Kangen AyahÂ
Dulu kala remaja, aku sering banget agak kesel sama ayahku. Karena dia sering tak menepati janji kepadaku, kala diriku merajuk minta sesuatu. Ayahku hanya bisa bilang "iya besok ya". Tetapi keesokannya malah lupa.Â
Sempat aku jengkel hingga ngambek terus minggat. Sampai-sampai Ibuku marah-marah kepada ayahku. Lantaran tidak bisa memenuhi keinginan sang anak tercinta dan istrinya. Bahkan ibuku dan aku pun sempat  bicara kasar pada ayah ku sendiri.
Namun kini, usai aku menjadi sang kepala keluarga. Aku baru tahu merasakannya sendiri, betapa pahit getirnya perasaan ayahku. Yang sejatinya tidak ingin melihat keluarganya menderita.
Ternyata ayahku, sudah sangat bekerja keras dan banting tulang demi memenuhi kebutuhan keluarga nya. Tanpa mau peduli akan cacian maupun makian dari para teman-temannya dan bosnya.
Mungkin ayahku sering mendapat hinaan di luar sana. Namun beliau tidak pernah mau menceritakannya. Bahkan mungkin juga ayahku sering mempertaruhkan nyawanya demi anak dan istrinya. Serta ayahku mungkin juga sering menahan lapar demi membawa uang dikala pulang.
Dan aku kini merasakan pahit getirnya itu semua. Untuk itu, sebelum marah-marah maupun cemberut pada sosok ayah. Ingat dan hitunglah, tiap hari berapa juta tetes keringat yang ayah kalian peras dari tubuhnya. Kemudian tataplah lekat-lekat matanya, mungkin tanpa kamu sadari mata itu telah banyak mengeluarkan air mata demi melihat keluarganya tersenyum penuh bahagia.Â
Buat ayah ku yang sudah tenang di alam sana. Aku minta maaf sebesar-besarnya. Dan akan ku doakan selalu, Semoga lelah mu menjadi berkah, Aamiin ya Allah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H