Mohon tunggu...
erdian
erdian Mohon Tunggu... Administrasi - pemula, amatir

laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serangan KST, KKB, atau PMC?

2 Mei 2023   08:40 Diperbarui: 2 Mei 2023   09:06 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Judul di atas tercetus begitu setelah menyimak banyak sekali berita yang muncul pasca penyerangan Kelompok Separatis Teroris atau KST (begitu istilah yang digunakan TNI) terhadap pos Mugi-Mam, Nduga, Papua pada 15 April 2023 lalu. Peristiwa tersebut begitu menghentak bukan hanya karena gempuran kelompok separatis itu berhasil membuat pasukan TNI tercerai-berai, tetapi karena sasaran yang "dipilih" oleh kelompok kriminal itu bukanlah sembarang sasaran. Ya, pasukan yang bertugas di pos itu terdiri dari para personil pasukan khusus yang berasal dari dua kesatuan paling disegani di republik ini, Kopassus dan Kostrad. Tepatnya tim Candraca 2 dan 11 serta pasukan YR (Yonif Raider) 321/ GT. 

       Hal ini tentu saja mengagetkan banyak pihak, khususnya para pengamat militer. Bagaimana mungkin satuan militer dengan reputasi tinggi seperti tersebut tadi dibuat kalang kabut oleh sekelompok orang kriminal biasa? Dari kacamata orang awam yang hanya menonton berita, hal itu mustahil terjadi. Terlebih lagi pasukan TNI sepanjang sejarah negara ini terus menghadapi berbagai operasi anti gerilya yang nyaris tanpa henti di berbagai daerah. Mulai dari DI/TII Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan kemudian Pemberontakan PRRI/ Permesta; Pemberontakan Andi Azis; Penumpasan RMS; Pemberontakan PKI di Madiun, Timor-timur, hingga operasi militer di Aceh. Dan itu semua menunjukkan betapa pasukan TNI Kita sudah sangat berpengalaman dan memiliki jam terbang tinggi. Selain itu tanah Papua sendiri adalah palagan yang sudah sejak lama menjadi area operasi pasukan TNI, sejak era operasi Trikora, Pepera, hingga operasi menumpas TPN/ OPM. Dengan kata lain seharusnya medan Papua bukan lagi menjadi area yang "tidak dikenal" bagi militer Kita. Meskipun tentu saja Kita harus mengakui bahwa Papua adalah sebuah daerah yang luas dengan alam yang masih alami.

         Kembali ke bahasan di atas. Dari seluruh operasi militer yang disebutkan tadi, satuan elit Kopassus dan Kostrad hampir dipastikan ikut serta. Bahkan ketika pertama kali dibentuk, Kesatuan Komando (Kesko) TT III Siliwangi (embrio Kopassus) diujicobakan untuk menghadapi pemberontakan DI/ TII Kartusuwiryo di Jawa Barat, dan berhasil menunjukkan daya gempur yang luar biasa terhadap kelompok Kartusuwiryo. Sejak saat itu Kopassus terus berkembang dan tidak pernah absen di setiap operasi militer yang digelar pemerintah. Bahkan satuan ini pernah dinobatkan sebagai pasukan terbaik urutan ke-3 didunia setelah SAS Inggris dan Sayaret Matkal Israel oleh Discovery Military pada tahun 2008. Pasukan ini begitu disegani dunia.

      Kemudian ada pasukan Raider yang juga turut menjadi korban serangan KST. Sebagai orang awam, tentu pemahaman Penulis tentang batalyon raider ini tidaklah sempurna. Sepengetahuan Penulis, istilah raiders ini mulai terkenal ketika Jenderal Ahmad Yani (mungkin dengan pangkat Letkol ketika itu) melatih satu batalyon dengan materi tertentu untuk mendapatkan kualitas yang diatas rata-rata pasukan reguler saat itu. Pasukan ini kemudian diberi nama Batalyon Banteng Raiders. Pasukan yang disegani dengan kemampuan tempurnya.  Puluhan tahun kemudian pada era 2000'an, ketika konflik Aceh memanas, Kasad Jenderal Ryamizard Ryacudu  menginisiasi pembentukan pasukan-pasukan Raider di tiap Kodam. Setiap Kodam mengirimkan kontingen yang kemudian dilatih oleh Kopassus. Pelatihan ini dilakukan di pusat pendidikan pasukan khusus di Batujajar. Paukan raider didikan kopassus ini kemudian menjadi prototipe bagi pengembangan pasukan raider berikutnya di masing-masing Kodam. 

      Riwayat panjang kedua pasukan tersebut tentu bukan isapan jempol belaka. Reputasi itu tentu harus dipertahankan dengan upaya yang luar biasa hebatnya. Mulai dari kelembagaan, aspek teknis, pengembangan, penugasan, hingga kesejahteraan. Karena itu sebagai sebuah organisasi baik Kopassus maupun Kostrad (yang membawahi pasukan Raider) Kita yakini adalah sebuah organisasi yang kuat dan matang. Di sisi lain, ada gerombolan kriminal yang menamakan dirinya OPM dengan anggota yang usianya rata-rata 20'an sd. 30'an tidak terlatih dengan baik dan tanpa organisasi yang kuat tapi  berhasil bertahan dari gencarnya operasi pasukan TNI/ Polri bahkan memberikan perlawanan yang merepotkan. Apakah ini masuk akal? tentu tidak. Jika menggunakan  nalar awam (sekali lagi) berbagai serangan yang dilakukan kelompok ini hingga yang terakhir di pos Mugi itu tidak mungkin bisa dilakukan. Kecuali dengan 3 kemungkinan, apa itu? pertama, kualitas pasukan militer Kita menurun; kedua, KST, KKB, atau apapun namanya memang benar-benar hebat; atau yang ketiga, serangan di pos Mugi itu dilakukan oleh pasukan lain (yang kualitasnya setara atau bahkan di atas TNI) yang ikut "bermain" di Papua. Baik, mari Kita cerna satu per-satu.

      Kemungkinan pertama, kemampuan pasukan Kita menurun. Bisa jadi kemungkinan ini ada benarnya. Indikasinya adalah dari periode ke periode waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi pemberontakan di daerah semakin lama. Contohnya dulu ketika di awal kemerdekaan, berbagai pemberontakan berhasil ditumpas habis dalam waktu singkat. DI/ TII, PRRI/ Permesta, Kahar Muzakkar, dan yang lainnya berhasil ditumpas hinggak ke akar-akarnya. Tidak hanya itu dalam berbagai pertempuran pasca proklamasi kemerdekaan pasukan TNI berhasil memukul mundur pasukan Belanda (dan NICA) dengan gemilang. Itu bisa dilihat di pertempuran Ambarawa dan serangan umum 1 maret di Yogyakarta. Padahal pada periode itu TNI belumlah memiliki kelengkapan yang hebat seperti sekarang, bahkan belum memiliki aspek kelembagaan yang kuat. Tapi seiring berjalan waktu, muncul pemberontakan di Aceh, Papua, dan Timor Timur (sebelum merdeka). Gejolak di  Aceh akhirnya selesai lewat perundingan, Tim-tim lepas setelah referendum dan menjadi negara yaitu Timor Leste, sementara Papua terus bergejolak sampai sekarang. Baik Aceh, Tim-tim, dan Papua menjadi medan operasi yang berkepanjangan dan tidak berakhir seperti DI/ TII, PRRI/ Permesta, ataupun Pemberontakan Andi Azis dan Kahar Muzakkar.  Apakah ini menunjukkan bahwa memang terjadi penurunan kualitas pasukan Kita? belum bisa dipastikan demikian. Itu karena ada banyak variabel yang mempengaruhi jalannya sebuah operasi militer. Akan tetapi itu bisa dijadikan kajian untuk penguatan kemampuan militer Kita. Nah, bagaimana dengan konteks bahasan ini, apakah memang mengganasnya serangan KST/ KKB itu disebabkan oleh faktor kualitas pasukan Kita mengalami penurunan? 

       Menurut Penulis kemungkinan ini tidak tepat.  Pada tahun 2021 (dua tahun yang lalu) TNI dinobatkan sebagai rangking 16 terkuat dunia versi Global Fire Power (Sindonews, edisi 25 November 2021). Sementara di Asia, TNI menduduki ranking 9 sebagai militer terkuat. Selain itu anggaran untuk pertahanan mengalami peningkatan sejak 2018 (Rp106,68T) hingga 2021 (Rp136,9T). Pada tahun 2022 alokasi anggaran ini kembali naik menjadi Rp151T. Meskipun memang alokasi anggaran ini masih jauh dari kata ideal tetapi paling tidak ini menjadi indikasi bahwa pertahanan atapun militer menjadi aspek yang dipacu pertumbuhannya. Apakah alokasi ini berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pasukan? belum bisa dipastikan tetapi data yang dirilis oleh Global FirePower pada tahun 2022, Indonesia berhasil naik satu peringkat dari posisi 16 ke posisi 15 dengan nilai PwrIndx sebesar 0,2251. Indonesia berada di bawah Iran, tetapi sekaligus berhasil membawahi negara-negara besar seperti Jerman, Australia, bahkan Israel. Karena itu kemungkinan bahwa kualitas pasukan mengalami penurunan sehingga aksi KST atau KKB terasa menguat adalah tidak benar.

         Bagaimana dengan kemungkinan kedua, yaitu bahwa KST atau KKB ternyata memang adalah sebuah kelompok yang sangat terlatih dengan kualitas setara atau bahkan di atas kualitas pasukan TNI Kita? Tidak ada informasi valid yang bisa dijadikan acuan bahwa kelompok ini memang memiliki organisasi yang solid dan memiliki program yang terarah untuk memperkuat kualitas pasukannya. Jika mengambil komparasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di masa konflik Aceh, kelompok yang kini sudah dibubarkan ini memiliki track record dalam mencetak dan menjamin mutu pasukannya. Mulai dari pengiriman calon anggota-anggotanya untuk dididik di Libya hingga membentuk pusat-pusat pendidikan bagi anggota-anggota baru di berbagai tempat di pedalaman Aceh. Mereka memiliki rantai komando organisasi yang jelas, standar pendidikan yang baku, hingga pada penggunaan atribut dan seragam. 

       Demikian pula dengan kelompok Fretilin di Tim-tim. Kelompok ini merupakan pasukan terlatih yang dulunya merupakan didikan pasukan Tropaz yang notabene merupakan pasukan Portugis. Kisah tentang kualitas tempur pasukan Tropaz ini banyak diceritakan dalam berbagai buku dan artikel yang mengulas operasi terjun payung ABRI di Dili pada tahun 1975. Pasukan Tropaz mampu memberikan perlawanan yang sengit dan pantas. Lalu bagaimana dengan KKB atau KST di Papua? Sampai hari ini tidak pernah ada tokoh yang dianggap mewakili otoritas tertinggi sayap militer OPM (nama resmi kelompok ini) selain Jacob Prai, Seth Roemkorem, dan Nicolas Jouwe. Ketiganya bahkan tidak pernah berkomentar terkait aksi-aksi KKB/ KST belakang ini. Yang kerap muncul  adalah nama-nama pemimpin kelompok-kelompok kecil seperti Egianus Kogoya ataupun Lekagak Telenggen. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi kelembagaan kelompok ini tidak memiliki organisasi yang solid. Karena itu sulit membayangkan bahwa mereka memiliki program kerja untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan tempur pasukannya secara terarah.  Seperti yang sering disampaikan oleh otoritas kepolisian ataupun militer, kelompok ini hanyalah kelompok kriminal biasa yang mengacau keamanan. Dengan kata lain kemungkinan kedua bahwa KST atau KKB ini benar-benar hebat menjadi terbantahkan.

       Lalu bagaimana dengan kemungkinan ketiga, bahwa ada kekuatan lain yang sebenarnya sedang bergerak di Papua? Kemungkinan ini sangat mungkin terjadi. Papua adalah area yang selalu menarik perhatian negara asing. Tidak hanya karena kekayaannya, ataupun karena keberadaan Freeport, tetapi juga karena provinsi ini memiliki letak yang sangat strategis. Papua adalah jembatan antara kawasan pasifik dengan Asia dan juga Australia. Jika ada negara asing yang berniat untuk menyerang Indonesia,  Papu adalah salah satu batu loncatan yang sangat tepat. Dengan semua hal itu maka sangat dipahami jika banyak negara asing yang mungkin melakukan "aktifitas" tertentu yang membahayakan Indonesia. Dalam sebuah postingan di media sosial tampak video serotan anggota Brimob yang sedang berbincang dengan masyarakat Papua. Di antara mereka tampak seorang berperawakan kekar dengan kulit putih dan rambut kemerahan, persis tampilan bule-bule dari Amerika atau Eropa. Dan uniknya lagi, si- Bule ini mengenakan helm dan rompi anti peluru layaknya perlengkapan militer. Hal ini lantas menimbulkan spekulasi bahwa Freeport mempekerjakan tentara bayaran sebagai Satpam. Dalam dunia militer, penggunaan tentara bayaran atau Private Military Company (PMC) adalah hal yang lumrah. Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amerika Serikat kerap menggunakan jasa para tentara swasta dalam banyak operasi mereka seperti di Irak dan Afganistan.  Black Water, adalah satu diantaranya yang paling terkenal.

        Para tentara bayaran ini pada umumnya adalah bekas tentara reguler yang memang telah memiliki kualifikasi dan pengalaman tempur sebelumnya, bahkan banyak diantara mereka sebelumnya adalah anggota dari satuan khusus seperti Spetnatz, US Navy SeAL, Delta Force, atau SAS. Karena itu wajar jika kemampuan para tentara bayaran ini sangat mumpuni. Penggunaan tentara bayaran oleh negara-negara yang tengah teribat operasi militer setidaknya memberi dua keuntungan. Pertama, mereka bisa "berhemat" biaya pengerahan pasukan sekaligus berhemat cadangan pasukan. Kedua, penggunaan tentara bayaran tidak meninggalkan jejak yang bisa melemahkan posisi diplomasi si negara penyewa di mata internasional. Itu karena tentara bayaran tidak menggunakan atribut ataupun embel-embel negara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun