1. Jadi teman curhat yang mendengarkan dan tidak menghakimi. Korban KDRT sudah lelah lahir-batin dan tidak butuh dinasihati.Â
Langkah paling pertama membantunya adalah dengan mendengarkan ceritanya sampai tuntas. Setelah tidak ada lagi yang bisa dia ceritakan, baru tawarkan bantuan. Kalau tidak mampu membantu, mendengarkan saja sudah cukup. Dengan begitu dia tahu kalau dia punya orang lain yang peduli terhadapnya dan dia tidak merasa sendirian.Â
2. Tidak menyimpan nomor kekasih atau suaminya. Kalau perlu blokir nomornya supaya kita tidak jadi alat untuk dia mengancam korban.Â
Biasakan untuk tidak mengangkat telepon dari nomor yang tidak kita kenal kecuali orang tersebut mengonfirmasi tujuannya menelepon lebih dulu lewat SMS atau WhatsApp.
3. Sediakan rumah kita jadi tempat menginap bagi teman atau saudara yang mengalami KDRT.
Bila dia punya anak, kita bisa membantu memenuhi kebutuhan pakaian, susu, bahkan buku sekolah anaknya. Dia akan lebih tenang, bisa berpikir jernih untuk mencari jalan keluar sementara ada yang memerhatikan kebutuhan anaknya.
4. Temani dirinya lapor ke polisi atau minta perlindungan ke Komnas Perempuan, LPSK, Lembaga Bantuan Hukum, atau LSM yang menangani masalah kekerasan terhadap perempuan.
Kalau kita sama takutnya, beranikan diri untuk lapor ke tetangga korban atau ketua RT setempat. Antar korban ke RS untuk melakukan visum dan foto luka atau memar di tubuhnya, kalau sempat, sebagai bukti yang bisa menjebloskan pelaku ke penjara.
***
Korban KDRT telah mengalami tekanan dan ketakutan yang luar biasa tanpa perlu dia lebam dan memar lebih dulu. Maka lebih dari semua itu, pandanglah korban KDRT tetap sebagai korban, bukan sebagai pencetus sebab-akibat. Kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelaku dan kesempatan untuk menjalankannya. Kondisi mental dan kejiwaan juga jadi faktor seseorang melakukan KDRT.
Jadi untuk keluar dari hubungan KDRT buat perempuan yang mengalaminya tidak semudah kita membeli gorengan di kaki lima. Kalau tidak bisa membantu minimal kita tidak menyalahkan, menghakimi, atau berburuk sangka terhadap para korban KDRT. Korban adalah korban dan pelaku tetaplah pelaku. Jangan dibalik.