Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022. Istri peternak dan ibu dua anak.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Memimpikan Ketahanan Pangan Minim Impor dari Sawah Sendiri

6 Mei 2024   14:18 Diperbarui: 6 Mei 2024   16:42 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tidak adanya tenaga kerja yang membantu di sawah membuat petani kesulitan mengolah sawahnya | Foto: Dokumentasi Pribadi

Ketahanan pangan diartikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan. Ini tercermin dari tersedianya pangan yang cukup jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat.

Begitu menurut UU Nomor 18 Tahun 2012. UU ini masih berlaku meski sebagian isinya diubah oleh UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan PERPU No. 22 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Ketahanan pangan bisa dipenuhi dengan impor. Namun, apa tidak aneh kalau negeri yang tanahnya subur ini tidak menghasilkan pangannya sendiri?

Indonesia pernah merasakan nikmatnya makan nasi dari sawah sendiri pada 2019-2021. Selama masa itu kita mencapai swasembada beras dan tidak mengimpornya. Menteri Amran Sulaiman bahkan mengatakan Indonesia sudah tidak mengimpor beras pada 2016.

Sayang, hal itu cuma berlangsung sesaat karena kita kembali membeli beras sampai sekarang. 

Penghargaan oleh International Rice Institute atas swasembada beras Indonesia 2019-2021 | Foto: Setkab RI
Penghargaan oleh International Rice Institute atas swasembada beras Indonesia 2019-2021 | Foto: Setkab RI

Mirisnya, meski disebut sebagai negara agraris, kita ternyata pernah jadi negara importir beras terbesar di dunia pada 1945-1977. Impor beras berkurang pada 1984 karena waktu itu kita swasembada beras. Walaupun produksi beras kita saat itu surplus, pemerintah tetap mengimpor beras untuk menjaga ketahanan pangan.

Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, swasembada cuma berlangsung setahun karena gagalnya pemerintahan Soeharto menerjemahkan apa itu ketahanan pangan. Ketahanan pangan saat itu cuma diartikan sebagai stabilnya harga beras. Setelah itu kita impor beras lagi entah sampai kapan.

Swasembada beras 1984 suplus 2 juta ton dan pengiriman bantuan beras 100rb ton untuk Afrika | Foto: Tribunnews
Swasembada beras 1984 suplus 2 juta ton dan pengiriman bantuan beras 100rb ton untuk Afrika | Foto: Tribunnews

Meski begitu, kita patut bangga karena sejak 2017 Indonesia sudah swasembada jagung dan bawang merah.

Teknologi dan Tenaga Kerja Pertanian

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pernah bilang, “Kita (Indonesia) minta mereka (Cina) memberikan teknologi padi mereka, di mana mereka sudah sangat sukses menjadi swasembada. Mereka bersedia,” kata beliau di Instagram seperti dikutip katadatacoid

Menteri Luhut mengatakan hal itu dalam konteks pengembangan food estate alias lumbung pangan yang dimulai sejak 2020. Hal paling menarik dari pernyataan Menko Luhut itu adalah, teknologi apa yang akan diberikan oleh Tiongkok? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun