Mohon tunggu...
Budhi Hendro Prijono
Budhi Hendro Prijono Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Belajar Terus dan Terus Belajar! Pensiunan Karyawan YAKKUM RS Emanuel Purwareja-Klampok Banjarnegara. Alumni Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

“Perawat (Bukan) Pembantu Dokter”

17 Maret 2016   19:22 Diperbarui: 17 Maret 2016   20:04 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketiga, batas kewenangan perawat sebagai bagian dari tim kesehatan di lapangan, tidak jelas. Gesekan, terutama dengan profesi dokter, acapkali terjadi. Grey area tugas dan kewenangan dokter dan perawat, sangatlah lebar. Sebagai contoh: tugas mengobati pasien seperti menyuntik dan memasang infus sebenarnya menjadi area tugas dokter. Namun, di lapangan, hampir selalu dilakukan oleh perawat. Bahkan di situasi darurat yang memerlukan kecepatan penanganan, seperti di IGD, ICU, daerah terpencil atau di lokasi bencana; perawat selalu menjadi andalan.

Tantangan Persaingan

UU Keperawatan seharusnya bisa mengatur standar kompetensi, peran dan fungsi perawat dalam tim kesehatan serta hubungan perawat dengan institusi atau pihak lain. Dengan UU ini perawat juga akan dilindungi dari tuntutan hukum. Perawat dalam kasus emergency harus melakukan tindakan yang bukan tanggung-jawabnya. Jika hasilnya tidak seperti yang diharapkan maka tudingan malpraktik bisa-bisa akan tertuju kepada perawat. Sayangnya, sampai ulang tahunnya yang ke 36 tanggal 17 Maret ini, PPNI -sebagai satu-satunya organisasi perawat di Indonesia-, belum memiliki undang undang yang mengatur profesi perawat tersebut. 

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang paling dekat dan paling lama berinteraksi dengan pasien adalah tenaga yang paling berrisiko tertular penyakit. Ironisnya, kompensasi atas risiko ini belum diterapkan oleh semua institusi kesehatan.

Dengan diberlakukannya ASEAN China Free Trade Area (ACFTA) dan ditandatanganinya Mutual Recognition Agreement (MRA) oleh 10 negara ASEAN, terutama bidang keperawatan, perawat domestic makin terjepit. Dampak atas disahkannya RUU Rumah Sakit, masyarakat dapat menyampaikan keluhan atas pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai standar baik melalui media cetak maupun elektronik. Bukan itu saja, pasien juga berhak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapat, bahkan menggugat dan menuntut rumah sakit apabila pelayanannya diduga tidak sesuai standar.

Kondisi ini menuntut setiap tenaga kesehatan termasuk perawat menerapkan standar professional dalam tugasnya.
 Persaingan yang semakin ketat mendorong perawat untuk tidak merasa cukup hanya sekadar lulus sekolah atau sekadar lolos seleksi masuk dunia kerja namun harus senantiasa menempa diri untuk berkompetisi meraih hati masyarakat pasien.

Selamat ulang tahun PPNI, selamat ulang tahun perawat Indonesia.

Catatan: Artikel ini sudah pernah dimuat di Harian Suara Merdeka tanggal 17 Maret 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun