Mohon tunggu...
Badriah Yankie
Badriah Yankie Mohon Tunggu... Guru - Menulis untuk keabadian

Badriah adalah pengajar bahasa Inggris SMA yang menyukai belajar membaca dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bencana dan Kematian Mengintip Cianjur

8 April 2018   06:47 Diperbarui: 8 April 2018   08:05 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jalan Siliwangi mendadak berubah menjadi jalan air liar tak terkendali.

Banjir bandang menyerang kota Cianjur di malam hari, 7 April 2018, setelah hampir 6 jam hujan mengguyur kota Tauco ini. Para penduduk yang tinggal di sepanjang aliran sungai Cianjur menerima kejutan hadiah tak diundang yaitu air kotor yang masuk ke rumah mereka tanpa bisa diusir. Kondisi ini merusak ketenangan malam yang biasanya tidak pernah terjadi banjir walaupun hujan berlangsung lebih dari 6 jam. 

Selain di sepanjang aliran sungai Cianjur, air hujan juga menggenangi jalan Siliwangi, Jalan Mangunsarkoro, jalan Sayang. Para penduduk hanya bisa menonton banjir dan tidak bisa berbuat apapun selain berdoa semoga banjir tidak semakin membesar dan tidak mengambil nyawa. Di bagian lain, jembatan yang menghubungkan Gang Rinjani dengan jalan raya hanyut. Kengerian menyelimuti penduduk karena bukan tidak mungkin hal yang sama akan terulang. 

Kondisi setiap sisi jalan yang langsung ditembok tinggi  untuk menyediakan taman, sedangkan selokan untuk mengalirkan air sepertinya tidak seimbang dengan hitungan debit air jika hujan turun. Dengan sendirinya, jika hujan turun, jalan menjadi penampung air hujan, dan air hujan tidak bisa kemana-mana karena selokan kecil yang disediakan terhalang tembok taman, atau kalaupun ada selokan tidak berfungsi karena telah dijadikan tempat pembuangan sampah. 

Di tengah kota, hal serupa juga terjadi. Air menggenang tak bisa bergerak. Selokan di pinggir jalan tidak dapat menolong karena posisinya lebih tinggi dari posisi jalan. Seloroh beberapa penduduk yang menonton air hujan yang menari di tengah jalan berkata bahwa mereka yang tinggal di tengah kota Cianjur sangat beruntung. 

Mereka menjelaskan bahwa ketika banjir terjadi, mereka bisa memanjat pohon kelapa yang berjejer di sepanjang pinggir jalan. Seloroh ini menghadirkan senyum pahit diantara para penduduk yang tidak melihat manfaat dari ditanamnya pohon kelapa sebagai tanaman hias yang dipasang di sepanjang jalan raya di tengah kota. Mereka memandang tanaman kelapa kelak bisa saja mendatangkan bahaya bagi pengguna jalan misalnya pelepah, atau buahnya jatuh menimpa pengguna jalan. 

Setelah seluruh pinggir jalan disekat tembok pembatas jalan sehingga badan jalan menjadi lebih kecil, sejak itu pulalah jalan-jalan di kota Cianjur berubah menjadi badan air ketika hujan turun. Jika tata pengaturan jalan dan pembuangan air tidak diperbaiki, warga kota Cianjur harus siap dengan banjir di jalan-jalan dan airnya mengalir ke rumah karena posisi rumah penduduk berada lebih rendah dari jalan semen. 

Banjir semalam tidak menelan korban jiwa. Walaupun begitu,  banjir semalam meninggalkan ketakutan jika hujan kembali turun, maka jalan-jalan akan menggenang dan airnya masuk ke rumah-rumah yang berada di sepanjang jalan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun