Saya juga pernah ikut bikin buku bareng komunitas KOMiK dan KomPaK'o karena saya menang event yang mereka adakan. Buku pertama Sejarah dan Perjuangan Bangsa dalam Bingkai Sinema yang berisi kumpulan artikel tentang film bertema perjuangan merebut kemerdekaan. Lalu buku kedua Kejutan Terindah di Hari Kemenangan isinya kumpulan cerpen tentang kejutan menjelang Lebaran.
Ada juga antologi yang ditulis para Kompasianer dan saya ikut mengisinya, yaitu 150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi. Waktu itu saya ikutan tidak diajak siapa pun. Saya menulisnya karena Opa dan Oma Tjiptadinata pasangan yang baik hati, inspiratif, dan mau bergaul dengan Kompasianer dari latar belakang apa pun.
Meski cuma antologi, tiga buku ini memperpanjang portofolio saya. Sebagai seorang ghostwriter, saya tunduk pada etika tidak boleh memberitahukan buku apa saja yang pernah saya tulis untuk orang lain. Jadi tidak bisa dimasukkan ke portofolio.Â
Dua buku yang saya tulis bareng Kompasianer lain sekarang sudah agak lecek di lemari karena dibaca anak saya berulangkali dan dipinjamkan ke orang lain. Sedangkan satu buku lainnya masih dipinjam ibu teman anak saya. Sudah tiga bulan belum dikembalikan. Tidak apa-apa, kalau dia mau memilikinya akan saya kasih secara cuma-cuma.
Bincang Plagiat
Saya pernah diajak bergabung di grup WhatsApp yang memperbincangkan dugaan plagiarisme pada salah satu cerpen Kompasianer. Admin grup itu juga memasukkan Head of Community Kompasiana Kevin Legionardo untuk ikut berbincang.Â
Dari bincang di grup WhatsApp itu kami sepakat kalau penulis konten di Kompasiana sebaiknya mematuhi etika dengan tidak menyalin mentah-mentah karya milik orang lain meski porsinya dibolehkan oleh Kompasiana.
Porsi copy-paste yang dibolehkan Kompasiana besarnya 20 persen dari keseluruhan isi artikel. Jadi kita boleh mengutip ayat suci, misalnya, atau percakapan seseorang, atau apa pun. Namun, semua Kompasianer di grup itu kurang sreg kalau penulis konten di Kompasiana-fiksianer maupun nonfiksianer-melakukan copy-paste kecuali ayat suci.
Mereka ingin Kompasianer menggubah dulu suatu cerita atau artikel sebelum menulisnya di Kompasiana. Etika penulis harus dijunjung tinggi untuk menghargai karya orang lain. Kebetulan, Kevin Legionardo juga setuju kalau Kompasianer mesti mengutamakan etika sebelum  memposting artikel di Kompasiana.
Perbincangan itu makin menguatkan wawasan saya bahwa etika itu perlu, walaupun kita hanya menulis di blog publik. Tidak ada tulisan yang remeh, semua tulisan berharga dan bermakna. Akan tetapi, tulisan yang dibuat dari hasil copy-paste karya milik orang lain akan sulit dihargai meskipun porsi salin-tempel itu dibolehkan oleh Kompasiana.
Friends for Life
Sebentar lagi Kompasianival digelar. Ini biasanya jadi kesempatan buat Kompasianer untuk kopi darat, merajut koneksi, dan menjalin persahabatan.
Tidak sedikit juga Kompasianer yang akhirnya jadi bestie di real life seperti Lilik Fatimah Azzahra yang bertemu dengan Widz Stoops di Jakarta. Pun dengan Isti Yogiswandani yang berhaha-hihi dengan Sri Rohmatiah Djalil saat mereka kopi darat di Madiun.Â