Mohon tunggu...
yang dhiyya
yang dhiyya Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

sedang sibuk memperbaiki diri

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Rendahnya Budaya Berjalan Kaki di Indonesia, Apa Alasannya?

4 Juni 2024   21:05 Diperbarui: 4 Juni 2024   22:34 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah hiruk-pikuk kota dan kemacetan yang semakin parah, banyak orang mulai malas untuk beraktivitas bahkan hanya untuk sekedar berjalan kaki di area rumah. Mager alias malas gerak, menjadi istilah yang sudah biasa digunakan anak muda saat ini untuk menggambarkan kemalasan mereka. 

Padahal, berjalan kaki memberikan banyak manfaat, mulai dari menjaga kesehatan hingga mengurangi polusi. Namun kenyataannya, budaya berjalan kaki di Indonesia masih sangat rendah. Hal inilah yang harus kita cari tahu apa saja yang menjadi penghalang utama dalam membudayakan jalan kaki di Indonesia.

Infrastruktur yang kurang memadai untuk para pejalan kaki

Banyak jalan di Indonesia yang tidak memiliki trotoar sama sekali, sekalipun ada, kondisinya sangat tidak layak untuk dilewati dengan banyak lubang dan permukaannya tidak rata. Hal ini tentu membuat para pejalan kaki tidak nyaman dan bisa saja membahayakan mereka. Meskipun ada trotoar yang layak pun, biasanya hanya terdapat di jalan-jalan tertentu saja. Itupun sering kali digunakan oleh pedagang asongan untuk berjualan. 

Tak jarang juga motor menggunakan trotoar untuk menerobos jalan, sehingga membahayakan para pejalan kaki. Ketika ditegur, mereka malah bertindak lebih galak dibandingkan yang seharusnya mendapatkan haknya.

Kondisi cuaca yang kurang mendukung untuk beraktivitas

Cuaca tropis di Indonesia yang sangat panas dan terkadang tiba-tiba saja hujan suka membuat orang malas untuk keluar dari rumah ataupun gedung. Jika bukan diniatkan untuk olahraga, masyarakat pasti enggan menghadapi cuaca seperti ini. Terutama bagi pegawai kantoran, mereka pasti tidak mau mengambil risiko harus basah kuyup karena keringat dan menjadi bau keringat saat sampai di kantor.

 Hal ini juga diperparah dengan kurangnya fasilitas untuk dapat berteduh; jarang sekali terdapat pohon-pohon tinggi di pinggir jalan yang dapat membantu untuk berteduh.

Polusi udara yang tinggi dan debu tebal bertebaran

Polusi udara yang tinggi terutama di kota-kota besar di Indonesia menjadi alasan lainnya mengapa orang sangat malas untuk berjalan kaki. Udara yang penuh dengan asap kendaraan, debu, dan partikel polutan lainya bukan hanya mengurangi kenyamanan tetapi juga dapat membahayakan kesehatan seseorang. Masyarakat tentunya enggan jika harus menghirup udara yang tercemar saat sedang berjalan sepanjang jalan raya. 

Polusi ini bukan hanya dapat merusak paru-paru, tetapi juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan lainnya pada jangka panjang seperti asma dan penyakit jantung. Akibatnya, meskipun berjalan kaki adalah pilihan transportasi yang paling sehat dan ekonomis, banyak orang lebih memilih untuk menghindarinya demi menjaga kesehatan mereka.

Transportasi umum yang kurang memadai

Kurang memadainya transportasi umum ini membuat masyarakat malas untuk menggunakannya, masih terdapat banyak masalah yang muncul dari pelayanan transportasi umum seperti ketidakteraturan jadwal, kepadatan penumpang yang berlerlebihan, atau bahkan kualitas kendaraan yang buruk. Ketidaknyamanan yang muncul ini membuat banyak orang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi atau bahkan menunda perjalanan mereka. 

Akibatnya, ketergantungan pada kendaraan pribadi meningkat sedangkan keinginan untuk berjalan kaki sebagai alternatif transportasi yang lebih ramah lingkungan menjadi terlupakan. Padahal jika transportasi umum lebih memadai dan terintegrasi dengan baik, masyarakat pasti akan menjadikannya opsi utama untuk bepergian, yang pada akhirnya dapat meningkatkan budaya berjalan kaki.

Kurangnya keamanan terutama bagi perempuan

Saat ini, perilaku pelecehan terutama terhadap perempuan masih marak terjadi di Indonesia. Pelecehan verbal seperti catcalling atau perlakuan tidak mengenakkan lainnya sering kali terjadi di jalanan, termasuk saat seseorang sedang berjalan kaki. Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak aman dan membuat perempuan merasa rentan saat berada di jalanan. Rasa takut akan pelecehan atau hal tidak mengenakkan lainnya memengaruhi keputusan seseorang untuk menggunakan transportasi lain atau bahkan memilih untuk tidak berpergian sendiri. 

Ketidaknyamanan dan ketegangan yang dialami oleh perempuan di saat mereka hanya ingin menikmati berjalan kaki di jalanan dapat menganggu kesehatan mental dan meningkatkan tingkat stres. Hal ini bukan hanya dapat menghambat mobilitas individu tetapi juga bagi banyak orang, terutama perempuan, untuk mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat.

Stigma negatif yang beredar di masyarakat

Stigma dan stereotip negatif terhadap orang yang berjalan kaki yang dianggap seperti pengemis atau orang gila sering kali membuat orang enggan untuk berjalan kaki. Selain itu, ada juga asumsi lain bahwa orang yang berjalan kaki pasti tidak memiliki kendaraan pribadi menciptakan kesan bahwa mereka tidak memiliki status sosial yang tinggi dan perlu dikasihani. 

Persepsi-persepsi seperti ini dapat mengakibatkan ketidaknyamanan atau bahkan rasa takut bagi individu yang sebenarnya hanya ingin melakukan aktivitas fisik sederhana. Hal ini bukan hanya dapat memengaruhi mobilitas seseorang, tetapi juga dapat memengaruhi kepercayaan diri dan kesehatan mentalnya.

Oleh karena itu, perlu upaya kolaboratif antara pemerintah dan masyarakat agar dapat membudayakan berjalan kaki sebagai aktivitas fisik sehari-hari. Pemerintah dapat membantu dengan meningkatkan infrastruktur, memberikan fasilitas yang memadai agar tercipta lingkungan yang nyaman bagi pejalan kaki. 

Selain itu, kebijakan transportasi yang ketat juga perlu untuk diberlakukan, dimana kebijakan ini harus mengutamakan kenyamanan dan keamanan bagi pejalan kaki, seperti memberikan pembatas jalan di pinggir trotoar, menyediakan rambu lalu lintas dan penyebrangan yang jelas, serta memantau pengendara motor agar tidak menggunakan trotoar untuk menerobos jalanan.

Di sisi lain, masyarakat juga dapat berkontribusi dengan melakukan kampanye sosial dan edukasi mengenai manfaat berjalan kaki. Edukasi ini bisa dimulai dari keluarga kecilnya terlebih dahulu, dengan menjelaskan bagaimana bertingkah laku yang benar saat sedang berada di jalan raya. Selain itu, budaya dan norma sosial yang mendukung berjalan kaki sebagai pilihan transportasi paling efektif juga perlu ditanamkan. 

Dengan demikian, kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang kondusif untuk membudayakan kebiasaan berjalan kaki sebagai gaya hidup sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun