Menyusuri Jejak-jejak Masa Kecil
Entah kenapa saya punya keinginan untuk napak tilas masa kecil. Keinginan itu sudah lama sekali. Namun, baru kali ini bisa terlaksana. Masa kecil penuh kenangan itu tak terlupakan. Masa saat bermain lompat tinggi, bekel, kereweng di saat bulan purnama. Juga saat harus ikut-ikutan teman mencari kayu bakar, mencari air dari pancuran yang berada di ujung desa dengan klenting ( sejenis gerabah berbentuk seperti gentong).
Selain itu saat-saat indah saya mengikuti karnaval bersama keluarga kantor Bapak. Semuanya terlintas begitu jelas. Dan yang paling berkesan saat bermain bekel di tempat yang jauh dari rumah. Banyak deh dolanan yang masih bisa dikenang.
Usai ke rumah anak, kami sengaja lewat jalan lain untuk menuju desa Wringin putih. Kami pun sampai Ungaran belok ke timur. Â Sepeda motor terus melaju dengan kecepatan sedang. Berdua menyusuri jalan yang lumayan bagus dan luas. Setiap saat saya selalu memantau tulisan petunjuk jalan. Berliterasi saat bepergian amat dibutuhkan. Berkat literasi dan petunjuk jalan akhirnya kami sampai di desa Kalongan. Jalan terus tiada henti. Alhamdulillah jalan mulus.
"Pak, gak usah ngebut. Intinya kita menikmati perjalanan," ucapku sambil memandang perkampungan. Â Lama tak mboceng sepeda motor rasanya agak pegel juga badan ini. Maklum bukan ABG lagi.
Tak terasa sampai di kebun karet. Angin semilir menyentuh tubuh. Sejenak kami mampir untuk menikmati es kelapa muda ( sudah saya ceritakan yang lalu). Tenggorokan rasanya segar.
Selanjutnya kami melanjutkan perjalanan. Sampailah kami di PTP Perkebunan Ngobo. Inilah wilayah tempat masa kecil. Kira-kira kelas 4 SD. Berapa puluh tahun yang lalu. Â Kami berdua masuk gang. Â Menuju perkampungan.
"Yang mana rumahe Ibuk," tanya suami.
"Pelan-pelan saja jalannya," jawabku sambil melihat rumah-rumah lama.
Namun sampai di ujung jalan tak juga menemukan rumah dari kayu dengan halaman luas. Ya, sudah puluhan tahun sehingga tak bisa dikenali lagi.
Akhirnya saya meminta suami untuk memasuki gang lain.
"Berhenti dulu itu SD saya," saya mengambil HP lalu memotret  gedung SD yang sudah bagus.
Kami terus berjalan menurun. Â Saya menemukan rumah saudara kami yang dulu. Sekarang beliau sudah menghadapNya. Saya sering diajak ibuk ke sini.
Tak lama kemudian kami melewati gedung yang merupakan bagian dari PTP Perkebunan. Ya, itulah gedung tua yang masih seperti dulu. Saya dan suami meluncur kembali dengan motor Supra kami. Deru sepeda motor terus terdengar beradu dengan suara angin. Tak lama kemudian saya lihat masjid di perkebunan karet. Hemm di masjid ini saya sering mbolos ngaji. Kadang kami ditakut-takuti teman. Kami pun tidak jadi ngaji. Hemm memori lama terulang kembali.
Tak lama kemudian kami sampai di SD Wringin Putih 1. Sesaat saya mengenang saat bermain sampai di tempat ini sekadar melihat pertandingan karena di dekat SD ada lapangan. Namun, kini tempatnya sudah banyak berubah. Â Sudah banyak bangunan.
Motor terus melaju dengan pelan. Mata terus mengitari sekitar. Saya pun mencari tempat kosong yang luas. Dulu ada sejenis embung di tengah lahan luas. Namun tak ketemu juga. Yang ada adalah tempat pengolahan batu, pabrik-pabrik. Jadi ingat saat saya jalan kaki dari Ngobo sampai Karangjati tak ada pabrik satu pun. Jalanan masih sepi tetapi zaman sudah berubah.
Sesaat kemudian sampailah kami di jalan raya Karangjati. Alhamdulillah walaupun belum sepenuhnya puas dengan penyusuran hari ini. Namun, sedikit bisa mengobati rindu kampung halaman masa kecil. Â
Suatu saat ingin mengulang kembali dengan bisa menyambangi saudara, teman yang mungkin masih bertahan di kampung tersebut. Kalau keluarga saya hanya sampai saat saya duduk di kelas 4 SD. Setelah itu kami berpindah ke Ungaran.
Syukur Alhamdulillah masih diberi kesempatan dan kesehatan sehingga saya bisa menapaki jejak lama. Salam
Ambarawa, 27 Agustus 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H