Tulisan ini hanyalah hasil lamunan saya belaka. Dari lamunan itu muncul imajinasi saya terhadap suatu peristiwa. Saya mulai berandai-andai.
Semua ini berawal dari kegiatan iseng saya menyalakan televisi di rumah. Kebetulan ketika televisi menyala, acara yang ditampilkan adalah sebuah acara persidangan yang konon katanya merupakan kasus pembunuhan berencana. Sidang yang saya dengar sudah berlangsung 21 kali tersebut semakin hari katanya semakin “gayeng” saja. Ada pro dan kontra. Bagi saya itu tentu hal yang biasa.
Suatu yang menarik bagi saya adalah banyaknya saksi-saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan tersebut. Kalau memperhatikan cara mereka menjelaskan sesuatu, saya percaya bahwa mereka ahli. Paling tidak mereka lebih paham dari pada saya yang masih berandai-andai ini.
Suatu yang menarik lagi adalah ketika terjadi perbedaan pandangan dari para ahli yang cukup berlawanan. Itu ahli yang berpendapat berdasarkan literatur dan referensi yang mereka miliki. Bahkan jaksa pun menunjukkan kesan emosi ketika muncul perbedaan pandanan dari ahli yang dihadirkan penasihat hukum. Lalu pendapat ahli mana yang benar? Saya tidak ingin membahasnya karena lamunan saya belum sampai ke sana.
Tiba-tiba saya berandai-andai ketika saya duduk sebagai ahli di kursi saksi dalam kasus tersebut. Betapa besarnya tekanan yang saya hadapi. Entah dari pertanyaan-pertanyaan yang terkadang berputar-putar dan terkesan menjebak, adanya gertakkan, bentakkan, dan bahasa-bahasa tubuh yang kurang simpatik terhadap ahli.
Dalam hati kecil saya yang masih terjebak dalam pengandaian bertanya “sebenarnya ini mencari kebenaran atau ajang untuk mempermalukan diri (baik diri sendiri maupun orang lain)? Ya, semuai ini menjadi konsumsi publik masyarakat satu negara yang konon katanya menjunjung tinggi nilai-nilai kesantunan.
Bukankah semestinya jaksa dan penasehat hukum menggali informasi dari para ahli yang kelak dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi hakim untuk mengambil sebuah keputusan penting. Bukan sebaliknya membuat para ahli menjadi takut karena dicecar pertanyaan-pertanyaan yang terkesan “melecehkan” atau “meremehkan” keahliannya bahkan ada juga ahli yang sampai dicekal oleh imigrasi selepas sidang. Sungguh suatu yang disayangkan dan menjadi catatan tersendiri di mata publik.
Tiba-tiba saya tersadar dari lamunan saya dan ternyata saya memang berandai-andai. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H