Mohon tunggu...
Yan Latifah
Yan Latifah Mohon Tunggu... -

student of urban and regional planning ITS surabaya since 2009-now & student of Professional designer ITS surabaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Erdogan Sang Revolusioner "Arabs Spring"

10 April 2012   18:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Begitu lembaga multilateral (PBB) mengumumkan hasil penyelidikan terhadap insiden kapal Mavi Marmara,yang terjadi Mei 2010, kemudian nampak PBB memihak Israel, maka langkah Perdana Menteri Turki Erdogan, mengusir Duta Besar Israel dari Ankara, dan memulangkan duta besar Turki dari Tel Aviv. Bahkan Turki menurunkan tingkat hubungan diplomatiknya, yang hanya setingkat sekretaris dua, dan yang mewakili kepentingan pemerintah Israel di Turki.

Erdogan yang saat berada di markas Liga Arab, di Cairo, menegaskan dukungan terhadap berdirinya negara Palestina. "Sudah saatnya saudara-saudaraku bangsa Palestina memproklamirkan negara Palestina", ujarnya di depan sidang para Menlu Liga Arab.


"Sekarang sudah saatnya mengibarkan bendera Palestina di Gaza, dan bendera Palestina akan berkibar di PBB", tambah Erdogan, yang mendapat tepukan tangan panjang dari para Menlu Liga Arab. "Mari kita kibarkan bendera Palestina di udara bebas, sebagai bentuk simbol keadilan dan perdamaian di Timur Tengah", tandasnya.

Dibagian lain, Turki yang berbatasan dengan Syria, langsung menampung puluhan ribu pengungsi, yang menjadi korban kekejaman rezim Bashar al-Assad. Perdana Menteri Turki, Erdogan juga mengirimkan Menteri Luar Negeri, Ahmed Davotuglu ke Damaskus, dan meminta rezim Assad mengakhiri kekerasan, dan segera membentuk pemerintahan transisi. Turki mengancam Bashar Al-Assad, jika tidak menghentikan kekejamannya, maka ia akan bernasib seperti kaddafi.

Turki sebagai anggota Nato ikut menyelamatkan Bosnia dan Kosovo, yang diamuk oleh Serbia, yang penuh dengan kekejaman. Sekarang kawasan Balkan relatif stabil dan kaum Muslimin di kawasan Balkan itu, bisa memulai hidup baru, dan mengembangkan kehidupan mereka.

Di Turki sendiri, yang sampai sekarang masih menganut sistem sekuler. Sekarang dihuni oleh ibu negara, Hayrunnisa Gul, yang menggunakan jilbab. Jilbab telah masuk istana Dolmabache. Jilbab yang diharamkan dalam sistem sekuler, kenyataannya sekarang telah ada di istana. Adakah ini sebuah perubahan besar? Bagaimanapun ini sebuah perubahan. Istri seorang presiden yang masih menganut sistem konstitusinya sekuler, sehari-hari menggunakan jilbab. Sebuah simbol Islam telah berada di istana, yang konstitusinya melarangnya.

Tentu, tak kalah penting lagi Perdana Menteri Erdogan yang merupakan tokoh utama dalam perubahan di Turki, istrinya yaitu, Emine Erdogan, juga menggunakan jilbab. Emine yang nenek moyang masih keturunan Arab ini, sekarang menjadi simbol muslimah Turki, selain Hayrunnisa Abdullah Gul, yang menempati istana Dolmabache. Wanita-wanita muslimah di Turki sekarang ini, mereka mengikuti Hayrunnisa dan Emine, yang keduanya menjadi simbol bagi kebangkitan Islam di Turki. Masjid-masjid pun kembali semarak dan digunakan tempat shalat.


Perjuangan muslimah di Turki masa kini sangat luar biasa, mereka menjunjung prinsip teguh untuk mengembalikan ajaran Islam, yaitu menutup aurat (al-Qur’an : An-Nur : 31). Dan Pemerintahan Erdogan berusaha keras agar hal tersebut bisa diterima, melalui perubahan undang-undang Turki yang sekuler itu ialah dibebaskannya seluruh kampus dan lembaga pemerintahan, agar wanita muslimah dapat mengenakan jilbab.


Tapi, ini sebuah isu yang sangat sensitip,karena selalu mendorong militer dan partai sekuler di Turki, menolak, dan bahkan belakangan ini muncul konspirasi untuk menjatuhkan Pemerintahan Erdogan, karena dituduh melakukan Islamisasi, yang akan menghancurkan sistem sekuler, yang dibangun oleh Kemal At-Turk.

Coba, bandingkan dengan Indonesia, yang berpenduduk 230 juta jiwa, 90 persen muslim, tapi jilbab belum pernah masuk dan menjadi penghuni istana. Dari zamannya Soekarno sampai SBY. Padahal, Turki secara ekplisit konstitusinya adalah sekuler. Tapi, ibu negara dan istri perdana menteri, keduanya menggunakan jilbab. Di Indonesia yang bisa masuk istana baru ‘konde’ dan ‘sanggul’. Jilbab entah kapan masuk istana dan menjadi simbol Islam politik? Wallahu ‘alam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun