Mohon tunggu...
Yansean Sianturi
Yansean Sianturi Mohon Tunggu... Lainnya - learn to share with others

be joyfull in hope

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pemerintahan Vs Parlemen Jalanan

19 Oktober 2019   20:12 Diperbarui: 19 Oktober 2019   20:23 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: solussinews.com

Gencarnya silahturahmi politik yang dilakukan oleh elit partai yang kalah dalam pipres ke partai pemenang`beberapa hari lalu telah menghiasi media massa. 

Dalam teori sistem presidensial memang tidak mengenal istilah oposisi. Hal ini terjadi karena tujuan rakyat memilih eksekutif berbeda dengan memilih legislatif. 

Eksekutif dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan sedangkan legislatif dipilih untuk mengawasi ekskutif. Mandat yang diberikan oleh rakyat melalui pemilu kepada Presiden (ekskutif) tidak bisa dijatuhkan atau dicabut mandatnya oleh legislatif. 

Berbeda dengan sistem parlementer yaitu Perdana Menteri dapat dicabut mandatnya oleh parlemen yang sebelumnya telah memilihnya. 

Dalam Sistem Presidensial tidak mengenal istilah partai oposisi karena yang mengawasi presiden sebenarnya adalah parlemen secara keseluruhan bukan anggota parlemen atau masing- masing partai yang ada di parlemen.

Wajar, jika partai yang belum menang pada pilpres kemudian ingin merapat dan berkoalisi ke Presiden (partai pengusung yang menang). Jika ada suara - suara yang mengatakan bahwa yang kalah tidak perlu bergabung ke Presiden dan tetap menjadi oposisi di parlemen adalah, keliru. 

Anggota parlemen bahkan partai pengusung Presiden sekalipun dapat bertindak sebagai pengkritik (oposisi) bagi Presiden dalam menjalankan roda pemerintahan. 

Benar, jika partai yang kalah ingin bergabung ke koalisi pemenang pilpres adalah kurang etis. Dipandang sisi etika akan melukai hati rakyat yang telah memilihnya pada pilpres lalu karena berbalik arah 180 derajat (tidak konsisten).

Bergabungnya partai yang kalah ke koalisi pemenang sebenarnya menguntungkan partai pemenang dan membuktikan bahwa program yang dulu dikritik semasa kampanye pilpres adalah benar dan tidak salah. 

Dengan kata lain, partai yang kalah mencabut kembali kritikannya dan mendukung serta ingin melanjutkan program yang sudah dijalankan sebelumnya oleh Presiden. 

Konsekuensinya pemilih yang kecewa kemungkinan akan menjatuhkan sanksi pada pilpres yang akan datang dengan tidak memilih partainya kembali.

Tawaran kursi menteri bagi partai yang kalah pilpres seakan menjadi daya tarik yang mempesona dan dijadikan alat untuk tawar-menawar posisi. 

Bila partai yang kalah positif bergabung di kabinet, praktis selama lima tahun mendatang Presiden akan menjalankan roda pemerintahannya tanpa kontrol yang berarti dari parlemen. Peran kontrol legislatif kemungkinan akan diambil alih oleh para kelompok penekan yaitu :

  • Mahasiswa
  • Media massa
  • LSM
  • Ormas dll

Hal ini akan memunculkan istilah "Parlemen Jalanan", sebagai bentuk partisipasi rakyat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan. Konsekuensi logis lainnya adalah aparat perlu kerja ekstra dalam lima tahun mendatang, terutama mengantisipasi penyusup yang masuk dan ingin mencari keuntungan dari parlemen jalanan (demonstrasi massa). 

Presiden perlu intelejen yang kuat dan para petinggi TNI-Polri yang loyal untuk membantu tugasnya, termasuk menjaga stabilitas  keamanan dan ketertiban.

Selamat bertugas Presiden dan Wapres serta kabinet yang baru

Salam demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun