Setiap Lebaran datang, masyarakat Indonesia di masing-masing daerah memiliki tradisinya tersendiri dalam merayakannya. Mulai dari asyiknya malam takbiran yang dirayakan dengan Pawai obor atau lomba menabuh beduk sampai atau dengan cara unik lainnya.
Di daerah kabupaten Solok terutama di Solok bagian selatan, lebaran adalah momen bahagia dengan berbagai perayaan lintas generasi. Di kecamatan Hiliran Gumanti, perayaan Lebaran itu dirayakan tidak hanya dengan berbagai kegiatan tetapi juga kuliner khusus lebarannya.
Secara umum, lebaran di Indonesia identik dengan ketupat. Dimana setiap keluarga akan berusaha menghadirkan juadah ketupat gulai sebagai hidangan khas lebaran, juga akan disajikan untuk tamu yang datang berkunjung.
Nah, di Hiliran Gumanti,kabupaten Solok umumnya. Ketupat bukanlah sajian lebaran satu-satunya. Â Melainkan 'Lemang'. Lemang adalah makanan khas daerah yang terbuat dari adonan tepung beras hitam, kelapa dan Gula tebu.
Adonan ini di masukkan kedalam bambu yang di istilahkan dengan 'palamangan'. Bambu yang dipakai adalah jenis bambu tipis beruas panjang yang akrab disebut 'Sariak'. Setelah Sariak diisi dengan adonan, lalu bambu tersebut dipanaskan didekat api yang menyala besar.
Butuh waktu lama untuk menunggu lemang masak di perapian. Batangan bambu berisi adonan tepung beras hitam itu disusun berbaris dihadapan api. Sesekali diputar agar tidak masak sebelah. Warna bambu yang hijau akan berubah keputihan sampai lemang masak. Setidaknya butuh waktu setengah hari untuk semua proses sampai lemang bisa disajikan sebagai hidangan yang siap di santap.
Setelah matang, bambu akan dibelah untuk mengeluarkan isinya. Aroma khas dari lemang akan menggelitik hidung kita, lemang akan dipotong-potong menjadi beberapa irisan dan disajikan. Keren!
Bagi masyarakat Hiliran Gumanti, Nagari Sungai Abu, lemang Hitam bukan hanya sebagai hidangan lebaran biasa, tetapi memiliki nilai filosofi yang dalam sehingga makanan lebaran jenis ini masih ada walau berusia lebih dari ratusan tahun.
Diantara nilai filosofis Lemang adalah.
1. Dibuat dari beras hitam.
Mengingatkan bahwa manusia adalah makhluk yang di ciptakan dari tanah hitam yang busuk, yang memiliki potensi kebaikan dan keburukan.
2. Di buat dalam bambu tipis yang dibakar.
Menggambarkan betapa tipisnya iman manusia. Sehingga seringkali berbuat dosa dan perlu dibakar setiap setahun sekali (Ramadhan=Membakar). Sebagai wujud akhir Ramadhan dosa-dosa manusia sudah dibakar habis. Akan kembali putih seperti putihnya batangan bambu, bersih dari noda dan dosa.
3. Campuran Gula tebu dan Kelapa.
Adalah lambang keharmonisan, dimana kelapa disebut sebagai tanaman yang tidak sia-sia. Dimana setiap bagian tumbuhan itu dapat dimanfaatkan manusia. Gula adalah lambang sopan santun dan silaturahim. Makanya, dalam setiap kunjungan yang di istilahkan dengan 'manjalang' lemang dibawa sebagai bentuk kesopanan dan kebersihan hati.
4. Lemang dimasak dan dibuat dalam waktu yang lama.
Filosofinya adalah, setelah puasa sebulan penuh, akankah kesabaran dan keuletan serta kerja keras kita bisa terus bertahan atau gagal ditengah jalan.Â
Lemang sudah menjadi tradisi berusia ratusan tahun. Hanya saja, dari tahun ke tahun belakangan ini, karena biaya yang tinggi dan lemah ya minat generasi muda untuk belajar, tradisi ini mulai terkikis meskipun belum hilang.Â
Sebagai kearifan lokal, pemerintah wajib menggenjot semangat generasi muda untuk mengeksplor dan mempelajari kembali bagian tradisi yang sudah mulai digerus masa. Jika lembah Gumanti masih eksis dengan Kue 'Kareh-Kareg nya, terutama di Nagari Tanjung Balik dan sekitarnya. Maka lemang Hitam harus diberdayakan dan diabadikan sebagai kearifan lokal Kabupaten Solok khusunya Hilirn Gumanti.
Penasaran, sahabat? Silakan ke Hiliran Gumanti dihari raya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H