Aku duduk di seberang meja Profesor yang dingin itu. Dengan isyarat tangan ku persilahkan orang tua itu duduk sementara beberapa pramusaji segera mendekat dengan senyuman manis. Profesor itu memesan makanan untuk dirinya dan istrinya yang lebih kelihatan seperti cucunya. Lalu menyerahkan buku pesanan padaku tanpa bicara.
Untuk urusan lembaga pendidikan kami yang berada dibawah pengawasannya, kami tak bisa menghindari berurusan dengan beliau ini. Hari ini adalah yang kesekian kalinya kami berusaha menemuinya. Beberapa kali pulang dengan tangan hampa. Dia terlalu sibuk tak bersedia sekedar bertemu muka. Kebetulan hari ini dia tertangkap basah mau keluar bersama istri mudanya di parkiran. Dia tak bisa mengelak lagi tetapi dia mau bicara setelah makan siang.
Tak lama, berbagai menu makan siang khas daerah kita tersusun rapi. Mataku berbinar. Ada gulai kacang panjang dengan kuah kuningnya. Ini favoritku. Â Aku segera memindahkan ke piringku.
Aku punya selera aneh dengan kacang panjang ini. Walaupun sangat doyan, tetapi aku hanya suka makan kulitnya saja. Sementara bijinya biasa aku buang. Karena sudah terbiasa sedari kecil, keahlianku dalam mengeluarkan biji kacang sudah tak diragukan lagi.
Suasana hening selama makan siang. Tiba-tiba biji kacang panjang yang kukeluarkan dengan cara memencetnya terbang dengan ganas. Dilain saat ku saksikan kepala botak diseberang mejaku sedikit ternodai oleh kuah kuning.Â
Dengan ekspresi bingung, pak profesor mengusap dahinya dan menemukan sebiji kacang panjang di sana. Hebat sekali. Dia berusaha menemukan darimana benda ajaib itu berasal. Ketika dia memperhatikan semua orang. Keren. Ternyata semua orang sepakat di piring mereka ada kacang panjang. Aku berusaha pura-pura tidak tahu dan segera berdiri mendorong mangkuk nasi kehadapannya.Â
"Ayo nambah, Prof!" Ucapku setulus mungkin.
"Beri aku tisu!" Ucapnya dingin.
Dengan rendah hati, aku segera menyodorkan setumpuk tisu kehadapannya. Istrinya perhatian sekali, tisu ditanganku segera dirampasnya dan digunakan sendiri. Aku hanya pasrah dan mengambil yang lain.
"Sungguh luar biasa. Ada apa anda mencari saya beberapa waktu ini?" Profesor itu mengakhiri makan siangnya dengan wajah masam. Oh, itu bukan urusanku.
"Ohya, ini maaf sekali prof, ini terkait dengan akreditasi lembaga kita. Sebagai pengawas...."