Perjalanan berhaji adalah sebuah perjalanan spiritual yang mendalam, dan pengalaman saya sebagai jemaah haji reguler di kloter BTH 24 pada tahun 2023 adalah lukisan penuh warna dari harapan, kesabaran, dan keagungan. Setiap langkah yang saya ambil dalam perjalanan ini bukan hanya merupakan ritual, tetapi juga sebuah refleksi dari perjalanan iman yang akan selalu terpatri di dalam hati dan pikiran saya. Dari persiapan awal hingga kembali ke tanah air, jalur ini dipenuhi dengan momen-momen berharga yang memperkuat rasa syukur dan kedekatan saya dengan Sang Pencipta.
Cerita ini dimulai ketika saya menerima kabar bahwa saya terdaftar sebagai jemaah haji pelunasan ke-4. Sebagai jemaah haji reguler, saya telah lama mengidam-idamkan untuk melakukan perjalanan suci ini, namun waktu persiapan yang saya miliki sangat singkat, yaitu hanya satu bulan. Rasa cemas mulai menghantui saya saat menyadari bahwa saya harus merampungkan semua urusan dalam waktu yang terbatas. Salah satu langkah penting yang harus saya lakukan adalah pelunasan ongkos haji di Bank Riau Kepri Dabo Singkep. Saya diberikan waktu hanya tiga hari untuk melunasi biaya tersebut, dan di sinilah semua tantangan dimulai.
Pada hari pertama perjalanan pelunasan, saya datang ke bank dengan penuh harapan. Namun, situasi yang saya hadapi jauh dari yang saya bayangkan. Nama saya belum muncul di aplikasi untuk melakukan pelunasan, dan prosesnya belum sepenuhnya dibuka. Saat itu, pikiran negative mulai mengganggu saya, dan rasa cemas mulai merayap. Namun, dalam keterpurukan tersebut, saya menemukan dukungan yang luar biasa dari Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lingga. Petugas di sana segera merespons keluhan saya dan memberikan bimbingan yang sangat berguna. Mereka membantu menghubungi pihak bank dan membuka akses untuk menemukan solusi. Semangat yang ditunjukkan oleh mereka telah memberikan harapan baru. Berkat bantuan mereka, pelunasan dapat diselesaikan tepat waktu meskipun banyak rintangan yang dihadapi.
Setelah semua urusan administrasi selesai, saya merasa sangat lega dan bersyukur. Namun, persiapan tidak berhenti sampai di situ. Meski jamaah pelunasan I, II, dan III telah menjalani manasik haji sebelumnya, saya diberikan kesempatan untuk mengikuti manasik yang diadakan di Kantor Urusan Agama Dabo Singkep di Jalan Kartini. Proses manasik ini sangat penting, karena di sinilah saya belajar dan mendapatkan pemahaman mengenai tata cara ibadah haji yang akan dilaksanakan. Pengajarnya sangat informatif dan sabar dalam menjelaskan setiap langkah yang perlu diikuti.
Hari keberangkatan pun tiba, dan saya dihantar oleh pejabat dari Kantor Kementerian Agama menuju Pelabuhan untuk berlayar ke Batam. Dalam perjalanan tersebut, kegembiraan dan rasa syukur menyelimuti hati saya. Setibanya di Asrama Haji Batam, kami langsung melakukan serah terima kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Di sana, kami resmi memasuki asrama untuk persiapan lebih lanjut menjelang keberangkatan ke tanah suci. Hati ini bergetar melihat jemaah lainnya yang datang dari berbagai daerah, membentuk jalinan persaudaraan yang hangat di antara kami.
Sorenya, kami mengikuti manasik haji oleh PPIH embarkasi Batam. Saya merasakan suasana campur aduk antara kecemasan dan antusiasme, di mana semua persiapan kami akan segera terbayarkan dengan kehadiran di tanah suci. Malam itu, setelah berbagai informasi penting diberikan, kami menyiapkan diri untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di pagi hari. Proses boarding untuk penerbangan ke Jeddah membuat rasa haru semakin melonjak. Jarak waktu yang kami lewati seketika terasa begitu cepat, dan kami bahkan tidak sadar bahwa kami sudah siap untuk mengantarkan diri kita ke dalam pelukan tanah suci.
Kami terbang dengan Saudi Arabia Airlines, dan dalam perjalanan menuju Jeddah yang baru saja dimulai, saya merenung tentang seberapa jauh perjalanan ini akan saya lalui. Di tengah perjalanan, kami transit di Kuala Namu untuk mengganti kru penerbangan. Saat pesawat akhirnya mendarat di Jeddah pada jam 1 dini hari, seluruh penantian saya terasa terbayar lunas. Momen ketika saya melangkahkan kaki di tanah Saudi, jujur membuat saya merasa haru dan bangga. Di sinilah setiap langkah akan dipenuhi dengan ibadah dan harapan yang tiada henti.
Dari Jeddah, kami melakukan miqot di Ya Lam Lam sebelum menuju Kota Mekkah. Perjalanan ke Mekkah dilalui dengan bus yang sudah disiapkan, dan suasana di dalam bus dipenuhi dengan syahdu, diiringi dengan doa yang terlantun dari mulut kami. Saat tiba di hotel, tepat setelah beristirahat sejenak, kami diarahkan menuju Masjidil Haram untuk melaksanakan umroh wajib. Ketika pertama kali melihat Ka'bah, air mata saya tidak dapat tertahan. Dalam detik itu, saya merasakan kedekatan dengan Allah yang begitu mendalam. Rasa syukur ini terus mendampingi setiap langkah yang saya ambil.
Selesai menjalankan ibadah umroh, waktu diisi dengan ibadah selanjutnya di masjid suci ini. Kami melanjutkan contoh ibadah yang telah diajarkan sambil menunggu hingga 9 Zulhijjah. Setiap hari, saya menghabiskan waktu di Masjidil Haram, melihat keindahan arsitektur, meresapi suasana, dan mengambil kesempatan untuk melakukan sholat. Sebuah pengalaman yang sungguh mengesankan, di mana saya bisa merasakan kebersamaan dengan jamaah dari berbagai negara. Selain itu, saya juga mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Kota Mekkah, memperkaya wawasan dan pengetahuan tentang sejarah Islam.
Tanggal 8 Zulhijjah, kami bersiap untuk bergiliran diantar dengan bus menuju Padang Arafah. Semua jemaah merasakan suasana khusyuk dalam hati saat kami mendekati tempat suci tersebut. Menjelang maghrib, ketika semua jemaah telah berkumpul, saya merasakan momen sakral ketika waktu wukuf akhirnya tiba. Sempat merasakan khawatir tidak bisa berdoa sebaik mungkin, tapi di sinilah saya menyadari bahwa doa yang tulus akan sentiasa diterima oleh Allah. Dengan penuh keyakinan, saya berdoa memohon ampunan untuk diri sendiri, keluarga, dan semua teman-teman. Harapan untuk bisa kembali untuk melaksanakan ibadah wukuf di tahun-tahun mendatang mengalir dalam doa tersebut.
Setelah proses wukuf selesai, kami diantar dengan bus menuju Muzdalifah untuk mabit. Ibadah di sini sangat spesial, dengan alunan doa dan dzikir yang menggetarkan jiwa. Dalam puji-pujian yang diucapkan, saya merasakan kedamaian yang dalam. Esok paginya, kami pun menunggu dengan penuh harapan untuk perjalanan ke Mina, di mana kami menyiapkan diri untuk melempar jamarat. Momen ini bukan sekadar melempar kerikil, tetapi merupakan simbol dari pengorbanan yang diajarkan dalam kisah Nabi Ibrahim. Setiap kali melontar jamarat, saya merenungkan makna perjuangan dan kesetiaan Nabi Ibrahim terhadap perintah Allah.