Seorang guru honor menatap layar laptop yang sudah diredupkan cahayanya hingga hampir tidak terlihat kecerahan warnanya. Tatapnya nanar nan lelah seolah hitam retina matanya telah pula meredup. Ia tertegun, mengernyiti setiap angka untuk setiap nama. Ia ingin masuk ke dalam baris- kolom Excel dan menanyakan bagaimana kabar angka-angka yang berderet-deret ditulisnya di sana.
Berulang-ulang ia menyamakan nama-nilai dari buku nilai yang dipegangnya. Setiap kali ia memasukkan angka, setiap kali pula helaan nafas berat dan dalam menghantarnya. Semakin banyak nilai yang dimasukannya, semakin berat pula mata batin menerobos menembus layar laptop. Guru itu menghadapkan seluruh wajahnya pada laptop, hingar bingar acara parade kelas tidak mengusik ketakzimannya pada angka.
"Maaf," kataku setengah tak terdengar, dan wajah pucatnya mengangkat, menunjukkan gelayut kantung mata kurang tidur namun begitu cantik. Tangganya sedikit bergetar, memberiku kesempatan untuk meraihnya. Tatapnya berpindah padaku, dan bibirnya yang dipoles tak kentara sedikit lipstick bergetar mengantarkan ucap," Tolong cek ulang lima nama ini, dalam daftarku, mereka tidak ada, pada Dapodik e-rapor, jelas nama mereka terpampang, dan aku harus mengisinya dengan angka-angka nilai."
Setelah memberikan ia daftar nama siswa untuk mengecek nama dan jumlahnya, aku kembali ke ruang Kurikulum, melayani permintaan guru-guru yang laman e-rapormya selalu muncul notifikasi menjengkelkan 'data belum lengkap'. Dari jam ke jam, pikiranku kembali padanya.
Kulongok di ruang guru, ia telah pergi. Setumpuk kertas berisi angka-angka nilai tersusun rapi di mejanya. Disamping tumpukan kertas, pada kertas post it warna merah, tertulis dengan tip ex tulisan 'WHY' sangat mencolok dan seperti ditulis dengan seluruh tenaga sehingga hampir membolongi kertas. Pertanyaan untuk siapa, aku berusaha masuk ke ruang kepalanya dan mengunjungi file-file nilai siswa yang ditanggungjawabinya.
Sekilas terasa ada seseorang mendekatiku. Seorang guru senior tiba-tiba telah berada di sampingku.
"Kenapa bengong."
Aku tersentak dan mencoba menjawab, "Tulisan ini, dan jumlah siswa yang tidak sama antara daftar nilanya dengan Dapodik, katanya ada lima nama yang tidak ada di daftarnya."
Guru senior itu tidak berkata apapun.
Aku buka daftar nama siswa dan aku jumlahkan setiap kelasnya. Seluruh kelas, 30 kelas kali 32, terdapat 960 siswa di sekolah ini. Aku buka Dapodik, erapor, aku jumlahkan setiap kelasnya, 30 kelas kali 35, terdapat 1,050 siswa, selisih 90 siswa. Aku ingin menemui guru itu dan menjawab WHY tip exnya. Siswa yang dia sebut tidak ada, sesungguhnya ada secara jumlah. Siswa-siswa ghaib itulah yang membayar ongkos mengajarnya sebagai guru honor di sekolah ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H