Objek pendidikan itu sangatlah banyak. Ruang lingkupnya sangat luas. Akan terlalu lemah jika kita menganggap pendidikan itu hanya soal hitung-hitungan dan tulis baca di sekolah. Pendidikan jauh lebih besar dari itu.
Jika sekolah adalah penanaman pengetahuan ferbal, maka lingkungan masyarakat dan keluarga adalah pelaku pendidikan yang tidak formal. Sebagian besar karakter anak di bentuk oleh budaya keluarga dan kebiasaan penduduk sekitar.
Bahasa, misalnya. Meskipun sekolah mengajarkan bahasa resmi bahkan menuntut penggunaan bahasa Resmi, tetapi anak akanmlebih cendrung mempraktekkan bahasa lingkungan dalam.kehidupan sehari-hari.
Apa yang dilihat, di dengar anak di lingkungan masyarakat, inilah yang lebih cendrung membentuk kepribadian sang anak.
Maka sangatlah penting anak di ajarkan budaya lokal. Bahasanya, adat istiadatnya, kebiasaan hariannya bahkan sampai pada bagaimana penduduk lokalencari nafkah dan bertahan hidup.
Diantara kelelahan kita saat ini adalah menganggap kebiasaan dan budaya lokal sendiri sebagai sesuatu yang kuno dan tidak penting untuk di pelajari dan di wariskan. Sehingga perlahan-lahan budaya lokal terkikis dan digantikan oleh budaya modern yang kadang justru lucu untuk di lihat.Â
Tentu saja generasi kita menjadi lemah. Berapa banyak anak-anak kita yang tak tahu bagaimana memasak nasi. Bertahan hidup dalam kondisi darurat. Itu akan sulit sekali bagi mereka. Generasi yang katanya modern tapi norak.
Bangsa yang besar adalah yang menghargai dan menjaga budaya mereka.
Disekolah, sekarang di ajarkan budaya lokal dalam bentuk teori. Misalnya di Sumatera Barat, ada pelajaran Budaya Alam Minangkabau. Segala sesuatu tentang budaya Minang di tuangkan dalam bentuk teori.Â
Hanya saja, teori dan praktek berbeda. Pada kenyataannya anak-anak kita juga semakin banyak kehilangan rasa pada budaya sendiri. Musik Minang seperti saluang, rabab, dan lainnya sudah dianggap hal yang kuno. Padahal dunia mengakui eksistensinya.
Anak-anak kita lebih tertarik pada TikTok dan aplikasi online lainnya ketimbang randai dan kuliner lokal. Jangan heran kalau rendang justru asing bagi anak-anak Minang. Jangankan membuat masakannya, makanan rendang itu dianggap tak sebaik capcay atau mungkin masakan luar lainnya.