Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Di balik Cita Rasa Makanan Rest Area yang Amburadul dan Mahal

3 Januari 2025   12:55 Diperbarui: 3 Januari 2025   14:17 1029
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kedai di rest area tol Trans-Jawa | Foto: Yana Haudy

Makin banyak pengguna tol, makin banyak juga orang yang berhenti di Tempat Istirahat atau rest area untuk buang air, makan, salat, atau sekadar cari udara segar dan ngelempengin kaki. Kami termasuk yang sering berhenti di rest area tol Trans-Jawa, baik yang ke arah Barat maupun Timur, karena suka jajan dan tidak mau repot bawa bekal dari rumah.

Tidak selalu kami berhenti karena lapar. Kebanyakan karena pengin ngeteh dan ngemil saja. Karena terbiasa mencicipi kami jadi hapal cita rasa makanan rumah makan rest area. Pengecualian ada pada restoran branded semisal Empal Gentong H Irwan, Soto Madura Wawan, Soto Ambengan Pak Sadi, sampai ke cepat saji macam KFC, CFC, dan McD.

Restoran branded biasanya sudah punya SOP (standard operating procedure) soal bahan baku dan pengolahan makanan, jadi cita rasa cabang mereka di mana pun relatif sama. Lain hal dengan rumah makan UMKM lokal yang tidak punya SOP.

Pada peresmian jalan tol Solo-Sragen 2018 lalu, Joko Widodo yang saat itu masih jadi presiden minta kepada pengelola jalan tol kalau makanan rest area diisi makanan lokal seperti sate, soto, tahu guling hingga gudeg. Minumnya pun jangan Starbucks, tapi wedang ronde.

Kuliner di rest area Trans-Jawa memang sudah lokal semua, tapi sungguh sayang cita rasanya tidak sebanding dengan harganya. 

Mahal Wajar

Semua pengguna jalan tol pasti paham kalau harga mahal di rest area wajar adanya. Rest area terletak di lokasi yang jauh dari mana-mana. Harga jadi serba mahal karena penjual butuh bensin dan tenaga ekstra untuk membawa bahan makanan ke kedai mereka di rest area.

Pun tidak setiap hari rumah makan dikunjungi pengguna tol yang ingin bersantap sementara biaya operasional seperti listrik, air, dan upah karyawan jalan terus. Seringnya berhenti untuk makan di rest area membuat saya berpikir mungkin ini yang membuat cita rasa makanan di rumah makan lokal rest area amburadul.

1. Kelamaan disimpan. Makanan yang disiapkan di rest area sering dibuat dalam jumlah besar dan disimpan untuk digunakan dalam jangka waktu lama. 

Karena disimpan terlalu lama, kesegaran dan cita rasanya jadi hilang. Rasa bakso pun bisa jadi tidak karuan. Sudah hambar, kuahnya rasa micin doang, dan baksonya tawar tidak berbumbu.

2. Bahan baku. Bahan baku di warung makan rest area tidak menggunakan bahan baku berkualitas. Bisa jadi mereka pakai bawang dan cabai yang nyaris busuk. Bahan baku yang ala kadar akan menjadikan cita rasa makanan itu jadi ala kadar juga.

Saya pernah pesan boba drink di warung makan lokal. Ketika datang boba drink itu ternyata cuma Pop Ice rasa coklat ber-topping agar-agar yang dipotong kotak-kotak. Harganya sama seperti boba drink di mall.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun