2. Di buat dalam bambu tipis yang dibakar.
Menggambarkan betapa tipisnya iman manusia. Sehingga seringkali berbuat dosa dan perlu dibakar setiap setahun sekali (Ramadhan=Membakar). Sebagai wujud akhir Ramadhan dosa-dosa manusia sudah dibakar habis. Akan kembali putih seperti putihnya batangan bambu, bersih dari noda dan dosa.
3. Campuran Gula tebu dan Kelapa.
Adalah lambang keharmonisan, dimana kelapa disebut sebagai tanaman yang tidak sia-sia. Dimana setiap bagian tumbuhan itu dapat dimanfaatkan manusia. Gula adalah lambang sopan santun dan silaturahim. Makanya, dalam setiap kunjungan yang di istilahkan dengan 'manjalang' lemang dibawa sebagai bentuk kesopanan dan kebersihan hati.
4. Lemang dimasak dan dibuat dalam waktu yang lama.
Filosofinya adalah, setelah puasa sebulan penuh, akankah kesabaran dan keuletan serta kerja keras kita bisa terus bertahan atau gagal ditengah jalan.Â
Lemang sudah menjadi tradisi berusia ratusan tahun. Hanya saja, dari tahun ke tahun belakangan ini, karena biaya yang tinggi dan lemah ya minat generasi muda untuk belajar, tradisi ini mulai terkikis meskipun belum hilang.Â
Sebagai kearifan lokal, pemerintah wajib menggenjot semangat generasi muda untuk mengeksplor dan mempelajari kembali bagian tradisi yang sudah mulai digerus masa. Jika lembah Gumanti masih eksis dengan Kue 'Kareh-Kareg nya, terutama di Nagari Tanjung Balik dan sekitarnya. Maka lemang Hitam harus diberdayakan dan diabadikan sebagai kearifan lokal Kabupaten Solok khusunya Hilirn Gumanti.
Penasaran, sahabat? Silakan ke Hiliran Gumanti dihari raya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H