Mohon tunggu...
Yana Haudy
Yana Haudy Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Ghostwriter

Pekerja sektor informal. Juru ketik di emperbaca.com. Best in Opinion Kompasiana Awards 2022.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pascadebat Ketiga, Saatnya PDIP Move-on dan Memakai Karakter Ganjar

8 Januari 2024   14:25 Diperbarui: 9 Januari 2024   09:34 2967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar debat capres ketiga kanal YouTube Kompas TV

Ganjar Pranowo sudah meraja di hati rakyat dibuktikan dari hasil survei elektabilitas sejak tahun lalu-sampai sebelum Gibran jadi cawapres-yang terus bertengger di puncak. Akan tetapi, PDIP terlena dengan Jokowi effect yang menyebabkan mereka gagal move on walau sudah di PHP dan di-ghosting Jokowi dan anak-anak serta menantunya.

PDIP masih berharap Jokowi kembali walau keberpihakannya tersurat untuk anaknya yang jadi cawapres koalisi sebelah. Sampai elektabilitas Ganjar anjlok pun PDIP masih harap-harap cemas berharap Jokowi tetap banteng.

Nempel Jokowi Sana-sini

Pascadebat kemarin sebetulnya momen yang pas buat PDIP untuk move on dari kader unggulannya, Joko Widodo. Sebelumnya banyak momen memperlihatkan PDIP masih ingin ditemani Jokowi walau sudah berkali-kali sakit hati. Buktinya mereka masih aja ngundang Jokowi ke acara ultah PDIP setelah sebelumnya Guntur Soekarnoputra mengusulkan Jokowi jadi ketum PDIP. 

Tambahan lagi, PDIP masih menganggap Ganjarlah penerus Jokowi yang sesungguhnya setelah melihat Prabowo blusukan di Cilincing, Jakut, beberapa waktu lalu.

Walau tidak pernah menyatakan pisah dengan PDIP, dari kegiatan yang dilakukannya bersama para ketum parpol koalisi Indonesia Maju kita paham kalau Jokowi tidak lagi seiya sekata dengan PDIP sejak..

Semua bikin PDIP terlihat campur aduk antara marah, kezel, tapi galau dan enggan berpisah dari Jokowi. Sebabnya, di satu sisi PDIP harus sejalan dengan Jokowi yang merupakan presiden RI karena beliau masih kader mereka. 

Kalau berani sebetulnya PDIP bisa memecat Jokowi dari posisinya sebagai kader. Banteng bisa jadi oposisi dengan  keluar kabinet dan tidak lagi mendukungnya di program dan kebijakan Jokowi sebagai presiden. Namun, demi menghindari gonjang-ganjing politik yang lebih besar dan harapan Jokowi tetap bersama mereka, PDIP pun hanya bisa menahan segala mangkel dan baper walau sudah kezel tingkat dewa sama Jokowi, seperti yang diberitakan kompascom.

Saling Serang Anies dan Prabowo, Ganjar Bagaimana?

Sejak debat pertama nampak kalau Anies mendominasi panggung dengan kritikan terhadap pemerintahan Jokowi yang mana Prabowo ada di dalamnya, terutama soal IKN dan etika di MK.

Sementara itu sampai debat ketiga kemarin Ganjar lebih nampak seperti penengah antara Prabowo dan Anies. Lebih lagi ada empat kali Prabowo menyatakan setuju dengan apa yang disampaikan Ganjar. Itu berarti perang panas ada di tangan Anies dan Prabowo. Apakah itu tambah menjadikan Ganjar capres yang serba nanggung?

Banyak dari kita menduga awal meluncurnya elektabilitas Ganjar-Mahfud ke urutan bontot karena di awal penetapan capres-cawapres oleh KPU, Ganjar aktif mengkritik pemerintahan Jokowi-sementara Mahfud masih di pemerintahan. 

Ada lagi yang bilang kalau posisi Ganjar tidak jelas. Prabowo melanjutkan program-kebijakan Jokowi, Anies akan melakukan perubahan. Ganjar mau apa? Maka publik menilai wajar kalau Anies yang tadinya dikenal sopan dan santun mendadak terus-terusan menyerang Prabowo. Apalagi Anies sebelumnya sudah dikenal sebagai antitesa Jokowi.

