Mohon tunggu...
Yannuar Permana
Yannuar Permana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Semester Akut, Bukan Penulis. Tiada kata terlambat untuk berkarya, terlebih sesuai dengan passion kita.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Catatan Mimpi #3 : Alpha Waves

3 September 2013   07:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:27 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya —> Catatan Mimpi #2

******

Di kamar kos 3 x 3,5 meter ini aku dan kawanku Juned tinggal selama merantau di kota orang untuk menuntut ilmu. Meski tidak begitu luas, dengan jendela kayu ala rumah tradisional dengan besi-besi kecil yang melintang ditengahnya dan juga 2 kasur yang tergeletak di lantai itu sudah cukup buatku. Ditambah lagi Ibu kos yang ramah, sabar dan pengertian walaupun harga sewa kos per bulannya menurutku lumayan buat anak seorang PNS sepertiku.

“Bro, katanya ada perlu tadi. Perlu apaan?”

“Iya tho ? perlu apaan?”

Ladalaaa… ni anak ditanya malah nanya. Mana aku tau,ca. Kan kamu tadi pagi yang bilang mau ada perlu sama aku.”

“Ehmm.. lupa,ned. Halah, entar aja kalau udah inget. Oyaa, tadi aku ngalamin kejadian yang aneh.”

“Kejadian aneh apaan? Kenalan ama cewek cakep? Hahaha”

“Sial, ketemu cewek kok kejadian aneh?”

“Bagi mu itu kan kejadian aneh,bro.. langka… hahaha”

Benar juga sih... memang tadi kenalan dengan si Vana dan benar juga kalau itu termasuk kejadian aneh karena selama ini kenalan sama cewek yang baru pertama kali ketemu. Biasanya sih yang ngenalin aku sama cewek ya si Juned itu. Tapi bukan itu yang ku maksudkan. Dasar si Juned!

“Caa…. Juun….?” Panggil seseorang yang mengingatkanku kepada Ibu ku di kampung. Yup, itu suara Ibu kosku.

“Eh… Itu Ibu Sri manggil kita, ned.” Seruku sambil menaruh HandPhone ku ke kasur.

“Iya, Ca. Ayok kita turun !”

Kami segera keluar dan turun ke bawah. Kamar kami berada di lantai dua di rumah yang cukup mungil ini. Di lantai dua hanya sedikit ruangannya. Kamar tidurku, kamar mandi, dan beranda yang menghadap ke arah luar biasa untuk tempat menjemur pakaian.

“Iya,Bu. Ada apa?” Tanyaku lirih.

“Kalian sudah Sholat Magribkan?”

“Sudah bu, sudah daritadi.” Jawabku dan Juned serentak.

“Ini ada sedikit oleh-oleh. Beberapa hari lalu ada saudara Ibu dari Solo yang datang dan membawakan oleh–oleh. Oya.. kalian belum makan? Ayuk, makan bareng Ibu dan Rini!”

“Eee… i i ya bu. Kami taruh dulu oleh-olehnya ke kamar.” Jawab Juned dengan menerima oleh-oleh yang di beri Ibu Sri tadi.

Bagaimana tidak mengingatkan dengan Ibu di kampung halaman, Ibu satu anak ini memang sangat kalem dan baik sekali. Padahal terhitung baru sekitar dua minggu kami ­nge-kos di rumahnya yang memiliki tiga kamar. Satu kamar untuknya, satu untuk ku dan Juned, dan satu lagi untuk anaknya yang masih SMA kelas X atau kelas 1 SMA yaitu Rini. Oya, Suami dari Ibu kos ku sudah meninggal sejak Rini masih kelas 1 SD atau saat aku dan Juned kelas 4 SD. Untuk dapat menyambung hidup, Bu Sri mendapatkan uang dari uang pensiunan suaminya dan juga dengan membuka warung makan sederhana di samping rumah. Maklum, saat pertama kali nge-kos di rumah Ibu Sri, beliau bercerita banyak kenapa dia menyewakan kamar untuk kos cowok, bukan untuk cewek. Menurutnya biar ada yang membantunya untuk menjaga rumah. Soalnya di rumahnya sudah tidak ada laki-laki lagi semenjak meninggalnya Suami beliau, almarhum Pak Mahmud.

“Yuk, Broo.. Kita turun,makan!”

“Aku jadi kurang enak sama Bu Sri, Ned. Beliau baik banget orangnya.”

“Iya juga sih. Tapi nggak mungkin kita nolak tawaran beliau yang sudah menyiapkan makanan untuk kita.”

“Maka dari itu… kita turun aja gih!

Dimeja makan berbentuk persegi empat itu sudah ada Bu Sri dan Rini serta makanan yang sudah terhidang. Hemmm… memang beruntung aku dan Juned sudah nge-kos di rumah ini.

“Yuuk.. kita makan. Kalau nanti kurang nambah aja lagi nggak apa-apa!”

“Iya Bu...” Jawab ku dan Juned dengan nada sedikit malu.

Setelah makan malam bersama dengan seisi rumah kos, kami pun kembali ke aktivitas masing-masing. Bu Sri, nonton TV sambil bersama dengan anaknya Rini. Rini, nonton TV sambil membawa bebeapa buku dan perlengkapan tulis untuk mengerjakan PR. Juned, biasanya dia menghidupkan laptopnya dan modemnya untuk berselancar di dunia maya. Situs yang biasa dia buka yaitu Kaskus dan Kompasiana, sesekali dia juga membuka facebook untuk sekedar melihat info di grup FB nya. Sedangkan aku? Aku biasanya sibuk nonton film atau membaca komik di situs-situs komik online. Berhubung belum ada tugas kuliah, jadi ku puas-puaskan untuk menonton film yang lagi booming tahun lalu. Yuppp.. Fast & Furious. Yang bercerita tentang Balapan liar dengan mobil – mobil super keren dan mahal yang dibintangi Vin Diesel dan Paul Walker. Meskipun baru sekitar jam 8, yang namanya nonton film sambil tiduran setelah makan malam yang super lezat dan kenyang itu memang membuat ngantuk. Mata berat, tapi ku paksa untuk tetap terbuka untuk menuntaskan nonton film ini, meski sesekali terpejam.

“Tolong…Tolong…Tolong!!!” terdengar teriakan di lantai bawah yang membuatku membuka mata lebar – lebar.

“Ca..ca.. itu bukannya suaranya Bu Sri ?”

“Iya bener, Ned. Kita turun!”

Segera aku dan Juned bergegas menuruni tangga dengan ekspresi kaget dan panik karena teriakan Ibu kos ku yang menandakan ada kejadian yang serius. Namun setelah ku melihat apa yang ada di bawah, panik ku berubah menjadi perasaan yang bercampur aduk. Bingung, kaget, takut, dan tak tahu harus berbuat apa. Darah bercucuran di lantai, tangisan histeris Ibu kos pecah tanpa henti sambil memeluk putrinya yang tak sadarkan diri dengan luka seperti tertembak di perut bagian kiri.

“Astagfirullah… bu, apa yang terjadi?”tanya Juned dengan panic.

“Tadi waktu Rini mau memasukkan motor ke dalam rumah, di teras dia di tembak maling dan membawa kabur motornya.” Jawab Bu kos penuh isak tangis.

Sudah jelas apa yang terjadi, tanpa berpikir panjang aku segera berlari untuk mengejar maling itu. Tak pedulimaling itu menaiki motor dan aku hanya lari. Padahal jika dipikir dengan tenang seharusnya aku membawa Rini ke Rumah Sakit dahulu, tapi hal itu tak terlintas dibenakku karena melihat gadis mungil itu sudah tergeletak dipelukan bundanya dengan tak berdaya dan berlumuran darah.

“SIAAAALLL… AWAS KAU MALING…AKAN KUHAJAR KAUUUU!!!!!!!!”
teriak ku kencang dengan mata yang berkaca dan kaki yang berlari menuju jalan raya sekitar kos ku. Ku tengok ke kiri tak terlihat motor matic warna hijau muda yang biasa dikendarai Rini untuk ke sekolah. Ku tengok ke kanan, Ada 1 orang yang menaiki motor bebek warna merah dan 1 lagi menaiki motor matic warna hijau muda yang sedang berhenti mengisi bensin di seberang jalan raya.

“WOOOOIIII… KAMPREEEEEET!! BERHENTI!!!!!!!”
Segera mereka kaget dan bergegas melarikin diri dengan motor rampasan itu. Aku pun juga tak peduli dengan kendaran yang lalu lalang di jalanan hadapanku ini, lari dan terus berlari mencoba mengejar mereka bukan untuk merebut motor Ibu kos kembali, tapi hanya untuk menghajar sampai puas para maling itu atas perbuatan mereka kepada Rini. Gadis mungil yang pandai menari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun