Terlibatnya orangtua di kegiatan sekolah memang diminta oleh Permendikbud No. 30/2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan. Sampai sekarang Peraturan Menteri ini masih berlaku meski menterinya sudah dua kali ganti dan kementeriannya dipecah.
Permendikbud ini punya tujuan meningkatkan kepedulian dan tanggung jawab bersama antara sekolah, keluarga, dan masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan. Jadi orangtua tidak boleh lagi berpikir urusan pendidikan dan penguatan karakter anak ada di tangan sekolah saja.
Jaman saya sekolah di era 1990-an orangtua ke sekolah cuma untuk ambil rapor atau kalau anaknya berulah. Tidak ada rapat paguyuban, rapat komite, atau rapat kegiatan yang harus dihadiri. Ada POMG, tapi hampir tidak pernah ada rapat POMG antara orangtua dengan sekolah.
Sekarang tiap sekolah membutuhkan, orangtua bisa dimintai tolong dan terlibat di dalamnya. Makin aktif dan berprestasi sekolahnya, makin sering orangtua akan dilibatkan. Sebabnya, satu, karena jumlah dan tenaga guru terbatas sementara kegiatannya banyak. Kedua, dana BOS terbatas.
Soal dana BOS ini kita bisa ngarep apa, namanya saja dana Bantuan Operasional Sekolah. Bantuan. Karena cuma bantuan tentu tidak bisa membiayai semua kebutuhan dan kegiatan sekolah. Kalau cuma membiayai tenda dan banner gelar karya, tujuhbelasan, dan karnaval kecamatan, cukuplah, tapi kebutuhan diluar tenda dan banner, terpaksa minta bantuan orangtua.
Sama dengan ekskrakurikuler. Kalau cuma Pramuka dan PMR, cukuplah sekolah pakai dana BOS, tapi kalau ditambah taekwondo, pencak silat, melukis, basket, futsal, dan lainnya, ya harus minta ke orangtua. Memang mau minta siapa lagi? Sekolah berprestasi terpaksa harus minta bantuan pembiayaan ekstrakurikuler ke orangtua karena dana BOS tidak cukup sementara permintaan mengadakan ekstrakurikuler banyak.
Di sekolah swasta tidak masalah. Orangtua  yang menyekolahkan anaknya ke swasta sudah siap dengan biaya mahal. Kekagetan banyak terjadi pada orangtua di sekolah negeri. Mereka cuma tahu sekolah negeri gratis, padahal jargon itu telah lama terbukti sesat dan digunakan demi kepentingan politik semata.
Biaya sekolahnya memang gratis, tidak ada bayar sekolah bulanan seperti masa lalu. Ekskulnya juga gratis meski terbatas cuma dua ekstrakurikuler. Namun, dana pemerintah itu cuma membiayai operasional sekolah (listrik, ATK, gaji karyawan tata usaha, guru honorer, pengadaan buku, dan alat peraga pendidikan).Â
Makin berprestasi makin susah gratis sekolahnya karena banyak komponen yang tidak cukup dibiayai dari dana BOS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H