Mohon tunggu...
Yani Nur Syamsu
Yani Nur Syamsu Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Biografometrik Nusantara

Main ketoprak adalah salah satu cita-cita saya yang belum kesampaian

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kasus Meiliana, Kita Semakin Jauh dari Tauladan Nabi

27 Agustus 2018   15:23 Diperbarui: 27 Agustus 2018   15:42 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber the Jakarta Post, 28 Agustus 2018

Saya berpendapat bahwa vonis 18 bulan yang dijatuhkan oleh majelis hakim pengadilan negeri Medan untuk ibu Meliana adalah indikasi kuat bahwa kita, sebagian umat muslim Indonesia terutama yang "terlibat" dalam proses pemidanaan itu telah melakukan kedzoliman.

Dan ini adalah semacam konfirmasi terhadap sinyalemen bahwa (sebagian) muslim Indonesia adalah kaum yang mudah tersinggung dan cepat  naik pitam.

Padahal sudah diketahui oleh siapapun, Nabi Muhammad adalah pendamba perdamaian sejati.  Inti  ajaran Islam adalah berserah diri kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama, sehingga kekerasan apalagi perang harus benar-benar dijauhi (M.Hussein Haikal, 1974).

Dari berbagai sumber informasi  yang layak dipercaya, diberitakan bahwa pada tangal 22 Juli 2016, ibu Meliana belanja ke warung milik tetangganya, dan menyampaikan keluhannya "Kak, sekarang suara mesjid agak keras ya, dulu tidak begitu keras".

Yang jadi masalah adalah sang pemilik warung menyampaikan ini kepada saudaranya. Saudaranya, entah lupa atau tidak tahu tentang konsep tabayun, menyampaikan keluhan itu kepada bapaknya, bapaknya menyampaikan kepada orang lainnya lagi, dan akhirnya tersebar isu bahwa Meliana yang beragama Buda itu telah "melarang Adzan". Tanggal 29 Juli 2016 beberapa orang mendatangi rumah Meliana, melemparinya, merusak dan membakar rumah kontrakan itu.

Tidak hanya itu saja, massa yang marah juga membakar puluhan rumah termasuk beberapa vihara di Tanjung Balai.

Padahal  nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa bahkan pada masa perang  sekalipun, kaum muslimin harus mengorbankan nyawanya bukan saja untuk mengamankan masjid, melainkan pula untuk menyelamatkan gereja, kanisah dan biara. Masjid-masjid, walaupun didalamnya paling banyak diingat nama Allah, namun dalam urutan perlindungan, dijatuhkan sesudah perlindungan terhadap gereja, biara dan kanisah (lihat QS 22:40).   

Beberapa hadits melengkapi  bahwa dalam peperangan, tentara muslim dilarang keras mengkhianati  perjanjian damai, membunuh wanita, anak-anak, orang-orang tua dan pekerja.

Pasukan Islam juga tidak diperbolehkan mengganggu biarawan, membunuh umat yang tengah beribadah, memutilasi musuh, membakar pepohonan, merusak ladang atau kebun, membunuh ternak kecuali untuk dimakan.

Dalam peperangan yang sekeras apapun  nabi tidak mengizinkan penghancuran desa atau kota. (Lihat HR Bukhari no.3014, 3015,  HR.Muslim no.1744, Ikmalul Mu'lim bi Fawa`id Muslim, 6/48 dan HR. Ibnu Majah no. 2842).

Jika dalam kondisi perang saja nabi melarang pengrusakan tempat tempat ibadah umat agama lain apatah lagi kalau di masa damai seperti saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun