Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Penulis - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Peduli pendidikan dan parenting

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Dua Sisi Kegiatan Jelang-Lulus Sekolah: Memberatkan tapi Membahagiakan

24 Mei 2024   16:07 Diperbarui: 24 Mei 2024   19:33 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa sekolah jenjang SD-SMA di Kabupaten Magelang sudah menggelar wisuda kelulusan. Sekolah swasta menghelat wisuda di ballroom hotel berbintang dan sekolah negeri cukup di aula perpustakaan daerah. Sekolah negeri yang tidak punya biaya cukup menggelar perpisahan saja di sekolah.

Biasanya sebelum kelulusan ada beberapa kegiatan lain yang serangkai dengan wisuda sebagai penutup. Rangkaian kegiatan itu tergantung seberapa besar orang tua mau membiayainya. Kebanyakan sekolah di Jateng, termasuk Magelang, menggunakan istilah wasana warsa sebagai puncak acara dari rangkaian kegiatan jelang-lulus sekolah. 

Di SD anak kami yang kebetulan negeri, sebelum wasana warsa (diambil dari bahasa Sansekerta yang artinya penghabisan/ penutupan/akhir tahun) rangkaian kegiatan jelang-lulus sekolah ada doa bersama dan motivasi, photoshoot untuk album kenangan, dan wisata ke Semarang. 

Acara wasana warsa mirip dengan wisuda cuma kemasannya lebih sederhana. Bisa dilakukan di aula sekolah, aula perpustakaan daerah, bahkan di aula balai desa. Para siswa juga tidak memakai toga, hanya samir saja.

Biaya Kegiatan dan Sudut Pandang Orang Tua

Meski wasana warsa lebih sederhana dari wisuda, nyatanya duit yang harus dirogoh orang tua tidaklah sederhana sebab mereka harus menyewa kebaya, surjan, atau jas untuk anak. Belum lagi kalau anak perempuannya minta dirias salon seperti umumnya wisuda. Biaya tambah bengkak lagi kalau orang tua juga mesti menyewa jas atau kebaya untuk menghadiri wasana warsa itu.

Belum selesai. Duit harus dirogoh lagi kalau para emak mau tampil sama cantiknya dengan anak perempuan mereka. Maka keluarlah biaya rias di salon. Keinginan untuk tampil sama cantiknya dengan anak ini sayangnya menular. Melihat koleganya sesama emak sudah memesan tempat di salon, emak lain ikutan juga ingin tampil spektakuler.

Maka kita bisa lihat, cuma emak berkepribadian kuat yang mampu menahan godaan untuk ikutan merias diri di salon dengan riasan mutakhir bercirikan bibir glossy. bulu mata lentik, dan bawah mata merona ala anime.

Kalau dihitung-hitung, biaya untuk mengikuti wasana warsa buat para bakul sayur di pasar, tukang gali pasir, penjahit, atau pedagang kue sebetulnya memang menguras kantung, Namun, para orang tua ekonomi nonsultan ini yang justru paling gercep melunasi iuran untuk membiayai seluruh kegiatan jelang-lulus itu.

Bukan cuma melunasi iuran tepat waktu, mereka juga tidak membiarkan anak pergi dengan tangan kosong saat berwisata. Anak-anak dibekali dengan uang saku yang wajar dalam artian tidak sedikit, tapi juga tidak kebanyakan.

Keadaan sedikit berbeda ditunjukkan oleh orang tua yang ekonominya terbilang mampu. Mereka lebih sering mengeluh begini-begitu dan bayar iurannya pun harus ditagih melulu oleh bendahara paguyuban. Bahkan ada yang memberi anaknya uang saku amat minim karena pertimbangan makan-minum sudah ditanggung sekolah.

Kalau begitu, apakah keadaan ekonomi yang membuat orang tua nonsultan lantas tidak berani mengeluh dan memilih bayar iuran tepat waktu karena kuatir anak mereka diintimidasi kalau belum bayar? Jawabannya tidak dan tidak.

Orang tua ekonomi nonsultan menyebut mereka kerja keras memenuhi kebutuhan sekolah anak, yang penting anak bahagia. Semua rangkaian kegiatan jelang-lulus berupa doa dan motivasi, foto album, wisata, dan wasana warsa pasti sudah diperhitungkan oleh sekolah bersama paguyuban dan pastinya untuk kepentingan anak juga.

Benarkah anak bahagia dengan rangkaian kegiatan jelang-lulus sampai wasana warsa berlangsung? Ada kepentingan apa anak dengan semua kegiatan tersebut?

Anak Bahagia Anak Termotivasi

Mengutip blog Sekolah Pascasarjana Harvard, pakar pendidikan dan peneliti di Harvard University Dr. Christina Hinton, PhD mengungkap ada korelasi positif antara kebahagiaan siswa dengan motivasi dan prestasi akademiknya. 

Dalam studi dan penelitiannya selama 10 tahun mendampingi SD-SMA di AS, Christina juga menemukan bahwa hubungan yang kuat dengan guru dan teman sebaya juga punya peran penting untuk membuat siswa bahagia. Makin bahagia dia, makin termotivasi untuk meraih prestasi akademik terbaiknya.

Secara logika memang masuk di akal. Siswa yang punya hubungan akrab dengan teman dan gurunya pasti akan senang berada dan berkegiatan di sekolah. Dia akan punya konsentrasi juga terhadap pelajaran karena tidak ada pikiran negatif yang mengganggunya. 

Saya lihat dan dengar dari para siswa bagaimana saat berfoto bersama membuat album kenangan mereka merasakan keakraban satu sama lain dan kerap saling bercanda saat syuting. Padahal pada hari-hari sekolah diantara mereka sering saling ejek. 

Pun saat acara doa dan motivasi, 60 siswa merasa sebagai satu kesatuan sesama kelas 6, walau di hari-hari sekolah sebagian diantaranya tidak pernah bertegur sapa. Keguyuban itu mereka dapat selama menjalani kegiatan bersama-sama.

Memberatkan tapi Mengasyikkan

Selama di kelas enam, orang tua di sekolah anak kami mengeluarkan iuran Rp155rb/bulan yang disetor ke kas paguyuban untuk membiayai kegiatan jelang-lulus dan wasana warsa. Kami juga menabung Rp30rb/bulan yang dimaksudkan untuk uang saku anak saat wisata ke Semarang.

Selama berwisata, anak-anak itu bilang, "Asyik banget!" walau dua tempat wisata yang mereka datangi super duper penuh dan berjubelan rombongan anak sekolah dari berbagai sekolah di Jateng dan Jatim. Wajah mereka penuh senyum meski harus berdesakan dan mengantre lama tiap ingin menikmati wahana permainan.

Kebahagiaan berwisata bersama teman-teman seperti itu tidak tiap hari mereka dapat. Kesusahan orang tua mengumpulkan rupiah demi rupiah juga rasanya buyar saat menyaksikan foto-foto dan video bagaimana anak-anak mereka menikmati tiap detik waktu wisata dengan wajah bahagia.

Satu hal yang membuat pembiayaan kegiatan jelang-lulus tidak terlalu terasa berat karena kami mencicilnya sejak anak naik ke kelas 6. Kalau harus membayarnya sekaligus mungkin rasanya berat dan boros.

Kemudian, pembahasan soal kegiatan  jelang-lulus dan wasana warsa sudah dibicarakan antara sekolah dengan pengurus paguyuban di awal tahun ajaran. Ada satu kegiatan yang kami tolak karena tidak berhubungan langsung dengan anak, yaitu seminar parenting untuk orang tua.

Jadi sebetulnya kalau mayoritas orang tua keberatan dengan kegiatan jelang-lulus yang direncanakan sekolah, kita bisa menolaknya dengan alasan yang lebih dari sekadar, "Boros, sekolah negeri katanya gratis, kok duit melulu." Kemukakan alasan yang ada hubungannya dengan anak.  

Kegiatan photoshoot sampai wisata kemarin juga membuat anak rileks dan segar kembali setelah digempur macam-macam ujian. Kebetulan, kelas 6 masih memakai Kurikulum 2013 jadi ujian yang harus dijalani pun mengikuti rangkaian ujian demi ujian dari Kurikulum 2013.

***

Hasil penelitian Christina Hinton yang mengungkap kalau hubungan yang kuat dengan guru dan teman sebaya punya peran penting membuat siswa bahagia, juga dialami oleh anak-anak kami sewaktu mereka berkegiatan nonakademik bersama. Bonding mereka dengan guru juga sangat baik terbukti dari luwesnya mereka bercengkrama dan bercanda dengan para guru tanpa menanggalkan rasa hormatnya.

Bonding dengan teman dan guru itu akan jadi bekal mereka menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena mereka lulus dari jenjang sebelumnya dengan rasa bahagia yang melekat.

Bagaimana dengan anggapan pemborosan karena orang tua harus mengeluarkan banyak uang untuk membiayai seluruh kegiatan jelang-lulus itu? Kembali lagi kepada pola pikir dan sudut pandang dari mana orang tua melihatnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun