Sukarelawan dan tim pemenangan bisa memanfaatkan kemiskinan dan kemandirian Ganjar dan Mahfud MD. Tunjukkan bahwa tanpa privilege (hak istimewa) sebagai anak orang kaya atau anak pejabat Ganjar dan Mahfud bisa jadi politikus yang lurus. Sementara itu Anies-Muhaimin (AMIN) bisa mendorong calon pemilih untuk melihat bahwa Anies adalah orang terpelajar yang bisa masuk ke pemerintahan berkat kecerdasannya.
Kalau pasangan AMIN ingin mendongkrak suara NU-walau tampak NU kultural lebih condong ke Mahfud-bisa memperbanyak juru kampanye dan sukarelawan perempuan dari Fatayat dan Muslimat. Milenial dan Gen Z Akhir menyukai kesetaraan laki-laki dan perempuan sepanjang masih dalam batas wajar.
Sementara itu secara kasat mata tim pemenangan Prabowo-Gibran tidak perlu repot menjual Gibran karena ayahnya masih jadi presiden.Â
Pembangunan besar-besaran, kedekatan ayahnya dengan rakyat, dan tidak adanya oposisi memunculkan approval rating yang tinggi buat sang ayah. Approval rating itu salah satu yang membuat Koalisi Indonesia Maju (KIM) ngebet menjadikan Gibran cawapres Prabowo.
Lembaga survei Indikator mencatat approval rating ayah Gibran saat ini ada di angka 78,5 persen, tertinggi selama 9 tahun terakhir. Approval rating adalah peringkat persetujuan (dari publik) yang berkaitan dengan pekerjaan presiden. Indikator Politik Indonesia bahkan menunjukkan approval rating sebesar 81 persen.
Meski Gibran punya banyak limpahan dari jabatan dan approval rating ayahnya, pemilih muda menyukai kemandirian dan loyalitas. Gibran bisa dianggap tidak loyal karena jadi cawapres koalisi sebelah tanpa mengundurkan diri dari parpol asalnya. Juga kentara sekali aji mumpung jadi cawapres saat ayahnya masih jadi presiden. Perilaku seperti itu susah untuk bisa dibilang mandiri.
Jadi tim pemenangan KIM fokus saja menjual Gibran yang kreatif dan inovatif tanpa memampangkan lagi Prabowo yang pamornya sudah jauh menurun. Selain generasi baby boomer yang karakternya cenderung kaku dan tidak bisa mengikuti zaman, Prabowo juga punya jejak kelam yang berkaitan dengan HAM.
Siapa Menarik Minat Anak Muda dan Pemilih Pemula
Hadirnya sosok Gibran jadi daya tarik terutama bagi Gen Z Awal, tapi kurang memuaskan bagi Milenial. Milenial termuda tahun ini sudah berusia 27 tahun dan sudah paham proses demokrasi yang mendekati ideal. Mereka juga sudah mengerti apa dampak keputusan Mahkamah Konstitusi dengan demokratisasi itu sendiri.
Sementara itu Gen Z cenderung memilih berdasarkan kesamaan usia atau informasi apa yang sering sampai kepadanya. Misal seorang Gen Z menyenangi Ganjar Pranowo karena friendly dan tidak jaim, tetapi karena circle yang dia ikuti lebih sering membicarakan betapa pandainya Anies Baswedan, maka seorang Gen Z akan teralihkan dan kemudian tertarik pada Anies Baswedan.
Cyber campaign yang memanfatkan medsos, grup WhatsApp dan Telegram, serta platform berbagi video masih jadi langkah jitu seperti pilpres 2004 dan 2019, untuk menarik suara pemlih muda dan pemilih pemula.
Bila Milenial masih menyukai kampanye tatap muka dengan diskusi dan adu ide, Gen Z tidak. Otak Gen Z sudah terprogram untuk menyukai teks pendek dan yang serba visual seperti video, meme, dan microblog. Meski begitu, Milenial dan Gen Z sama-sama menyukai kampanye berbentuk pesta seni.