Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Diam-diam Kita Berharap Data dan Informasi Pribadi Kita Dibocorkan Facebook

18 April 2018   13:24 Diperbarui: 18 April 2018   14:18 858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peristiwa bocornya data pribadi yang diunggah pada Facebook menggemparkan jagat media sosial. Indonesia, sebagai salah satu negara pengguna Facebook, bahkan mungkin pengguna terbesar diantara negara-negara berkembang lainnya, merasa berkepentingan untuk menelisik sejauh mana pihak Facebook menunjukkan niat bertanggungjawab, dan sudah sejauh mana pula data-data personal tersebut telah disalahgunakan. Mark Zuckerberg mengaku bahwa data pribadinya pun ikut bocor, namun dengan terbata-bata dia memastikan bahwa kebocoran data Facebook menjadi tanggung jawabnya. 

Keberadaan Facebook di Indonesia menjadi sangat spesial karena fitur yang disediakan amat ramah pengguna. Terbukti dengan tanpa perlu bimbingan bermedia sosial, setiap orang seolah bebas menggabungkan diri dan membangun jaringan pertemanan hampir dengan siapapun. Pun, tanpa perlu ada prosedur perizinan tertentu,  seseorang bebas mengunggah dan mengunduh apapun dari Facebook. Hadirnya Facebook di dunia pertemanan virtual menghadirkan euforia "cari teman, nguntit teman, ngomen teman, nyolek teman."

Tidak adanya pembimbingan penggunaan Facebook bisa saja mendatangkan hal-hal tidak diundang. Misalnya, karena ketidaktahuan,  seseorang mengunggah apapun tanpa pikir ulang dahulu di Facebook. Seorang lbu, yang bahagia baru saja berputra, dia dengan senangnya dia mengumumkan kelahiran putranya, ukuran bayinya, biaya rumah sakitnya, undangan syukuran, plus foto merem bayi merahnya. 

Esok harinya, ibu ini melanjutkan unggahannya. Kali ini dia memvideokan bayinya yang sedang tidur, nguap, nangis.  Terus, dia setia sekali mengunggah tanpa henti, sampai anak itu bisa merangkak, masuk TK, dan pada yang sama, Facebook dengan ramahnya mengucapkan selamat karena lbu itu telah berteman dengan si fulan selama 5 tahun. 

Contoh sederhana di atas mengimplikasikan bahwa ibu yang memiliki bayi, juga sebagian dari  kita tanpa sadar telah menyimpan (menitipkan) data dan informasi  pribadi kepada Facebook dan kita sengaja membagikannya kepada dunia. Di luar sana, tanpa kita ketahui,  ada yang mengikuti kita menulis apa saja, mengunggah foto apa saja,  bersumpah serapah sekasar apa, atau bersedih senestapa apa. 

Mengunggah apapun pada Facebook memang tidak ada larangan. Bagi ibu yang setiap hari mengunggah tentang anaknya mulai dari pernikahan, kehamilan,  melahirkan, sampai anaknya remaja misalnya, tidakkah terpikirkan efek tidak langsung dari unggahan tersebut. Efek pertama, akan datang dari si anak itu  sendiri.  Ketika anak itu remaja dan mengetahui bahwa dirinya sudah mendunia sejak lahir, bisakah dia menuntut ibunya. Umpama dia merasa telah diekspos secara berlebihan,  dan kemudian merasa malu dengan unggahan-unggahan yang dilakukan ibunya yang menjadi penyebab perundungan di sekolahnya.

Efek kedua, dari dunia kerja yang berpeluang membuatnya mendapatkan kedudukan dan penghasilan. Pada saat wawancara, anak itu ditolak,  padahal secara administrasi dan akademik memenuhi persyaratan.  Penolakan terjadi karena HRD perusahaan tersebut telah melongok curriculum vitae (biografi) virtual si anak yang terpampang di Facebook, dan dia menemukan bahwa ada indikasi ketidakstabilan emosi misalnya, berdasarkan kajian unggahan yang dibuat ibunya. 

Unggahan apapun pada Facebook tidak ditujukan untuk konsumsi pribadi, sebaliknya untuk siapapun,  baik yang kenal ataupun tidak kenal. Hal ini menyiratkan bahwa secara tidak langsung, pengunggah ingin dikenali keberadaannya, ingin diakui eksistensinya, ingin dicatat keberwujudannya,  ingin didengar suaranya. 

Dorongan ingin diakui, dikenali, dicatat, dan didengar mengakibatkan tanpa paksaan kita mengunggah semuanya, termasuk hal-hal yang tidak penting. Dengan kata lain, kita mengizinkan semua data baik pribadi, pekerjaan, ataupun lainnya, mendunia dan kita berharap ada orang yang membacanya, memberinya jempol, mampir dengan meninggalkan pesan, atau sesekali mendapatkan kejutan pesan pribadi. Data dan informasi yang kita unggah menjadi milik dunia, dan menjadi janggal jika kita menggungat Facebook  karena dianggap membocorkan siapa kita sehingga misalnya kehilangan peluang pekerjaan.

Kita akui bahwa terdapat banyak manfaat positif dari eksis di Facebook,  diantaranya adalah menyambungkan kembali silaturahmi yang putus karena waktu dan jarak, bisnis dalam jaringan yang berbasis persahabatan, terbukanya peluang   pekerjaan. 

Pada zaman Majapahit dulu,  Mpu Gandring dengan rasa malu tak terhingga mengakui kepada Ken Dedes bahwa dia tidak menciptakan kematian dan kengerian dari buah karyanya,  yaitu keris. Menurutnya keris itu sendiri tidak berdaya upaya sama sekali. Tanganlah yang membuatnya bertuah. 

Demikian juga dengan Facebook,  tanganlah yang membuatnya memiliki makna dan kuasa. Tangan itu milik kita,  apapun yang diunggah di Facebook, yang tentu saja pasti bocor (karena apapun yang diunggah memang kita harapkan bocor atau dibaca), semoga menjadikan kita menjadi lebih dewasa dalam bersosial media dan membangun jejaring pertemanan di dunia maya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun