekolah dipaksa harus loyal pada kepentingan politisi lokal dan birokrat lokal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun