Soal penyediaan alat kontrasepsi ini Kemenkes punya penjelasannya. Lewat detikcom, Plt Kabiro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes dr Siti Nadia Tarmizi menyebut kalau pelayanan kontrasepsi tidak untuk semua remaja, melainkan khusus bagi mereka yang menikah dengan kondisi tertentu, untuk menunda kehamilannya.
"Kond*m tetap untuk yang sudah menikah. Usia sekolah dan remaja tidak perlu kontrasepsi. Mereka harusnya abstinensi atau tidak melakukan kegiatan seksual."
Pernyataan Ibu Siti Nadia betul, usia sekolah dan remaja tidak perlu kontrasepsi karena mereka belum boleh berhubungan intim.Â
Kemudian kompascom memuat pernyataan beliau yang menyebut, "Bukan untuk mencegah kehamilan remaja belum menikah, tetapi kontrasepsi untuk pasangan usia subur (PUS). Kontrasepsi hanya untuk PUS. Banyak anak usia 12 atau 15 tahun yang sudah dinikahkan. Ini yang akan jadi sasaran."
Pihak Kemenkes menyatakan fakta bahwa di banyak daerah perkawinan dini anak belasan tahun memang sering terjadi. Namun, di Pasal 103 ayat (3) tertulis, "Pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar di sekolah dan kegiatan lain di luar sekolah."
Apapun penjelasan pihak Kemenkes, kalau kita cermati Pasal 103, nyatanya penyediaan alat kontrasepsi ini ditujukan untuk anak sekolah, bukan remaja menikah atau pasangan usia subur.Â
Kalau Bu Siti Nadia menegaskan alat kontrasepsi ditujukan untuk remaja yang sudah menikah, berarti remaja itu tidak bisa mendapatkannya di sekolah karena tidak ada sekolah yang membolehkan peserta didiknya menikah. Remaja yang menikah biasanya sudah tidak sekolah. Mereka memilih melanjutkan pendidikan di Kejar (Kelompok Belajar) Paket B yang setingkat SMP atau Paket C yang sederajat dengan SMA.
Menyediakan alat kontrasepsi bagi remaja yang sudah menikah memang bertujuan mulia untuk menyiapkan fisik dan mental mereka supaya tidak hamil dulu. Namun, kontradiktif dengan UU Perlindungan Anak karena secara tidak langsung seperti membolehkan remaja untuk menikah dini karena telah disediakan alat kontrasepsi untuk mereka.
Lagipula apa Kemenkes yakin remaja yang menikah dini mau menunda punya anak?Â
Mayoritas mereka menikah dini karena hamil duluan. Kalaupun tidak hamil duluan, bakal dipaksa hamil oleh keluarga karena di mata banyak masyarakat buat apa menikah kalau tidak punya anak? Jadi nampak yang dikatakan Kemenkes seperti dipaksakan.
Lebih lagi remaja yang belum berusia 18 tahun oleh hukum masih dipandang sebagai anak-anak dan harus dihindarkan dari pernikahan. Mereka dilindungi oleh UU Nomor 35/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak supaya terhindar dari perkawinan dini.