Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Di balik Cita Rasa Makanan Rest Area yang Amburadul dan Mahal

3 Januari 2025   12:55 Diperbarui: 3 Januari 2025   14:17 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kedai di rest area tol Trans-Jawa | Foto: Yana Haudy

3. Koki berpengalaman. Keahlian memasak chef di resto ternama tentu beda dengan koki di rumah makan lokal. Ini mungkin yang bikin cita rasa warung makan lokal tidak selezat resto branded meski keduanya ada di rest area yang sama.

4. Efisiensi. Rumah makan lokal di rest area mungkin ingin efisiensi dari sisi kecepatan penyajian. Jadi mereka mengutamakan kecepatan penyajian, tapi mengabaikan cita rasa.

Kami pernah, lho, makan soto ayam yang kuahnya tidak panas, cuma hangat. Dimakannya jadi gak enak. Namanya makanan berkuah nikmat kalau disajikan panas-panas. Mereka memang cepat menyajikan, kami tidak perlu menunggu lama. Cuma, ya itu, sudah sotonya tidak  panas, rasanya juga membagongkan.

5. Sudah pasti laku. Anggapan sudah pasti laku ini yang membuat pengelola rumah makan lokal terkesan asal-asalan dalam meracik bumbu dan mengolah bahan baku makanan. 

Toh, pengguna jalan tol yang lapar pasti akan terus membeli makanan mereka, terutama kalau rest area sedang ramai-ramainya di momen liburan.

6. Tidak ada pengawas kuliner. Saking semua sudah tahu kalau rasa makanan lokal di rest area tidak enak, jadi dianggap biasa. Tidak bakalan ada vlogger yang mengulas dan influencer yang complaint soal rumah makan yang tidak enak.

Ini membuat pemilik rumah makan lokal di rest area merasa tidak perlu bikin makanan yang cita rasanya enak. Mau setidak-enak apapun rasanya, pembeli akan tetap datang lagi. Wong tidak ada pilihan.

Bawa Bekal Sendiri

Rasa yang amburadul ditambah harga yang mahal membuat orang akhirnya memilih bawa bekal sendiri. Makin sering saya lihat pengguna tol yang menjadikan rest area sekadar tempat istirahat dan salat, tidak untuk makan di restoran atau rumah makan. Mereka memilih menggelar alas duduk di samping mobil beratap pohon teduh lalu menyantap bekal. Kata mereka lebih baik bawa bekal sendiri karena hemat, lezat, dan kebersihannya terjamin.

Kebanyakan mereka yang bawa bekal sendiri ini terdiri dari keluarga besar termasuk didalamnya sepupu, keponakan, paman, bibi, atau kakek dan nenek. Kalau jajan di rumah makan rest area untuk orang sebanyak itu sekali makan bisa habis uang berapa banyak.

Kalau cuma Jakarta-Bandung, sih, masih terjangkau. Kalau dari Magelang ke Jakarta atau Magelang ke Malang, tentu butuh lebih dari sekali ke rest area karena jaraknya jauh. Mereka yang tujuannya jauh ini memilih membawa bekal sendiri daripada membeli makanan di rest area.

Fungsi Rest Area

Sebetulnya apa, sih, fungsi rest area? Sesuai namanya tentu untuk tempat istirahatlah,  ya. Keberadaan rest area ini diatur dalam Peraturan Menteri PUPR No. 28 Tahun 2021. Permen PUPR  ini merupakan peraturan resmi yang mengatur penyediaan dan pengelolaan Tempat Istirahat dan Pelayanan (TIP) atau rest area di sepanjang jalan tol. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun