Kelapa Sawit yang memiliki nama latin Elaesis Guinensis Jacq merupakan tanaman penghasil minyak yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia. Minyak yang di hasilkan oleh kelapa sawit atau crude palm oil tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan primer, melainkan juga dibutuhkan industri-industri lain seperti parfum, sabun, dan lain-lain.
Indonesia sebagai negara khatulistiwa yang memiliki iklim tropis menjadi salah satu negara yang sangat cocok untuk budidaya dan juga pengembangan dari tanaman kelapa sawit. Oleh karena itulah salah satu sumber devisa atau pemasukan negara Indonesia berasal dari Industri kelapa sawit.
Perkebunan kelapa sawit di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan luas areal perkebunan kelapa sawit indonesia yang menurut data dari Kementrian Pertanian telah mencapai 14,08 Juta Ha pada tahun 2021 dan menetapkan Indonesia menjadi salah satu negara dengan luas areal perkebunan sawit terbesar di dunia.
Peningkatan Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia bisa kita lihat dari data databoks.katadata.co.id dimana luas lahan perkebunan tersebut naik 1,5% dibanding tahun sebelumnya yang seluas 1,48 juta ha.Â
Dari 15,08 juta ha, mayoritas dimiliki oleh Perkebunan Swasta yaitu seluas 8,42 juta ha (55,8%). Kemudian, Perkebunan rakyat seluas 6,08 juta ha (40,34%) dan Perkebunan Besar Negara seluas 579,6 ribu ha (3,84%).
Luas lahan perkebunan ini kemudian berbanding lurus dengan hasil produksi yang terjadi di lapangan, dimana menurut data dari Kementrian Pertanian jumlah produksi kelapa sawit Nasional Indonesia mencapai angka sebesar 49,7 juta ton pada 2021. Angka tersebut naik 2,9% dari tahun sebelumnya yakni 48,3 juta ton.
DAMPAK NEGATIF PERKEBUNAN KELAPA SAWIT KONVENSIONAL
Setiap industri maupun sektor memiliki dua sisi yang saling beriringan. Sisi itu adalah Dampak Negatif dan juga Dampak Positif. Kedua sisi ini tidak akan pernah bisa terlepas dari industri maupun sektor-sektor lainnya dalam tatanan sosial ekonomi kita.
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan telah membawa begitu banyak perubahan dan inovasi dalam segala aspek. Salah satu perkembangan ilmu pegetahuan dalam dunia industri kelapa sawit yaitu lahirnya konsep perkebunanan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Perkebunan kelapa sawit memiliki dampak negatif yang tidak akan bisa terbantahkan. Dampak dari ekspansi atau perluasan lahan perkebunan kelapa sawit yang tidak berkelanjutan adalah tergerusnya luas hutan yang menjadi habitat dari berbagai satwa maupun hewan lainnya.Â
Ekosistem, degradasi lahan, konflik kepemilikan lahan, pemanasan global menjadi bukti nyata bahwa industri kelapa sawit yang tidak berkelanjutan memiliki banyak sekali dampak buruk.
DAMPAK POSITIF PERKEBUNAN KELAPA SAWIT
Memandang industri kelapa sawit tidak bisa hanya melihat dari sisi negatifnya saja. Melainkan melihat dari sisi positif yang tentunya jika dibandingkan dengan sisi negatifnya maka kelapa sawit sangat layak dan harus di budidayakan. Manfaat yang terkandung di dalam kelapa sawit sampai saat ini masih menjadi yang terbaik dalam industri yang sama.
Jika dibandingkan dengan industi minyak bunga matahari dan juga industri minyak kedelai maka kelapa sawit akan jauh lebih unggul. Menurut beberapa penelitian bahwa jika dilakukan perbandingan Satu hektar lahan kelapa sawit maka akan dapat menghasilkan 4,17 ton buah (Janjangan) kelapa sawit per tahun.
Sedangkan untuk luas lahan yang sama, bunga matahari hanya akan mampu menghasilkan 0,56 ton minyak bunga matahari, tanaman kedelai hanya akan mampu menghasilkan 0,39 ton minyak kedelai dan kacang tanah hanya akan mampu menghasilkan 0,16 ton minyak kacang tanah. Â
Industri perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu industri penyerap tenaga kerja terbanyak di Indonesia. Menurut data yang diambil dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menyatakan bahwa serapan tenaga kerja di sektor industri kelapa sawit mencapai 16,2 juta pekerja yang terdiri dari 4,2 tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung (www.idxchannel.com).
Dari sektor ekonomi, industri kelapa sawit juga menjadi salah satu sektor pendapatan devisa terbesar dari sektor Non-Migas Indonesia. Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman pada konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/12/2021) menyatakan rata-rata nilai ekspor 2015-2020 per tahun sebesar USD20,67 miliar, atau rata-rata 13,8% per tahun dari total ekspor non migas.
Sedangkan kontribusi sawit dalam bentuk penerimaan pajak bisa mencapai Rp20 triliun per tahun. Angka ini tentunya sangat besar jika dibandingkan dengan sektor non-Migas lainnya. Selain itu peningkatan pendapatan daerah, masyarakat dan juga mendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia membuat industri kelapa sawit menjadi sektor potensial untuk menjadikan indonesia emas pada tahun 2045.
SOLUSI PENYELESAIAN KONFLIK
Industri kelapa sawit yang berkelanjutan menjadi salah satu junci untuk tetap menjaga eksistensi industri kelapa sawit dari banyaknya kampanye hitam (Black Campaign). Banyak aktivis dan juga peneliti hanya memandang dari sudut pandang sisi negatif sehingga mereka mengabaikan dampak positifnya.
Jika dilihat dari sudut pandang objektif maka industri perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan harus di kembangkan dan juga di tingkatkan.Â
Selain itu tata kelola dan menejemen yang baik juga akan menjadi kunci dari pemerintah dan juga pihak swasta yang saling terkoneksi untuk menuju perkebunan kelapa sawit yang berkelanjutan.
Banyak perusahaan swasta yang sudah memberikan Corporate Sosial Resposibility (CSR) baik dalam bentuk dana hibah maupun sekolah, transportasi dan yang lainnya yang tentunya ini sangat di butuhkan oleh masyarakat yang berada di pedalaman yang membutuhkan akses dan biaya yang cukup mahal.Â
Hingga akhirnya kita harus meyakini bahwa tidak ada masalah yang di ciptakan tanpa solusi. Semua hanya tergatung sudut pandang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H