Siang itu cuca sangat cerah. Angin sepoi berlarian menyusuri rumah Muklis.
Dari dalam rumah terlihat Muklis sedang duduk di bawah pohon Jengkol kesayangannya yang berjarak kira-kira 100 meter dari rumahnya. Sambil minum kopi, terlihat raut wajahnya menunjukkan sedang banyak pikiran.
Benar saja. Muklis adalah seorang kepala keluarga yang sangat taat beribadah dan berdoa kepada Tuhan. Dia memiliki istri dan satu anak laki-laki yang sangat dia kasihi. Akan tetapi Muklis hanyalah seorang penyuluh honorer di desanya.
Dengan gaji tidak sampai satu juta per bulan, dia berusaha memberikan hidup yang layak kepada istri dan juga anaknya. Ditambah lagi, istrinya sekarang sedang mengandung anak keduanya. Sehari-hari dia habiskan membantu petani di desanya.
Jika ada pekerjaan tambahan dari warga, dia akan sangat senang karena itu dapat menambah penghasilannya. Sementara itu, sudah 6 kali dia mencoba seleksi Aparatur Sipil Negara (ASN) tapi tak satupun jebol. Paling tinggi dia hanya menang di seleksi administrasi.
Pernah suatu ketika ada yang menawari, supaya bisa lolos ASN, Muklis cukup memberikan uang 60 juta. Kemudian dia menggeretu. "Jangankan mencari 60 juta, 60 ribu ajah susahnya bukan main".
Lagipula Muklis orang yang jujur dan idealis. Ketaatan dan kejujurannya itulah yang membuat dia selalu kuat menjalani hari-harinya yang menyedihkan. Beruntung dia punya istri yang setia dan juga taat kepadanya. Kalau tidak, bisa-bisa dia jomblo sampai mati.Â
Setelah selesai minum kopi, dia memanggil istri dan juga anaknya yang sedang beres-beres di dalam rumah. Mereka memang sudah membuat janji, bahwa sore ini akan pergi ke Mal di kota yang berjarak 15 menit naik sepeda motor dari rumahnya.
Dia kemudian meminjam motor tetangganya. Motor diengkol, jalan kira-kira 15 menit dan akhirnya sampai di tujuan. Dia menyuruh istri dan anaknya masuk duluan kedalam Mal karena ban motor mereka rupanya dari tadi kempes.
Mereka berjanji akan bertemu di tempat jual sepatu murah yang berada di lantai paling dasar Mal. Hanya berselang 5 menit setelah istrinya dan anaknya masuk Mal, tiba-tiba Mal runtuh dan menimpa seluruh pengunjung yang ada di dalam maupun yang di sekitaran mal.
Riuh, Ribut, Panik, dan keadaan sangat mencekam. Semua orang berhamburan menyelamatkan diri. Sebagian orang yang berada di sekitaran gedung terkena serpihan reruntuhan gedung dan meninggal. Terdengar banyak jeritan.
Muklis menatap reruntuhan gedung mal itu dengan tatapan kosong, mati rasa dan seperti bermimpi. Seraya memastikan semoga istri dan anaknya belum masuk ke dalam, Muklis berlari di sekitaran reruntuhan gedung dengan harap cemas dan berlinang air mata .
Namun hasilnya nihil. Istri dan anaknya telah ikut dalam reruntuham gedung itu, yang pastinya sudah meninggal.
Muklis mengerang, berlutut ketanah, dan menjambakki rambutnya. Warga sekitar berusaha menenangkannya dan membujuknya untuk pulang dulu, sembari menunggu petugas datang untuk mengefakuasi mayat yang tertimbun reruntuhan Mal itu.
Dengan sisa-sisa jiwanya, dia pulang kerumah. Rumahnya kosong melompong. Tidak ada suara istrinya, apalagi suara anaknya yang selalu mengejarnya ketika dia baru pulang kerja.
Dia menangis, frustasi, dan mengutuk dirinya sendiri. Dengan semua yang terjadinya padanya, dia menyesal telah dilahirkan kedunia ini. Tanpa sadar dia tergeletak di lantai rumahnya yang masih terbuat dari tanah.
Tiba-tiba seseorang laki-laki masuk kedalam rumahnya. Laki-laki itu menyampari Muklis, memegang bahunya dan membisikkan sesuatu ketelinga Muklis. Laki-laki itu mengajak Muklis supaya jangan larut dalam kesedihan.
laki- laki itu memberitahu Muklis, bahwa Muklis dapat memperoleh semua yang telah hilang darinya. Istri, anak, bahkan harta dan kehidupan yang melimpah akan Muklis dapatkan asalkan mau mengikuti satu permintaan dari laki-laki itu.
Muklis mengangkat kepalanya dan melihat laki-laki itu. dalam penglihatan Muklis, laki-laki itu sangat gagah, bajunya terbuat dari kain sutra yang dilapisi berlian merah, sepatunya terbuat dari emas murni dan luar sepatunya menempel berlian hitam dan merah muda. Tepat diatas kepala laki-laki itu melayang benda yang melingkari kepalanya berwarna merah darah.
Muklis kemudian bertanya.
"Apalah yang dapat dilakukan orang menyedihkan seperti saya ini tuan? Bumi saja enggan menerima saya! Apa permintaan tuan yang harus ku ikuti?"
"Hanya satu saja Muklis, tidak lebih."
"Jangankan satu, seratus pun kalau saya sanggup akan saya lakukan asalkan istri dan anak saya bisa kembali! Katakan lah sekarang tuan, tidak usah berbasa-basi layaknya sales pupuk" jawab Muklis dengan muka loyo.
"Kau adalah hamba yang sangat taat Muklis, tapi dari yang kulihat, Tuhan mu sangat lambat untuk me read doa mu! Jika sekali di read, Dia hanya me read dan tidak membalas! Ibarat gebetan, Dia hanya memberimu harapan palsu Muklis! Kalau bahasa manusianya, PHP!. Oleh karena itu tinggalkan lah Tuhan mu itu Muklis, dan ikut lah dengan tuhan ku. Aku punya tuhan yang akan cepat menjawab doa mu Muklis! Kau tidak akan kesusahan lagi".
Muklis yang malang mempertimbangkan tawaran laki-laki itu. Dia tiba-tiba teringat akan segala kepahitan dalam hidupnya. Gak lulus ASN, gaji sedikit, sering dihina orang-orang, akhirnya dia pun memutuskan.
"Tuan, aku sangat menghargai tawaran tuan! Tapi, sekalipun aku kehilangan, istri, anak, harta, bahkan jiwa dan kehidupan ku, aku tidak akan pernah mengganti Tuhan ku! Karena ketika aku kehilangan semuanya itu, hanya Tuhan ku lah yang kupunya. Jikalau aku juga kehilangan Dia, maka hilang lah aku untuk selama-lamanya! Jadi tuan, silahkan anda cari orang lain yang bersedia memuji tuhan tuan!" Muklis menjawab dengan wajah tegang.
"Kasihan yah pak para korban itu! Beruntung lah kita gak jadi pergi".
Suara itu memisahkan Muklis dengan laki-laki sales itu.
Dia ahkirnya terbangun kemudian melihat istri dan anaknya duduk disampingnya dengan semur jengkol panas kesukaanya.
"Ohhhh, Puji Tuhan, hanya mimpi rupanya" Gumam Muklis dalam hati sambil tersenyum melihat istri dan anaknya.
Setelah selesai makan, istrinya bercerita bahwa mal yang akan mereka kunjungi itu baru saja runtuh dan menelan banyak korban jiwa.
Mereka tidak jadi pergi, karena dari tadi Muklis ketiduran dan tidak bisa di banguni, dan itu jugalah yang membuat mereka selamat.
Satu minggu setelah kejadian itu, terbitlah peraturan nasional bahwa honorer penyuluh pertanian yang sudah mengabdi minimal 5 tahun akan diangkat langsung jadi ASN. Sementara di desa itu, hanya Muklis yang sudah mengabdi selama itu dan otomatis dia diangkat jadi ASN.
Akhirnya, Muklis menuai buah kesetiaan dan ketaatannya kepada Tuhan. Tidak ada yang menyangka, Muklis si miskin itu, sekarang sudah jadi ASN pertanian dan hidup sejahtera di desa itu. Sekarang, semua memuji dan kagum melihat pribadinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H