Mohon tunggu...
Noorharyani Noordin
Noorharyani Noordin Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga -

belajar bersosialisasi lewat dunia maya...semoga membawa manfaat bukan mudarat...suka memasak, membaca dan menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menemani Anak Melewati Masa Rawan Pergaulannya

4 Agustus 2016   08:50 Diperbarui: 4 Agustus 2016   09:38 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="doc.pri"][/caption]Saat baru pertama kali memiliki anak, rasanya seperti keajaiban yang tidak terhingga untuk selalu disyukuri. Terbayang diluar sana masih banyak pasangan yang sangat mendambakan hadirnya seorang anak tapi belum beruntung mendapatkannya. Meskipun cuma memiliki satu anak, hal tersebut tidak mengurangi rasa bahagia karena telah dipercaya Yang Maha Kuasa untuk membesarkannya dengan segenap jiwa dan raga.

Hadirnya seorang bayi dalam rumah tangga memang sangat diharapkan. Tangis dan tawanya menyemarakkan semua orang. Tidak cuma Ayah Bundanya tapi juga kakek neneknya, om dan tantenya dan semua orang yang terhubung dengannya menjadi antusias menyambut kehadirannya.

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat. Masa Batita dan Balitanya berganti masa memasuki usia sekolah. Kadang tanpa disadari, si anak sudah menjelang remaja. Maka mulailah orangtua merasa sport jantung dengan segala permasalahannya. Pergaulannya, Gadgetnya, Keingintahuannya, Ketertarikannya sama lawan jenis, Pembangkangannya.....

Sebagai orangtua, pada masa-masa dasarnya sudah sering pula ditanamkan pemahaman akan nilai-nilai yang baik untuk membentengi dirinya menghadapi pergaulan dengan teman-temannya ataupun lingkungan sekitar tempat tinggal. Ditambah dengan kemajuan teknologi, satu lagi tugas orangtua adalah mengawasi pergaulan melalui media sosial yang tentu saja tidak mudah karena biasanya seorang anakpun ingin privasi sendiri.

Rasa-rasanya semua teori sudah dipelajari bagaimana mendidik anak dengan baik. Mencoba memahami keinginannya dan menjadi temannya walaupun tidak mudah. Karena pada dasarnya semua orangtua ingin hanya yang baik saja untuk anaknya padahal kadang-kadang anak perlu salah juga untuk menjadi benar pada akhirnya.

Hal pertama yang sangat mendasar adalah memberi contoh dengan perilaku kita sebagai orangtuanya. Mengajarkan keterbukaan dan keterusterangan pada apa yang ingin diketahuinya. Mengatakan bahwa dulu orangtuanya pun pernah muda serta merasakan dan mengalami apa yang sekarang dijalaninya dengan masa yang berbeda. Bahwa orangtuanya pun pernah melakukan kesalahan dan belajar dari kesalahan itu untuk memperbaikinya. Sehingga anak tidak merasa sedang dibatasi keingintahuannya.

Benar kalau orang bilang mengajari anak seperti bermain layang-layang. Semakin tinggi layang-layang naik keatas, semakin besar angin yang menerbangkannya. Tali yang dipegang harus kuat. Tarik ulurnya harus tepat. Dan ketika layangan harus beradu..bukan mustahil layang-layang menjadi putus tanpa dapat dikendalikan lagi kemana arah jatuhnya karena angin menerbangkannya.

Menyekolahkan anak di sekolah yang memiliki sistem boarding school mungkin menjadi alternatif walaupun tidak menjamin 100%. Semua tergantung anaknya, orangtuanya, lingkungan sekolahnya, teman-temannya. Bahkan dilingkungan pesantren pun bisa saja terjadi hal yang tidak diinginkan.

Untuk anak laki-laki, masa sekolah menengah pertamanya benar-benar merupakan masa yang krusial. Mengenal rokok dan tertarik dengan lawan jenis mungkin sudah biasa. Jaman sekarang semakin tinggi resikonya dengan peredaran narkoba yang semakin merajalela dan akses konten pornografi yang semakin gampang. Betapa tidak mudah menjadi orangtua di jaman sekarang. Anak-anak tidak bisa kita awasi 24 jam. Kita percayai sepenuhnya pun terasa tidak benar karena seharusnya rasa sayang padanya membuat kita harus selalu waspada dengan perubahan tingkah lakunya.

Menjadi orangtua dari seorang anak laki-laki diusia remajanya, kita harus banyak menenggang rasa. Keberaniannya kadang berbanding lurus dengan kekhawatiran kita. Belajar mengendarai motor, kita khawatir kecelakaan. Belajar menyetir mobil, kita takut dia ngebut. Tapi kalau semua serba kita larang..anak menjadi tidak belajar bagaimana cara untuk berkembang sesuai usianya.

Semoga semua yang kita upayakan untuk kebaikannya bisa membantunya melewati masa remajanya dengan selamat dan menyongsong masa depannya dengan lebih baik.

Jadilah temannya....sehingga dia merasa nyaman bersama anda sebagai orangtuanya........

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun