Mohon tunggu...
Yohanes Yanris
Yohanes Yanris Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Ceria adalah salah satu pilihan di antara banyak pilihan untuk menyikapi keadaan yang tidak sesuai dengan keinginan (yanris)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kedamaian Tingkat Tertinggi

1 Agustus 2014   23:20 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:39 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ini kita disuguhkan berbagai berita dan kisah-kisah perseteruan. Terkini adalah krisis Timur Tengah yang memancing berbagai opini dan pendapat di kalangan masyarakat. Bahkan memunculkan gerakan sosial yang menentang tindak kekerasan dengan berbagai caranya masing-masing.

Dari sana saya pribadi tertarik untuk melihat dari sisi saya sendiri bukan dari sisi kepercayaan orang lain maupun dari sisi Yang Maha Kuasa. Jadi apabila ada dari sebagain Anda tidak setuju akan tulisan saya, ya mohon maaf. Tulisan ini tidak untuk meminta persetujuan dari Anda ataupun cacian. Tulisan ini hanya mewakili pikiran saya sendiri, tidak mewakili pikiran orang lain. Kalau Anda tidak paham akan tulisan saya, berarti Anda tidak mengerti pikiran saya dan itu artinya Anda seperti saya yang tidak tahu pikiran saya sendiri. Luar Biasa bukan??

Baiklah, kita kembali permasalahan (sebetulnya juga bukan masalah). Mengapa saya mengambil judul "Kedamaian Tingkat Tinggi" ? Ya, karena belakangan ini agaknya kedamaian di dunia secara umum sedikit terusik. Tidak bosan-bosan media massa setiap hari menyiarkan tentang perselisihan dan peperangan bahkan ada media yang terang-terangan menayangkan korban tanpa mempedulikan perasaan si korban yang dipublikasikan tersebut. Manusiawikah hal semacam itu? Namun, tulisan ini hanya akan membahas perdamaian bukan memperdebatkan manusiawi atau tidak tindakkan semacam itu.

Dari permenungan saya yang singkat, padat, dan jauh dari akurat tercetus sebuah kesimpulan akan perdamaian tingkat tinggi. Ternyata perdamaian abadi itu tidak terletak dalam sebuah ikatan perjanjian damai atapun gencatan senjata. Perdamaian sejati itu justru terletak pada sesuatu yang sederhana di mana setiap orang pasti mampu melakukannya dan dapat saya pastikan semua orang pernah melakukannya. Perdamaian tingkat tinggi itu terletak saat kita TIDUR. Ya, tidur adalah kedamaian tingkat tinggi. Mengapa?

Coba bayangkan bila pihak Israel dan Hamas tidur, pasti krisis di Palestina tidak akan terjadi. Logikannya adalah bila kedua belah pihak tidur lalu siapa yang dapat menarik pelatuk senjata? Tidak ada bukan? Nah, damaikan? Kalau masih "ngeyel" bahwa senjata itu dapat distel dengan waktu "timer", lha, bayangkan saja kalau si 'timer" juga ditidurkan. Mudahkan? Damai itu ternyata sederhana.

Untuk melihat lebih jauh akan hal tersebut, sebenarnya orang Indonesia adalah orang-orang yang sangat mencintai dan menjunjung tinggi perdamaian. Segala sesuatu di dalam masyarakat Indonesia hampir semua dapat diselesaikan dengan damai. Sebut saja ketika melanggar peraturan lalu lintas kemudian Pak Polisi menepikan kendaraan Anda, Apa yang terlintas dalam pikiran Anda? "Pak, damai saja,Pak!" ya, perdamaian bukan? Nah, Kita sudah punya modal.

Kembali ke masalah tidur adalah perdamaian tingkat tinggi. Sekali lagi masyarakat kita telah menyadari pentingnya perdamaian. Masyarakat kita selalu menjunjung tinggi perdamaian.

Ilustrasi sederhana, dalam sebuah kegiatan pembelajaran di sebuah kelas banyak para murid yang tertidur. Apa yang Anda pikirkan menyaksikkan pemandangan tersebut? Jangan dulu berpikir bahwa para murid kurang menghargai Sang Guru ataupun metode mengajar Sang Guru membosankan sehingga membuat para murid mengantuk dan akhirnya tertidur. Semua itu terjadi karena anak-anak Indonesia begitu menjunjung tinggi sebuah perdamaian. Hal itu mereka lakukan karena mereka memperjuangkan perdamaian. Coba bila semua siswa tidur, pasti masalah tidur dapat teratasi.

Hal itu sering terjadi masa sekolah saya dulu. Setiap kali saya memperjuangkan perdamaian justru teguran dan hukuman yang saya dapatkan. Suatu yang aneh bukan? Di satu sisi saya ingin memperjuangkan perdamaian tetapi di sisi lain saya dianggap sebagai seorang siswa yang malas. Inilah yang terjadi kalau kita hanya membuat kesimpulan dari satu sudut pandang saja tanpa memperhatikan ada kesimpulan lain yang dapat diambil dari sudut yang berbeda.

Nah, itulah dia! Kedamaian tingkat tertinggi menurut pikiran saya. Kalau Anda tidak berpikir seperti itu tentunya bukan suatu masalah yang patut diperdebatkan, toh pikiaran Anda dan pikiran saya tidak sama. Kalau sama tentunya berbahaya karena dunia hanya ada satu pikiran saja, yaitu pikiran saya. Akh, dari pada semakin tidak jelas maka saya tuntaskan tulisan ini sampai di sini saja. Saya akan melanjutkan perjuangan perdamaian kembali. Salam Damai!!!

Magelang, Pojok Mertoyudan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun