Pekan lalu anak perempuan kami minta saya melatih kelompoknya untuk tugas ansambel musik. Dari tujuh anak, selain anak saya, cuma satu yang sudah bisa main pianika. Mereka minta ada yang main suling (recorder), drum (pakai galon), dan marakas (pakai botol pasir), dan tentu saja keyboard.
Baru 10 menit mengajarkan cara meniup pianika tanpa kehabisan napas, menutup lubang suling recorder dan membentuk nada dengan galon dan marakas, mereka sudah gelisah dan kacau balau.
Tambahan lagi, amat sulit buat mereka mempraktikkan cara meniup, memencet, dan memukul dalam satu harmoni. Kalau boleh dianalogikan kebingungan mereka seperti orang yang belum pernah dengar lagu dan musik. Belum sempat memahami cara memainkan alat musik, mereka sudah gagal fokus duluan.
Kemudian saya ingat saat mengajar kelas menulis tahun lalu. Pada 15 menit pertama saat sedang menjelaskan soal tema tulisan, satu-persatu anak-anak di kelas mulai menggeser-geser posisi duduknya, bertopang dagu, menyenderkan badan, lalu menelungkupkan wajah ke meja.
Alhasil saya harus mengistirahatkan mereka sebentar untuk minum, ngemil, atau bercanda dengan temannya. Alhasil selama 90 menit saya mengajar, waktu lebih banyak dihabiskan untuk bercanda, bergurau, dan menyanyi. Momen paling serius di kelas adalah menulis puisi untuk ibu mereka. Kesulitan saat mengajar kelas menulis ini saya temukan juga saat mengajar anak-anak di dua tempat berbeda.
Video Pendek dan Fokus Pendek
Kendala yang saya alami saat mengajar karena saya cuma orang yang belagak jadi guru, bukan guru betulan. Namun, dugaan saya ternyata betul. Mudahnya anak-anak 10-12 tahun ini kehilangan fokus karena keseringan scrolling video pendek di TikTok, YouTube Shorts, dan Reels.
Usia minimum anak punya akun di tiga platform itu 13 tahun, tapi tidak banyak orang tua yang tahu dan alih-alih membatasi malah mengizinkan anak-anak punya akun sendiri.
Berkaitan dengan itu, Social Media Psychology mengungkap kalau video pendek berdurasi hitungan detik dapat memperpendek fokus dan membunuh saraf otak bahkan hanya dari satu video saja.
Laman ini menambahkan di antara platform lain, TikToklah yang paling banyak ditonton anak dan remaja. Rata-rata video TikTok punya durasi 15-30 detik. Maka tidak aneh kalau anak dan remaja yang sering nonton TikTok tidak betah nonton video yang lebih panjang dari 30 detik. Mereka juga mengaku sulit berkonsentrasi saat mengerjakan PR, apalagi membaca buku.
Rizqina Ardiwijaya psikolog anak dan remaja, melalui kompasid, juga berpendapat bahwa kebiasaan menonton video berdurasi hitungan detik bukan cuma dialami pelajar, melainkan juga mahasiswa. Mereka sering berpindah-pindah fokus saat scrolling TikTok dan akibatnya jadi kesulitan memusatkan perhatian saat membaca artikel atau menonton video berdurasi panjang.
Dia kemudian menjelaskan rentang fokus minimal yang harus dipenuhi sesuai usia. Rentang atau batas perhatian yang optimal dapat dicari dengan rumus usia dikali dengan 3-4 menit. Misalnya anak-anak yang pernah saya ajari menulis dan bermusik usianya 10 tahun, berarti 10x3=30 menit.Â