Nama: Yana SeptyaÂ
Nim: 2222111092
Di zaman digital saat ini, layanan keuangan berbasis teknologi semakin berkembang, termasuk layanan pinjaman instan seperti "ShopeePay Later" Meskipun menawarkan kemudahan bagi pengguna, layanan ini juga menghadirkan berbagai masalah hukum, terutama dalam konteks Hukum Ekonomi Syariah. Salah satu isu yang sedang ramai dibicarakan adalah sengketa terkait pembayaran cicilan ShopeePay Later yang telah melewati batas waktu.Â
ShopeePay Later merupakan layanan yang memungkinkan pengguna untuk berbelanja secara kredit tanpa bunga, dengan syarat pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu. Namun, sejumlah pengguna mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban pembayaran cicilan, yang berujung pada terjadinya wanprestasi. Kasus-kasus seperti ini sering kali menjadi perhatian publik, terutama ketika konsumen merasa tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari penyedia layanan.
Kasus
Salah satu kasus yang viral adalah pengalaman seorang pengguna bernama Fitria Ramadhani, yang tidak dapat membayar tagihan cicilannya meskipun telah menerima beberapa peringatan dari pihak Shopee. Situasi ini menimbulkan pertanyaan mengenai tanggung jawab dan perlindungan hukum bagi konsumen dalam transaksi berbasis syariah.
Dalam konteks Hukum Ekonomi Syariah, terdapat beberapa kaidah hukum yang berkaitan dengan kasus ShopeePay Later:
1. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) No: 04/DSN-MUI/2000 tentang Murabahah memberikan panduan mengenai transaksi jual beli tidak tunai dan ketentuan tentang margin keuntungan.Â
2. Akad Ijarah: Dalam transaksi ShopeePay Later, terdapat unsur sewa-menyewa (ijarah) di mana marketplace menyewakan jasa lapak kepada pembeli.
3. Prinsip Keadilan: QS. Al-Baqarah ayat 245 menekankan pentingnya memberikan pinjaman dengan niat baik dan tidak memberatkan pihak lain.
Norma hukum yang dapat diterapkan dalam kasus ini mencakup:
- Kewajiban Pihak Penyedia Layanan: Pihak Shopee sebagai penyedia layanan memiliki tanggung jawab untuk memberikan informasi yang jelas kepada konsumen mengenai syarat dan ketentuan penggunaan ShopeePay Later.
  - Hak Konsumen: Konsumen berhak mendapatkan perlindungan dan kejelasan terkait kewajiban pembayaran serta konsekuensi dari wanprestasi.
Beberapa aturan hukum yang relevan dengan kasus ini antara lain:
1. Undang-Undang Perlindungan Konsumen: Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 mengatur tentang hak-hak konsumen dan kewajiban pelaku usaha untuk memberikan perlindungan.
 2. Regulasi OJK: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki peraturan mengenai layanan pinjaman online yang harus dipatuhi oleh penyedia layanan.
Dua aliran pemikiran hukum dapat digunakan untuk menganalisis kasus ini:
1. Positivisme Hukum
Aliran positivisme hukum menekankan kepatuhan terhadap aturan formal yang ada. Dalam konteks ini, pihak Shopee harus mematuhi semua regulasi dan peraturan yang berlaku, termasuk memberikan informasi yang jelas kepada konsumen mengenai risiko dan kewajiban mereka dalam menggunakan layanan ShopeePay Later.
2. Sociological Jurisprudence
Sebaliknya, perspektif sociological jurisprudence melihat dampak sosial dari praktik ekonomi syariah ini. Dalam hal ini, penting untuk mempertimbangkan bagaimana kebijakan dan praktik ShopeePay Later mempengaruhi kesejahteraan masyarakat dan perlindungan konsumen. Apakah sistem ini justru menciptakan beban tambahan bagi konsumen ataukah memberikan manfaat.
 Kesimpulan
Kasus pembayaran ShopeePay Later yang sudah melebihi jatuh tempo mencerminkan tantangan dalam penerapan Hukum Ekonomi Syariah di era digital. Penting bagi penyedia layanan untuk memperhatikan kaidah-kaidah hukum syariah serta melindungi hak-hak konsumen agar tidak terjadi sengketa di masa depan. Dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap layanan keuangan berbasis syariah dapat terjaga dan berkembang dengan baik
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H