Halimah tersenyum manis sekali. Tapi tiba-tiba raut wajahnya berubah drastis. Nafasnya menjadi sangat cepat dan berat. Detektor di samping tempat tidur melengking. Leoni yang diluar segera bergegas masuk diikuti oleh Direktur Ali Akbar dan seorang Dokter, Rian.
Saat itu mereka menyaksikan Alif memejamkan mata dengan tangan masih memegang tangan ibunya. Tiba-tiba saja detektor kembali perlahan-lahan menunjukkan kondisi pasien yang kbali membaik. Wajah dokter Rian berubah. Sebelum dia berbicara, tangan Alif bergerak cepat. Ujung jarinya menyentuh pertengahan dada dan leher ibunya. Halimah jatuh dalam kondisi tertidur pulas.
"Tidak boleh!" Seru dokter Rian. Dia bergegas mendekati alif. Saat itu jari terakhir Alif sudah jatuh tepat di posisi jantung Halimah.
Tiba-tiba detektor bereaksi lagi. Wajah semua orang berubah lagi. Dokter Rian tercengang. Dia menatap Alif dengan tatapan rumit. "Tuan, ini tidak baik....!"
Alif menatap Rian dengan tatapan ganas. Kenapa kau mengabaikan kondisi jantung pasien yang tidak baik sebelum operasi?"
Dokter Rian pucat. Dia menoleh pada Ali Akbar dengan tatapan penuh harapan. Ali Akbar pun tak paniknya. "Begini tuan, Saat datang ke UGD, rekam medis ibu anda hanya menjelaskan tentang lambungnya yang bermasalah dan tidak mendeteksi adanya penyakit lain..."
Wajah Alif berubah ganas. Tapi tiba-tiba dia terhuyung dan ambruk. Sebelum menyentuh lantai, satu sosok lelaki muda bergegas masuk diikuti oleh seorang perempuan tua dengan penampilan elegan dan bermartabat.
"Apa yang terjadi?" Leoni dan Siti menjerit panik. Rian segera membantu pemuda asing itu menaikkan Alif ke ranjang disamping ranjang Halimah.Â
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H