Berdasarkan observasi di lapangan, ditemukan cara menikmati kunjungan ke candi Borobudur yang berbeda mencolok antara pengunjung domestik dengan pengunjung mancanegara ( Eropa, Amerika, Kanada. Australia ). Ketika sudah membeli tiket, pengunjung domestik langsung bergegas menuju candi dan naik langsung ke lantai paling atas. Di atas, mereka bercengkerama, berfoto ria. Setelah puas, mereka segera bergegas turun dan menuju pintu ke luar. Setelah membeli tiket, wisatawan asing menuju pusat informasi. mengambil brosur berisi informasi tentang candi Borobudur, membacanya duduk di bawah pohon rindang, sambil minum, istirahat memulihkan stamina. Setelah itu mereka masuk ke bioskop mini, menonton film pendek yang berisi ilustrasi dan penjelasan tentang teknik membangun candi. Setelah itu mereka mengelilingi candi, lalu naik ke tingkat demi tingkat, setelah mengelilingi tiap lantai, sampai akhirnya tiba di lantai teratas. Setelah puas, mereka turun, menuju arah museum candi Borobudur, melihat artefak temuan di sekitar candi. Terakhir, mereka menuju pintu keluar dengan pengetahuan yang sudah bertambah secara signifikan. Sementara wisatawan domestik mendapat tambahan pengetahuan yang sedikit sekali. Para turis asing itu mendapat manfaat lebih besar dibanding wisatawan lokal. Perbedaan perilaku di antara dua kelompok wisatawan itu disebabkan karena sekolah sekolah di Republik tidak pernah mendidik siswanya tentang bagaimana cara mengapresiasi atau menikmati suatu karya masterpice. Sebaliknya sekolah sekolah di negara maju memberikan pengetahuan penting tersebut. Hal ini patut menjadi bahan pelajaran bagi para pembuat kebijakan di bidang pendidikan.
Candi Borobudur Sebagai Sumber Inspirasi
Masyarakat masa lalu dengan dipimpin oleh para penguasa, membangun berbagai monumen sebagai sarana memelihara kesamaan identitas dan spirit berkerja sama untuk mengatasi masalah bersama. Banyak masalah yang dihadapi masyarakat, tidak dapat diatasi oleh satu komunitas kecil di satu wilayah sempit. Banjir yang melanda sepanjang aliran sungai tidak dapat diatasi oleh masyarakat dari satu desa. Dibutuhkan bantuan tenaga dan material dari desa desa lain. Orang dari komunitas lain sulit diharapkan bantuannya, jika dirasa tidak ada kesamaan identitas, dari aspek budaya, bahasa, kepercayaan. Untuk membentuk kesamaan identitas diperlukan satu kekuasaan terpusat yang menjangkau orang lebih banyak dan wilayah lebih luas. Kemudian dibangun rasa kebersamaan yang didasarkan pada kesamaan identitas. Kemudian dilakukan mobilisasi sumberdaya dan dibangun kerjasama tanpa batas untuk mengatasi masalah besar yang dihadapi. Pendirian monumen adalah sebuah sarana untuk memelihara semangat kerjasama yang didasarkan pada kesamaan identitas.
Dalam proses pembangunan candi Borobudur, leluhur bangsa Indonesia telah memperlihatkan kecanggihan manajemen sumberdaya manusia dan manajemen logistik. Para pembangun candi Borobudur dapat dikelompokkan menjadi beberapa golongan, yaitu :
1 Pemuka Agama sebagai penasehat dan konsultan,
2. Penguasa dan pejabat selaku motor penggerak, dan pembuat kebijakan,
3. Arsitek sebagai otak pelaksana proyek,
4. Seniman dan tukang sebagai pekerja terampil,
5. Pekerja kasar sebagai ujung tombak di lapangan,
6. Petugas logistik / bahan makanan dan obat obatan
7. Para tabib yang mengobati para pekerja yang sakit atau mendapat cedera ketika bekerja.