"Untuk pemudik dari Jatim yang ke luar provinsi sekitar 5-6 juta jiwa. Pergerakan itu didominasi menuju ke provinsi sebelah barat yakni Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Barat," katanya.
Dari pergerakan saat arus mudik itu, diperkirakan ada peningkatan transaksi harian di Jatim sebesar 30 persen, padahal saat hari normal ada sekitar Rp10 triliun uang "berputar" di Jatim.
"Saat musim mudik lebaran, potensi perputaran uang di Jatim akan meningkat mencapai Rp13 triliun," kata dosen Fakultas MIPA ITS itu.
Tingginya perputaran dan jumlah uang masuk ke Jatim juga disumbangkan oleh para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pulang kampung.
"Paling tidak, ada 300 ribu TKI yang akan pulang ke Jatim. Jika diambil rata-rata satu orang TKI membawa Rp10 juta, maka ada Rp3 triliun uang yang masuk," katanya.
"Dari uang Rp13 triliun itu hanya 10% yang akan berubah wujud menjadi investasi seperti pembelian tanah, sawah maupun logam mulia, karena 90% untuk konsumsi," katanya.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyiapkan dana (untuk pecahan kecil) sekitar Rp4,09 triliun dan ditambah cadangan sebanyak Rp2,6 triliun untuk "perputaran" selama mudik Lebaran 2011.
http://www.investor.co.id/moneyandba...-lebaran/18669
------------
Tak sedikit pakar di tanah air selama ini yang 'sinis' dalam melihat fenomena lebaran dan mudik di Indonesia seperti halnya pandangan Mario Teguh diatas itu. Bahkan sampai-sampai dilaporkan oleh Kedubes AS di Jakarta ke Pusatnya seperti publikasi Wikileaks terakhir. Padahal banyak orang yang tak pernah berhitung secara baik-baik, secara ekonomi tentunya, bahwa fenomena lebaran dan mudik itu sesungguhnya adalah sebuah mesin utama pembangkit roda ekonomi Indonesia dalam setahun ke depannya.
Sekarang coba hitung saja, kalau berita diatas menyebut bahwa permintaan 'uang receh' saja mencapai Rp 77 tiriliun selama lebaran tahun ini, bisa dibayangkan berapa permintaan uang untuk bernominal lebih besar. Katakanlah misalnya jumlah Rp 77 triliun itu di konsumsikan selama menjelang lebaran dan selama lebaran tahun ini, kita akan bisa menghitungnya dengan mudah, sebenarnya berapa 'efek domino' dari perputaran uang itu. Berdasarkan teori ekonomi makro yang sederhana, uang tadi akan mengalami pelipatan (multiplier effect) sebesar 5 sampai 10 kali lipatnya, bila diassumsikan koefisien MPC (MPC coefficient) berkisar 0,8 sampai 0,9 di Indonesia pada saat itu. Itu artinya, uang senilai Rp 77 triliun itu, efek dominonya akan memberikan efek konsumsi antara Rp 400 sampai 770 triliun. Dana sebesar itu akan dibelanjakan (konsumsi) masyarakat kita ke barang produksi dan jasa di dalam negeri, 'transfer payment' atau BLT ke fakir miskin dan anggota keluarga pemudik di desa-desa di seluruh Indonesia. Makanya, kalau GDP Indonesia itu selama ini umumnya di sumbang dari sektor konsumsi (sekitar 60%), tak usah heran. Apalagi dalam keyakinan seorang muslim, uang yang di sedekahkan itu atau dibelanjakan seperti itu tidaklah akan sia-sia, bahkan kalau dia barokah, nilainya akan berlipat ganda lagi sampai 7 kali lipatnya. Itu artinya, nilai uang diatas harus dikalikan lagi sebanyak 7 kali kelipatannya. Artinya, efek domino uang yang dibawa pulang pemudik dan berputar selama lebaran itu itu bisa saja mencapai angka sekitar 2.800 hingga 5.000 trilun rupiah.
Makanya, sekarang anda eharusnya pasti sudah bisa memahami, mengapa Pemerintah Amerika Serikat saja sampai terheran-heran dengan fenomena mudik dan lebaran di Indonesia itu (seperti lkaporan Wikileaks terakhir). Jelas mereka melihatnya bukan sekedar fenomena agama semata, tapi itu sesungguhnya adalah sebuah fenomena ekonomi yang maha dahsyat di negeri ini menurut analis-analis mereka di Wahington atau di gedung CIA sana. Paham? ...