Sementara itu Ganjar merupakan teman Jokowi yang berasal dari parpol yang sama, daerah yang sama, dan gaya kepemimpinan yang sama. Jadi waktu Ganjar mengkritik pemerintahan Jokowi sementara banteng di dalamnya, publik menilai Ganjarlah yang tidak etis. Publik pun lupa bahwa penetapan Gibran sebagai cawapres juga berlumur pelanggaran etika.

Sebetulnya posisi Ganjar yang terlihat sebagai penengah di tiga debat capres kemarin bukan semata masukan dari konsultan politik atau PDIP yang sadar diri. Itu karakter Ganjar yang sesungguhnya selama 10 tahun jadi gubernur Jateng.

Karakter Ganjar bukan tipe penyerang seperti Fadli Zon atau berapi-api seperti Prabowo. Ganjar tidak akan bicara kalau tidak pegang data diatas fakta. Kalau Ganjar menyerang sana-sini seperti yang dilakukannya sebelum debat capres, kemungkinan besar itu atas saran konsultan politik atau strategi PDIP untuk tes ombak. 

Tangkapan layar debat capres ketiga kanal YouTube Kompas TV
Tangkapan layar debat capres ketiga kanal YouTube Kompas TV

Kepala Daerah dan Konsolidasi Parpol

Satu yang membuat elektabilitas Ganjar disalip Anies adalah faktor partai politik pendukung. Melansir Liputan6, 54 persen dari seluruh kepala daerah di Indonesia adalah kader PDIP. Secara hitung-hitungan banyaknya kepala daerah yang diusung PDIP mestinya membuat elektabilitas Ganjar terus diatas.

Namun, Ganjar tidak lagi jadi gubernur yang membuat PDIP tidak bisa mengonsolidasikan dukungan lewat kepala daerah. Suara pemilih terbanyak ada di pulau Jawa di mana basis suara Ganjar tadinya ada di DIY, Jateng, dan Jatim. Bila mengacu pada survei Litbang Kompas, elektabilitas Ganjar-Mahfud di Jatim dan Jateng sudah tergerus Prabowo-Gibran.

Prabowo masih Menhan dan GIbran masih wali kota. Kedudukan mereka yang masih menjabat di eksekutif ini bisa mempersepsi publik bahwa tugas mereka di pemerintahan mencerminkan langkah mereka selanjutnya setelah jadi presiden-wakil presiden. Inilah keuntungan ganda yang didapat Prabowo-Gibran.

Di sinilah PDIP harus move on dari perasaan sebagai parpol paling berkuasa. Pilpres kali ini mereka bersaing bukan cuma dengan Prabowo.

Ada Anies Baswedan dengan dukungan PKS yang kadernya sama-sama militan. Pun ada mesin politik PKB yang sama panasnya siap memenangnya ketum mereka yang jadi cawapres.

Sukarelawan

Melihat beberapa hal tersebut, langkah utama yang paling mudah bagi PDIP untuk mengembalikan posisi Ganjar Pranowo ke puncak klasemen adalah dengan move on.

Masih ada sukarelawan dan sukarelawati yang senggol sana-sini, tapi mayoritas sudah mempromosikan Ganjar-Mahfud daripada menyerang sana-sini seperti dulu.

Kerja banteng akar rumput dan sukarelawan akan jauh lebih mudah kalau elit-elit PDIP move on dengan tidak lagi membawa-bawa Jokowi sebagai kader mereka. Pun dengan tidak lagi merasa sebagai pemegang kekuasaan. Dengan begitu segala pernyataan yang keluar dari elit PDIP pun bisa meraih simpati pemilih.

Orang memilih capres dan cawapres karena sosoknya, bukan siapa parpol dibelakangnya. Kalau PDIP mau menggolkan Ganjar-Mahfud ke kursi presiden dan wakil presiden, hanya dengan move on mereka bisa kampanye mengikuti karakter Ganjar supaya banyak pemilih yang juga tertarik mencoblos PDIP.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun