Jaringan Saraf Neural (JST)
Jaringan Saraf Tiruan (JST) adalah teknik yang terinspirasi oleh struktur dan fungsi otak manusia, JST telah menunjukkan kinerja luar biasa, terutama ketika digunakan bersama algoritma lain atau meningkat dengan teknik seperti SMOTE (Synthetic Minority Over-sampling Technique) untuk menangani ketidakseimbangan kelas dalam data, misalnya, dalam dataset di mana pasien stroke jauh lebih sedikit dibandingkan yang tidak terkena stroke, SMOTE dapat membantu menciptakan data sintetik untuk meningkatkan pelatihan model jaringan saraf, sehingga meningkatkan akurasi prediksi pada kedua kelas.
Metode Ensemble
Metode ensemble menggabungkan berbagai algoritma untuk meningkatkan akurasi dan ketahanan model, salah satu contohnya adalah penggunaan teknik bertumpuk (stacking) atau metode ansambel seperti Bagging dan Boosting, dengan mengombinasikan kekuatan berbagai model, metode ini terbukti efektif dalam meningkatkan hasil prediksi, misalnya, dalam sebuah penelitian, eksperimen yang menggunakan metode ensemble berhasil meningkatkan akurasi prediksi stroke yang sebelumnya hanya menggunakan satu algoritma, menandakan bahwa kolaborasi antara berbagai teknik pembelajaran mesin dapat memberikan hasil yang lebih baik.
Tantangan dan Solusi
Dalam upaya meningkatkan prediksi stroke melalui teknik pembelajaran mesin(Machine Learning), sejumlah tantangan perlu diatasi agar model yang dibangun dapat berfungsi secara optimal, beberapa tantangan penting yang sering dihadapi meliputi ketidakseimbangan kelas, kualitas data, dan interpretabilitas model.Â
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai tantangan tersebut dan solusi yang dapat diterapkan.
Ketidakseimbangan Kelas
Ketidakseimbangan kelas terjadi ketika jumlah contoh dalam satu kelas jauh lebih sedikit dibandingkan kelas lainnya, yang dapat mengakibatkan model tidak dapat mengenali pola-pola penting, dalam konteks prediksi stroke, misalnya, jumlah pasien yang mengalami stroke mungkin jauh lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami stroke. Ini bisa menyebabkan model menjadi bias, lebih cenderung memprediksi kelas mayoritas, untuk mengatasi masalah ini, teknik seperti SMOTE (Synthetic Minority Oversampling Technique) dan RandomUnderSampling bisa diterapkan. SMOTE bekerja dengan menciptakan contoh baru dari kelas minoritas dengan cara mensintesis data, sementara Random Under Sampling mengurangi data dari kelas mayoritas untuk menyeimbangkan jumlahnya, dengan penerapan teknik ini, kualitas prediksi model dapat meningkat secara signifikan.
Kualitas Data dan Pemrosesan Awal
Kualitas data sangat mempengaruhi efektivitas model pembelajaran mesin. Proses persiapan data yang baik mencakup langkah-langkah seperti menangani nilai yang hilang, mengidentifikasi outlier, dan melakukan penskalaan fitur, sebagai contoh, jika ada banyak nilai kosong dalam data kesehatan pasien, hal ini bisa mengganggu akurasi model. Metode seperti imputasi bisa digunakan untuk mengisi nilai yang hilang. Selain itu, outlier yang tidak terdeteksi dapat memberikan dampak besar pada hasil analisis, sehingga penting untuk menggunakan teknik statistik untuk mengidentifikasinya. Penskalaan fitur juga diperlukan untuk memastikan bahwa setiap variabel memiliki pengaruh yang setara dalam model, misalnya, dengan menggunakan normalisasi atau standar deviasi, dengan menjaga kualitas data melalui proses ini, model yang dihasilkan akan lebih kuat dan tahan lama.
Interpretabilitas Model
Meskipun model-model canggih seperti jaringan syaraf tiruan atau mesin vektor dukungan dapat memberikan akurasi tinggi, tantangan lain yang muncul adalah interpretabilitas model. Seringkali, hasil yang dihasilkan oleh model ini sulit dipahami oleh pengguna non-teknis, untuk mengatasi hal ini, teknik seperti SHapley Additive exPlanations (SHAP) dapat digunakan. SHAP membantu menjelaskan kontribusi setiap fitur atau faktor terhadap prediksi yang dihasilkan model. Sebagai contoh, jika model memprediksi pasien memiliki risiko tinggi terkena stroke, SHAP dapat menginformasikan kepada dokter, Â faktor-faktor (seperti tekanan darah atau kadar glukosa) yang paling mempengaruhi keputusan , dengan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang mendasari prediksi tersebut, para profesional kesehatan dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam membantu pasien.
Analisis  yang dilakukan berdasarkan dataset prediksi stroke yang diperoleh dari (https://github.com/incribo-inc/stroke_prediction) mengungkap sejumlah tren signifikan yang dapat memberikan gambaran mengenai risiko stroke di masyarakat. Distribusi usia menunjukkan keberagaman yang mencolok, dengan pasien berusia antara 20 hingga 80 tahun, meskipun ada rentang usia yang luas, mayoritas pasien yang teridentifikasi berada dalam kelompok usia 45 hingga 65 tahun, menandakan bahwa usia pertengahan adalah periode penting untuk memantau dan menangani risiko stroke, selain itu, ada keseimbangan yang menarik antara jumlah pasien pria dan wanita, yang menunjukkan bahwa baik pria maupun wanita memiliki risiko serupa terhadap stroke.
Terdapat juga hubungan yang jelas antara hipertensi (tekanan darah tinggi) dan riwayat stroke. Pasien dengan kondisi hipertensi(tekanan darah tinggi) memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk mengalami stroke, sedangkan jumlah pasien yang tidak memiliki hipertensi jauh lebih banyak dibandingkan kelompok yang memiliki hipertensi. Hal ini menggarisbawahi pentingnya upaya pencegahan dan pengendalian hipertensi dalam rangka mengurangi risiko stroke. Selain itu, kadar glukosa darah berhubungan erat dengan riwayat stroke, di mana pasien yang memiliki riwayat stroke cenderung menunjukkan kadar glukosa rata-rata yang lebih tinggi. Penelitian ini juga menemukan variasi yang signifikan dalam kadar glukosa pada kedua kelompok, menunjukkan adanya beberapa faktor yang memengaruhi kondisi ini, tidak kalah penting, tersedianya beberapa kasus outlier dalam data, baik di antara pasien stroke maupun non-stroke, menekankan perlunya evaluasi lebih mendalam untuk pengelolaan dan pemantauan kesehatan secara individu, dengan pemahaman tentang tren dan faktor-faktor ini, kita dapat merancang strategi pencegahan stroke yang lebih efektif dan berbasis data.
Sebagai penutup, penting bagi kita untuk menyadari bahwa pemahaman tentang prediksi stroke melalui teknik pembelajaran mesin bukan hanya sebuah langkah maju dalam dunia medis, tetapi juga tantangan yang mengajak kita untuk lebih memperhatikan kesehatan diri sendiri, dengan mengenali faktor risiko seperti usia, hipertensi, dan gaya hidup kita, setiap individu memiliki kesempatan untuk mengambil tindakan pencegahan yang proaktif, mengadopsi gaya hidup sehat, seperti menjaga pola makan yang seimbang, rutin berolahraga, serta melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, dapat secara signifikan mengurangi risiko stroke, oleh karena itu, mari kita berkomitmen untuk tidak hanya berfokus pada teknologi dan inovasi dalam prediksi kesehatan, tetapi juga pada upaya kolektif untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan sadar akan risiko kesehatan. Bersama-sama, kita dapat membuat perubahan nyata yang tidak hanya bermanfaat bagi diri kita, tetapi juga bagi generasi mendatang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI