Mohon tunggu...
January Widhaningtias
January Widhaningtias Mohon Tunggu... -

Lahir di Cirebon dan minat terhadap kemajuan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hewan Vs Manusia?!

19 Agustus 2010   06:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang belom pernah melihat induk burung memberi makan anaknya, kemudian mengajari terbang lalu melepasnya untuk hidup mandiri? Walaupun tidak melihatnya secara langsung, acara Fauna di tv-tv dari jaman kiwari pasti pernah menayangkannya dan ditonton banyak pemirsa. Itu tentang burung, burung beneran; sejenis hewan terbang yg suka hinggap di dahan ataupun di kabel listrik. Bukan burung jadi-jadian. Haduh kok jadi saru (:D). Selain burung, ada raja hutan; Sang singa-pun hewan yang hidupnya di darat atau hewan lainya, ketika induknya mempunyai anak nauri-nya hanya sebatas memberi makan kemudian mengajarkan bagaimana survive atau bertahan hidup. Lepas itu mereka hanya akan menjadi bagian suatu kelompok. Bagaimana tugas sang jantan? Banyak hewan pejantan lepas menjalankan tugasnya sebagai sang pejantan, lepas pula tugasnya (uenak tenaaaannnnn :D).

Bicara soal naluri, hewan yang jelas stratanya digolongkan lebih rendah dari umat manusia masih tergolong konsisten kalaupun tidak bisa dikatagorikan tinggi. Yang membedakan atau yang membuatnya menjadi demikian adalah 'tingkat kesempurnaan' dari golongan manusia. Di suatu televisi swasta pernah menyiarkan seekor induk hewan beruang yang berusaha menyelamatkan anaknya dari jeratan jala. Kalo diliat dari golongannya sebagai kelompok hewani yang sering dijadikan kiasan berkonotasi miring naluri hewan itu tidak mengenal kata malu, dia akan terus berusaha sampai anaknya selamat. Tapi kalau manusia (baca wanita) disamping naluri yang dimilikinya rasa malu kadang mengalahkan naluri tersebut. Buktinya banyak yang membuang anaknya sendiri bahkan dengan cara yang lebih kejam dari hewan.

Ketika seekor hewan menginjak dewasa, maka hukum alam yang berlaku. Siapa yang mampu bertahan maka dialah yang eksis. Sebetulnya itu hal yang sepadan, bahkan hal demikianpun terjadi di dalam kehidupan manusia. Yang membedakannya adalah saat hewan harus eksis di dunianya maka dia benar-benar harus mengerahkan daya upaya dan kemampuannya tanpa lagi dibantu induknya. Sedangkan manusia, saat dewasa saat harus eksis di dunianya pun bahkan masih harus didukung atau disokong keluarganya.

Selanjutnya ketika hewan memasuki masa kawin, maka yang terjadi adalah proses alamiah dimana pejantan hanya mencari betina untuk melancarkan siklus habitatnya tanpa bantuan induknya lagi. Sementara manusia tidak se-simple itu. Mata rantai hubungan induk dan anak bagi hewan putus setelah anak dianggap mandiri,sedangkan mata rantai manusia berlanjut sampai akhir hayat. Mungkin karena mata rantai sang anak dan induk telah terputus masalah rumah tangga mereka pun tidak njilimet.

(to be continued ... sangat mengantuk)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun